Bagian 21: Entitas Baru 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yeaayy, gak lupa buat update xixi
Happy Monday evening Harmony sayang~
Yg belom baca bagian 20, ayok baca dan tekan bintang dan ramaikan komentarnya dulu.

Nah kalo udah, yuk baca bagian ini dan ramaikan vomment-nyaaa~~
.
Enjoy reading 🤗
.

Bagian 21: Entitas Baru 2

Betari benci perasaan ini.

Gadis itu merengut dengan napas yang tampak terburu. Perasaan ini selalu muncul setiap kali ia menyaksikan bagaimana Kak Alpha-nya dengan mudah merasa nyaman dengan orang lain sementara dirinya kesulitan. Bahkan lelaki itu suka sekali marah-marah tidak jelas saat tahu Betari dekat atau sekadar mengobrol ringan dengan lelaki lain.

Betari menghela napas kasar. Mengaduk-ngaduk kwetiau kuah yang ada di hadapannya tanpa niat memasukkan suapan ke dalam mulut. Hal itu lagi-lagi membuat Rianti keki sendiri. Di matanya, Betari tampak seperti orang yang tengah kehilangan arah.

"Lo kenapa, sih?" Rinati menyenggol lengan kanan atas Betari. Sedikit kasar sehingga Betari sedikit terdorong.

"Ugh, Bunda! Kok, dorong-dorong, sih?!" Betari merengek. Pasalnya, gadis itu hampir saja terjatuh karena posisinya yang duduk di ujung kursi panjang. Pujasera agak ramai karena sudah masuk jam makan siang, beruntung Charles' Angels---Betari, Rianti, dan Anita---itu dapat tempat.

"Bun, pelan-pelan atuh. Kebiasaan kamu, mah." Anita mencoba menengahi.

"Ya abis, gedeg bener gue liat ini anak dari pagi kayak orang kesambet. Bengong-bengong sambil manyun-manyun begitu." Rianti masih saja misuh-misuh, bahkan suaranya sedikit meninggi.

"Aku nggak kesambet, ish!" Betari mencubit pelan lengan atas Rianti. Raut wajahnya semakin di tekuk.

Di tengah hiruk pikuk Pujasera, termasuk ribut-ribut kecil yang terjadi di meja Betari dan kawan-kawannya, aura sejuk mendadak menghampiri bersamaan dengan ketukan halus pada meja Betari.

"Boleh ikut duduk sini, nggak?"

Suaranya terdengar sopan menyapa pendengaran. Pun, begitu mengalihkan pandangan ketiga mahasiswi tahun pertama itu---Betari, Rianti, dan Anita---disuguhi pemandangan menyejukkan mata. Wajah Jamaluddin Al-Jefri yang tengah tersenyum dengan ekstra dimple manis itu memenuhi pandangan mereka.

"Boleh banget!" Rianti menjadi satu-satunya yang menyahut kegirangan, terlampau heboh sebenarnya, padahal tatapan dan senyum Jamal hanya tertuju pada Betari.

Anita menepuk-nepuk tempat sebelahnya, memberi isyarat pada Betari yang tampak mulai tidak nyaman. Kini Jamal duduk berseberangan dengan Betari. Ada Jaemin alias Jaenudin Al-Amin yang ikut duduk di sebelah ketua himpunan itu.

"Tumben amat ya ini Pujasera ramenya nggak kira-kira," Jaemin berseru asal seraya membuka bungkus plastik sumpit kayu dengan giginya.

Betari sama sekali tidak menaruh atensi. Perempuan itu sibuk menunduk sambil terus mengaduk-aduk makanannya. Pikirannya terus saja dipenuhi dengan kejadian Kak Aplha-nya tadi pagi.

"Beta? Kenapa nggak dimakan? Itu kuah kwetiau-nya sampe surut gitu," Jamal mengetuk bagian meja tepat di dekat mangkuk Betari dengan telunjuk .

Betari mengerjap cepat. Mengalihkan atensi pada si kakak senior yang tengah tersenyum padanya. Lalu matanya meneliti keadaan sekitar. Siapa sangka kalau saat ini semua yang berada di meja yang sama dengan Betari termasuk Jaemin tengah memusatkan tatapan pada dirinya. Gadis itu langsung kembali menunduk. Matanya membulat sempurna begitu mendapati kwetiau-nya yang sudah tampak tidak layak untuk dimakan. Menggeram kecil, kesal sendiri karena harinya begitu menyebalkan.

Jamal menjadi satu-satunya sosok yang cepat tanggap. Lelaki itu tanpa ragu menarik mangkuk Betari dan mendorong halus mangkuk berisi mie ayam miliknya. Kemudian, dengan apik Jamal membukakan plastik sumpit kayu seraya berkata, "Makan ini aja, ya, Beta. Masih anget."

Betari mengerjap. Tidak langsung merespon karena masih mencoba mencerna keadaan. Melihat Jamal yang menyeruput kwetiau dingin dengan senyum sumringah, Betari langsung tersadar.

"J-jangan, Kak!"

Betari langsung meraih mangkuk kwetiau-nya, tetapi pergerakannya langsung tertahan. Jamal melingkari mangkuknya, membuat raut merengut main-main seolah Betari akan merebut mainan kesukaannya.

"I-itu udah dingin, Kak. Pasti udah anyep rasanya. Jangan---"

"Nah, iya, kalo dingin emang nggak enak. Jadi dari pada mie ayamnya jadi mubazir lagi. Mending kamu makan sekarang. Mumpung masing anget." Lagi, Jamal tersenyum hingga kedua lesung pipinya muncul dengan pesona luar biasa.

Betari jadi merasa tidak enak, malu juga sebenarnya karena ia jelas menyadari tatapan teman-temannya dan Jaemin tertuju padanya. "M-makasih ya, Kak," ucapnya sedikit terbata-bata.

Jamal mengangguk girang. Senyum di wajahnya tidak juga luntur. Hal ini diam-diam mengundang rasa iri di hati Rianti. Sementara itu, Jaemin mendengkus jengah. Saat berhasil mendapat atensi dari Jamal, lelaki asal Banten itu berucap tanpa suara, "Modus."

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Di tempat lain, masih dengan terik matahari yang menyengat kulit. Sanuar Alphandi tampak gelisah, galau, dan ekstra merana. Pasca berbicara dengan Abiyyu, lelaki itu menyadari bahwa selama ini ia hanya berlindung di balik omong kosong tolong-menolong. Dengkusan mencomooh mengudara, Sanuar akhirnya ingat bagaimana awal kali pertama ia menatap bola mata Cadelnya yang bergetar ketakutan hanya karna uluran tangannya.

"Bego banget gua selama ini," lirih Sanuar.

"Siapa yang bilang kamu bego? Sini bilang aku, biar aku pukul mulutnya! Dia nggak tau apa kalo---"

"Gue yang ngomong, Aileen ... sini, mau nabok gue, hah?" Sanuar terkekeh. Kelakuan perempuan satu itu memang terkadang agak random, tetapi teman-teman Sanuar bilang justru hal itu yang menjadi daya tarik Aileen.

"Eh?" Aileen mengerjap.

Hal itu membuat Sanuar tersenyum tanpa sadar. Ia jelas tidak mengelak kalau Aileen ini enak dipandang. "Sini duduk." Lelaki itu menepuk kursi kayu yang ada di sebelahnya.

Aileen tidak ada niatan untuk menolak. Wajah perempuan itu tampak sumringah begitu berhasil medudukkan diri tepat di samping si crush. Kedua kakinya berayun kecil. Sesekali ia melirik Sanuar yang tampak asyik dengan pikirannya sendiri.

"Jadi ... kamu udah deket sama cewek itu dari lama, ya?" Aileen bertanya ragu-ragu. Meringis di akhir kalimat karena takut kalau ini adalah topik sensitif bagi Sanuar.

Sanuar hanya menggumam. Kedua alisnya terangkat karena sedikit terkejut dengan pertanyaan Aileen yang dirasa tiba-tiba. Tanpa mengalihkan pandangan, ia mengangguk.

"Cuma ... deket?"

Ah, pertanyaan Aileen yang ini agaknya sedikit menyentil pendengaran dan hati Sanuar. "Ummm ... emang aneh ya kalo cuma sekedar deket?"

Kali ini gantian, kedua alis Aileen juga terangkat. "Umm ... aneh, sih, nggak. Cuma aku tuh sering denger kalo katanya cewek sama cowok itu nggak bisa jadi temen atau cuma sekedar deket. Salah satunya pasti ada yang nyimpen rasa."

"Gitu ya ...,"

'Iya, sih, bener ... dari awal juga gue yang tertarik duluan ke si Cadel."

"Pasti kamu, deh, yang nyimpen rasa duluan!" Aileen mendorong main-main bahu Sanuar.

Sanuar yang tidak siap dengan itu kontan terjatuh. Kedua telapak tangannya bahkan mendarat tepat di atas tanah basah. Lelaki itu meringis kecil, menatap kedua telapak tangan yang tampak menjijikan.

"Eh, eh, sorry, Sanu!" Aileen jadi kikuk sendiri. Ingin megulurkan tangan, tetapi melihat tangan Sanuar yang dilumuri tanah, ia jadi urung. "M-maaf, ya, aku nggak sengaja."

Sanuar menghela napas. Bukan, bukan karena kesal karena perbuatan Aileen. Lelaki itu hanya kesal pada dirinya sendiri yang terlambat menyadari.

'Jatuh begini doang mah nggak seberapa. Tujuh tahun bareng si Cadel, harusnya gue sadar ... sadar kalo gue udah jatuh buat dia dari awal.'

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆
TBC

A/N

Dan akhirnya kak alpha sadar setelah jatuh ke tanah wkwkwk

Jadi, gimana chapter ini, Harmony?

See you next chapter yaaaww 🤭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro