Bagian 28: Asam dan Garam 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yuhuuu~~ selamat Senin!
Ketemu lagi sama Kak Alpha dan Beta (plus akang Jamal xixi)

Well, semoga chapter hari ini bisa jadi penghibur di Senin para Harmony yg super duper sibuk :*

Enjoy reading~
Jangan lupa tekan bintang dan ramaikan kolom komentar yaaww

.
.

Bagian 28: Asam dan Garam 3

"Sorry, bro. She's with me." Abiyyu terbahak setelah menirukan gaya bicara Jamal.

Sudah lewat tiga puluh menit, tetapi keduanya---Sanuar dan Abiyyu---tidak juga beranjak dari studio siaran. Parahnya, Abiyyu terus saja mengulang jargon dari Jamal dengan kedua mata yang disipitkan dan nada bicara serius yang dibuat-buat. Lelaki itu jelas tahu persis bagaimana cara membuat Sanuar terusik.

"Berisik, lo!" kesal Sanuar.

Abiyyu semakin terbahak. Lelaki itu memegangi perutnya dan mengusap ujung mata. "You don't get the joke. Do you?"

Sanuar mencibir dalam hati. Mendengkus singkat, lalu mengabaikan begitu saja tingkah pongah si teman sepermainan. Bukan apa, pikirannya dipenuhi dengan Cadel-nya. Ada seberkas rasa tidak rela melihat genggaman menggemaskan yang biasa mengambit ujung jaket miliknya kini menggenggam erat tali tas lelaki lain.

"Assshh!" Sanuar menggeram seraya mengusak kasar kepalanya.

"Kenapa, sih? Lo kepikiran sama kata-kata si Jamal-Jamal itu?" tanya Abiyyu santai.

"Nggak. Ngapain juga," kata-kata Sanuar itu memang terlontar dengan nada tak acuh. Namun, raut wajahnya menunjukkan hal sebaliknya. "Gue cuma kepikiran keadaan si Cadel. Gue ... gue takut dia nggak aman."

Abiyyu mengangguk paham. Mengembuskan asap rokok dari mulutnya dengan santai. Abai pada pandangan kesal Sanuar. "Iya, sih. Tapi gue agak bertanya-tanya, nih, bro. Lo beneran nggak kesel sama omongan si Jamal?"

"Nggak," sahut Sanuar seraya mengalihkan pandangan.

"Kok, bisa? Sumpah, ya, gue aja kesel dengernya." Abiyyu melirik. Memicing curiga saat mendapati Sanuar yang semakin membuang muka. "Heh! Maneh pasti teu paham, nya?"

"A-apaan?"

Respons Sanuar yang gugup dan tampak gelisah justru kembali menjadikan Abiyyu terbahak tanpa ragu. Lelaki itu akhirnya memadamkan api pada rokok yang masih tinggal setengah. Berdeham pelan seraya mendekatkan wajah pada si lawan bicara. "Gue tau, nih! Lo pasti nggak kesel sama omongan si Jamal-Jamal itu karena lo nggak ngerti, kan? Nggak ngerti Bahasa Inggris. Iya, kan?"

"Ck! Nggak usah bacot! Sana lo! Bau rokok!"

Iya, benar, kok.

Sanuar ini memang nol besar kalau soal Bahasa Inggris. Hanya sebatas tahu yes, no, beautiful, dan I love you saja. Jangan mencibirnya, sejak awal Sanuar sudah bilang, kan, kalau ia bukan ahlinya di bidang itu. Ingat, kan, kalau ia yang menyarankan Mbak Dian pada Betari sebagai first call untuk membantunya dalam urusan Bahasa Inggris?

"Sekarang, panik, kan, lo kalo Betari udah bisa sama lelaki lain? Rasain! Dari kemaren-kemaren udah gue bilang kalo nggak selamanya semesta berputar buat lo!"

Sanuar menghela napas. Kalimat Abiyyu memang ada benarnya. Mungkin bisa dibilang itu mencapai kadar 100 persen. Namun sekali lagi, bicara itu memang mudah, kan?

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Padahal mood Betari tadi masih baik-baik saja. Namun, sejak bertemu dengan Sanuar di gedung fakultasnya, mood permpuan itu anjlok total. Dalam pikirannya sibuk memaki Sanuar. Menyumpah serapah lelaki itu akan ketidakpekaan yang datang di saat yang tidak tepat.

'Kenapa jadi Kak Alpha yang galak, sih?! Kan harusnya aku yang ngambek, marah ke Kak Alpha karena udah ingkar janji! Ish!'

"Betari ...," tegur Jamal pelan. Kedua mata lelaki itu tampak bergetar khawatir kala mendapati mangkuk bakso Betari menjadi warna merah pekat.

Betari terhenyak, perempuan itu ikut menatap mangkuk baksonya begitu mendapati arah pandang si kakak senior. Matanya membulat sempurna saat aroma pedas menusuk penghidu. Dalam hati perempuan itu meringis. Ngeri sendiri melihat calon makan siangnya.

"K-kak ... umm ... A-aku ...---"

Jamal langsung menarik mangkuk Betari dan mendorong mangkuknya sendiri yang belum tercampur saus dan kecap. "Makan yang punya kakak aja. Yang kamu biar buat kakak, ya."

"Cieee ... uhuuyyy! Kiw! Akang rela berkeringat karena pedes demi nyai!" Jaenudin sealu menjadi si paling ramai kalau urusan menggoda Jamal.

"Ja-jangan, Kak ... biar aku pesenin lagi aja, ya? Itu ... ugh, itu udah nggak layak konsumsi."

Ucapan Betari kontan membuat Jamal dan teman-teman anggota himpunan menahan tawa. Ada rasa tidak tega jika tawa mereka sampai mengudara sempurna sebab setiap silabel yang dilontarkan Betari begitu terdengar polos dan tulus.

"Tenang aja neng geulis, saos beginian doang mah urusan kecil buat si Jepri! Waktu pesantren aja dia biasa makan sambel dicampur semut rang-rang!" Dan lagi, Jaenuddin Al-Amin tidak pernah ragu untuk menyuarakan isi hati dan pikirannya tentang Jamal.

Jamal hanya menggeleng. Abai pada seruan teman-temannya yang terus saja meledek. Suapan demi suapan masuk ke mulut lelaki asal Banten itu. Sesekali meringis karena rasa pedas yang terasa mencubit indera perasa hingga membuat peluhnya mengalir dari ujung dahi.

Sementara itu, Betari menatap tidak percaya. Ada rasa kagum pada kakak tingkatnya yang sanggup memakan makanan pedas---yang bahkan aromanya saja mampu membuat penghidu Betari kesakitan. Lantas, perempuan itu merasa de javu, teringat kembali ketika Kak Jamal pernah melakukan hal yang sama pada kwetiau kuah waktu itu.

'Ternyata ... nggak semua lelaki itu jahat. Buktinya Kak Alpha nggak. Terus ... Kak Jamal juga nggak. Dia persis Kak Alpha.'

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

"Ngapain?" Jamal menghampiri Betari yang tengah berdiri di depan warung bakso.

"Umm ... ini lagi mau pesen ojek online. Nggak dapet signal. Kayaknya aku ke sana---"

"Kakak anter aja, tunggu di sini sebentar, ya!" pangkas Jamal cepat.

Betari hanya mengerjap bingung. Perempuan itu bahkan tidak dibiarkan menyahut karena si kakak tingkat langsut melesat pergi begitu saja. Tidak lama kemudian, Jamal kembali dengan motor matic-nya serta satu helm pada genggaman tangan kiri.

"Yuk!" Jamal berseru sambil memberikan helm pada Betari. Namun, yang lelaki itu dapati adalah keraguan dan kegelisahan di mata lawan bicaranya. Maka, ia tanpa ragu mematikan mesin motor dan menghampiri Betari. "Kenapa?"

Betari mendongak sedikit untuk melihat binar mata si kakak tingkat yang tampak jernih. "Umm ... aku naik ojek ajak, Kak. Nanti---"

"Sama kakak aja. Sama aja, kok. Anggap aja kakak tukang ojek." Jamal terkekeh. Tanpa ragu memasangkan helm pada kepala Betari tanpa mengaitkan talinya. "Pasang talinya sendiri bisa, kan? Takut kesentuh kulitnya kalo kakak yang pasangin."

Dan lagi, Betari mengerjap kikuk. Mencoba sebaik mungkin menyerap makna pada setiap afeksi kecil yang dilakukan si kakak tingkat.

"Ayo, nanti keburu ujan. Oh iya, ini tas punggung kakak nggak kakak ke depanin, ya. Sengaja, biar ada penghalangnya. Belum mahram kan." Setiap silabel yang Jamal ucapkan, keluar begitu mulus, pun terdengar tulus.

Pada akhirnya Betari mengangguk. Menyetujui tanpa ragu hingga menjadikan jok belakang si kakak tingkat terisi penuh dengan entitas dirinya dan tas punggung sebagai pembatas.

'Kak Jamal mirip banget Kak Alpha. Jadi ... boleh, kan, aku deket sama Kak Jamal kayak aku deket sama Kak Alpha?'

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆
TBC

A/N

Uhuuyyyy ... uhuuyyy ... kiw! Xixixi
Gimana? Gimana?
Udah bisa relain kapal baru ini berlayar? Coba mana dukungannyaaaaa? Wkwkwkkw

Kabur ah! Takut di serbuu xixi

See you next Monday 😘🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro