Bagian 3: Anak ke dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senin malam, waktunya Kak Alpha dan Beta kembali manyapa Harmony nih 😎
Anyway, ada yg main Twitter?

Kalo ada, mutualan yuk kita 😁 di sana Natha bakal post cuplikan2 spoiler atau chat random Kak Alpha, Beta dan kakak crush—Meraki Abiyyu. Jadi, ayok temenan! Follow @harmonatha di Twitter yaw 😘

┏━•❃°•°❀°•°❃•━┓

Banyak yg sering bilang, 'coba kamu jadi aku'.
Namun, satu dari sekian banyak selalu ingin frasa, 'coba aku jadi kamu' bisa terwujud.

┗━•❃°•°❀°•°❃•━┛

Bagian 3: Anak Ke Dua

Kata orang, jadi anak pertama itu berat. Harus bisa jadi serba guna, tangguh, dan siap menerima angin sekencang apa pun. Karena katanya, ada tanggung jawab besar yang dipikul, ada raga dan hati lain yang harus dilindungi. Namun, nyatanya, tidak semua anak pertama mendapat dan menjalani peran yang sama. 

'Kamu, sih, enak, Beta. Kamu punya kakak perempuan. Jadi, mau cerita apa juga bisa. Berasa punya temen. Apa lagi kalian cuma beda setahun.'

Betari selalu dibuat muak setiap kali mendengar anggapan-anggapan orang lain terkait kehidupannya yang katanya 'enak' hanya karena memiliki kakak perempuan. Padahal, kenyataan yg ia alami tidak seperti itu. Tidak ada kakak yang mengalah padanya atau bahkan sekadar memahami perasaannya. Sebaliknya, di hampir setiap waktu, ia yang selalu dituntut untuk mengerti dan mengalah.

Betari bahkan masih ingat. Waktu itu ia dan Binar masih duduk di bangku SMA. Ada acara tour besar-besaran untuk seluruh angkatan. Katanya itu acara wajib, Betari yang kala itu masih berada di tahun pertama tentu merasa bahwa 'wajib' berarti harus diikuti dan tidak diperkenankan membantah. Tipikal murid baru yang masih patuh. Lagi pula, itu akan jadi pengalaman pertamanya ikut study tour. Jelas saja remaja tanggung seusia Betari akan merasa super duper excited.

"Ma." Beta mencoba menarik atensi Nia yang kini sibuk menuliskan banyak angka pada buku kecil yang biasa digunakan untuk mencatat pengeluaran.

Nia hanya berdeham singkat, tanda agar Beta melanjutkan.

"Di sekolah ada acara study tour ke Taman Mini. Beta boleh ikut, nggak?" Beta bertanya hati-hati.

Ada jeda cukup lama. Hanya bunyi jarum jam yang menemani pendengaran Betari. Dan hal itu tampaknya membuat ia gugup. Terbukti dari kedua pahanya yang tidak bisa berhenti bergerak di bawah meja sambil mengigit kecil bibir bagian bawah.

Nia menghela napas sebelum menjawab dengan nada lelah, "Mama lagi banyak pengeluaran, Beta. Kemaren baru aja bayar iuran sekolah kamu sama Binar. Kalo nggak ikut dulu, gimana?"

"T-tapi ini katanya acara wajib, Ma ...." Beta bisa melihat bagaimana ibunya kembali menghela napas seraya melepas kacamata.

"Mama bener-bener lagi nggak ada uang. Kamu kan tau sendiri kalau gaji ayah juga nggak banyak. Cukup. Kita cuma ada di ranah cukup. Mama nggak nyiapin anggaran di luar keperluan pokok, Beta."

Ada rasa kecewa di hati Beta. Namun, ia memilih menyembunyikannya. Ia paham betul keadaan ekonomi keluarganya yang katanya hanya ada di ranah cukup. Awalnya Beta sudah melupakan kekecewaannya terkait tentang 'hanya ia seorang yang tidak ikut tour di antara teman-teman satu kelasnya'. Namun, hal itu kembali menguap ke permukaan saat ia menyaksikan sendiri bagaimana Nia menjadikan rasa kecewanya semakin besar.

"Ma, kakak boleh, ya, ikut tour? Ini acara satu sekolah, Ma." Suara Binar terdengar mendayu. Total terlihat manja pada sang ibu.

"Bayar berapa emang, Kak?"

"Dua ratus lima puluh ribu."

Beta bisa menyaksikan bagaimana ibunya terlihat sibuk dengan lipatan uang lusuh dari dalam dompet panjang dengan motif batik.

"Ini," kata Nia sambil memberikan uang pada Binar. "Pas-pasan dua ratus lima puluh ribu. Kakak ada tabungan buat pegangan pas tour nanti?"

Bola mata Beta membesar. Ia jelas terkejut dengan apa yang dilihatnya. "Ma! Tadi Beta minta uang nggak dikasih. Kok, Kak Binar dikasih?!" Mata Beta sudah mulai terlihat berkaca-kaca.

Ada raut terkejut di wajah Nia. Namun hanya sejenak. Setelah itu rautnya berubah sendu cenderung lelah. "Ngalah dulu, ya, Beta?" ucapnya sambil kembali berkutat dengan catatan pengeluaran.

Orang-orang hanya tidak tahu bagaimana beratnya menjadi anak setelah anak pertama di hidup Beta. Dipaksa memaklumi, dituntut mengalah. Lantas, di mana letak yang kata mereka 'enak'? Karena nyatanya, frasa 'ngalah dulu, ya' tidak hanya terucap sekali.

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Seminggu sudah Betari menjalani kehidupannya sebagai mahasiswi di Fakultas Pendidikan, jurusan Keguruan Bahasa Inggris. Ada banyak kata yang bisa menggambarkan perasaan dan keadaannya saat ini. Namun yang bisa mendeskripsikan dengan jelas hanya tiga; Sulit, berat dan ingin menyerah.

Saat ini gadis dengan rambut sepunggung itu sedang berada di kursi keramik bundar depan fakultasnya. Merenung sendirian sambil meratapi selembar kertas di tangannya yang bertuliskan English Diagnostic Test.

"Del ...." Sanuar datang dengan napas yang tampak terburu.

"Kak Alpha ...." Hanya itu yang keluar dari mulut Beta sebab setelahnya anak ini hanya menunduk dalam sambil meremat kertas dalam genggaman.

Hanya karena mendengar suara Sanuar, pertahanan Beta runtuh. Ia memang sudah berusaha sebaik mungkin untuk menahannya karena ia pikir, menangis di tempat umum bukan lah gayanya---nyatanya, meski sembunyi-sembunyi, Beta terkadang menangis di tempat umum. Namun, suara Sanuar yang kelewat membuat nyaman justru meleburkan pertahanannya.

Sanuar diam-diam melirik kertas yang sedang diremat jemari Beta. Ada angka 54 yang dipertebal dan dilingkari. Ia hanya bisa mengembuskan napas sambil menggaruk pelipisnya yang tidak terasa gatal sama sekali.

"Del ... jangan nangis. Kamu kalo udah nyebur di laut, ya ... jangan nyerah cuma buat jadi umpan ikan hiu. Meskipun susah, kamu harus bertahan. Berenang ke tepian." Jeda, Sanuar memberikan sebungkus tisu pada Beta. "Pasti akan ada luka di mana-mana, tapi kamu jadi bisa lebih menghargai segala sesuatunya, iya, kan? Karena kamu tau, untuk sampai ke titik aman, banyak hal yang harus kamu lewati. Sekarang, jangan nangis ... ada kakak."

Betari mendongak. Matanya yang berkaca-kaca memicing tajam. "Ng-ngaku! Ini pasti bukan Kak Alpha, kan?"

"Dih, apaan, sih, Del?!" Kedua bola mata Sanuar membola.

"Kak Alpha nggak mungkin sebijak ini ngomongnya. Ngaku! Siapa ini?!"

"Astagfirullah ...," Sanuar mengelus dadanya pelan. "Nggak usah aneh-aneh, Del!"

Memang agak menyebalkan, tetapi Sanuar merasa bersyukur karena setidaknya saat ini Betari sudah tidak terlalu tampak sedih. Raut muram itu tergantikan dengan delikan sebal yang ditujukan padanya.

"Udah nggak sedih, kan? Iya dong pasti udah nggak sedih. Selama ada Sanuar Alphandi, semua masalah teratasi," ujar Sanuar sambil menepuk-nepuk bangga dadanya.

"Ish ... p-percuma! Nggak ngaruh!" Betari mengusap kasar pipinya yang basah. "Kak Alpha juga kan nggak bisa Bahasa Inggris!"

Raut wajah Sanuar berubah datar. Segala prolog yang diucapkan dengan kehatia-hatian, pun rasa bangga karena berhasil merangkai kata keren, langsung sirna begitu saja. "Iya juga sih. Eh, tunggu! Kamu lupa, ya? Mbak Dian kan guru Bahasa Inggris! Ya ampun, Del! Tambang emas depan mata ternyata!"

Sanuar tampak girang bahkan melebihi euphoria yang mustinya ditunjukkan Betari. Kalau dipikir-pikir, Sanuar selalu ada tidak peduli dalam keadaan apapun. Saat Beta sedih, ada Sanuar yang selalu menemaninya menangis. Memberinya satu pack tisu baru tanpa melewati batas aman yang Beta bangun. Saat Beta senang, ada Sanuar yang tanpa segan mewakilinya untuk tertawa paling bahagia.

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Definisi selalu ada dalam kamus Sanuar Alphandi adalah benar-benar selalu ada. Sosoknya yang selalu ada kapan pun Betari butuh tidak hanya terjadi sekali-dua kali. Waktu itu, kala keduanya masih duduk di bangku SMA, Beta yang baru menjalani kegiatan MOS hari ke tiga harus ketar-ketir menutupi bagian belakang rok yang terdapat bercak merah---hari pertama menstruasi. Tidak membawa pembalut atau bahkan rok ganti.

"Del? Kenapa?" Sanuar tampak bingung saat melihat Beta berdiri dekat gang kecil samping kelasnya, sibuk menutupi bagian bawah tubuhnya dengan jaket denim.

"Tembus," lirih Betari. Matanya tampak berkaca-kaca kala gadis itu menggigit tipis bibir bagian bawah.

Sanuar melotot horor sambil meneliti keadaan sekitar. Melihat kanan dan kiri dengan seksama, memastikan tidak ada yang berlalu-lalang dan melihat.

"Nggak bawa rok ganti?" Sanuar melihat Beta menggeleng lesu. Lantas dengan cepat otaknya langsung memikirkan rangkaian rencana penyelamatan. "Bentar. Diem sini jangan kemana-kemana."

Beta menurut, menunggu dengan patuh meski gelisah menyelimuti. Sepuluh menit kemudian, ia melihat Sanuar dari ujung lorong, menghampirinya dengan setengah berlari.

"Ini," kata Sanuar dengan napas terengah sambil memberikan sebungkus pembalut serta rok sekolah. "Roknya bersih, kok. Punya temen kakak itu. Kebetulan dia bawa."

Tanpa bertanya lebih jauh, Beta segera berlari ke kamar mandi. Setelah selesai, ia kembali dibuat terkejut kala mendapati Sanuar sedang bersandar pada dinding luar toilet---menunggunya.

"Udah?" tanya Sanuar.

Beta mengangguk. "Makasih, ya, Kak."

"Nih." Sanuar menyerahkan susu vanilla kemasan sambil tersenyum lembut. "Kata temen kakak, itu enak bisa bantu ngeredain sakit? Tau, deh, sakit apanya. Kan, kakak bukan cewe."

Entah sudah ke berapa kali, tetapi Beta selalu merasa bersyukur memiliki Sanuar sebagai seseorang yang dekat dengannya. Banyak orang beranggapan bahwa perlakuan Sanuar terhadap Beta adalah hal kelewat wajar untuk status yang katanya 'sebatas dekat'.

Namun, Sanuar beranggapan lain. Menurutnya, itu hal wajar karena sudah selayaknya sesama manusia saling membantu satu sama lain. Well, yeah, meski terkadang lelaki ini sebal sendiri kalau si Cadel-nya mulai tersipu atau bahkan ceria jika itu sudah membahas Meraki Abiyyu. Namun sekali lagi, Sanuar tidak apa selama itu membuatnya bisa membantu Beta untuk tidak bersedih.

Begitu, ya? Membantu agar tidak bersedih, hm?

Jadi, mari kita lakukan analisis lagi. Bukan pacar, tapi;
1. Menjadi yang paling bersedih saat melihat dia menangis.
2. Menjadi yang paling bahagia saat dia bahagia.
3. Menjadi yang paling cepat saat dia butuh bantuan bahkan tanpa diminta sekali pun.

Kalau bukan pacar, apa?

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

TBC

A/N

Ada yang pernah ngerasain kaya Betari?

Jadi anak kedua tapi mendapat peran anak pertama?

Yuk share sini ...

Btw, gmna karakter Sanuar a.k.a Kak Alpha di sini? Natha sih ... Pengen.

Pengen punya satu yg kaya Sanuar maksudnya😂😂😂

Dukung cerita ini juga ya ...

Vomment juseyoo~~~

*DeepBow

Natha 🌹💐💜💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro