Bab 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hikari menggeliat dalam pelukan Ryuu, manik almondnya mengerjap sebelum terbuka sempurna. Menampakkan dada bidang hangat yang selalu menjadi sandarannya. Gadis kecil itu mendongak, menyusuri pahatan terbaik Tuhan yang begitu sempurna. 

Ryuu memiliki wajah persegi dengan dagu menonjol dan garis rahang yang tajam. Bibir tebal yang selalu mengecupnya penuh kasih dengan hidung ramping berujung tajam menyerupai paruh elang.

Ia bergerak perlahan, mengecup bergantian mata yang masih terpejam. Hikari tersenyum senang seraya memperhatikan kembali wajah rupawan sang kaisar.

"Gadis nakal."

Hikari tertawa kecil menanggapi ucapan Ryuu yang terbangun karena ulahnya. Gadis itu menanti kedua manik biru es terbuka sempurna. Warna yang sangat disukainya, tajam dan memikat.

Namun, Ryuu lebih memilih mengeratkan pelukan dan tidak juga membuka mata. "Onii-sama, bangun." Hikari merengek seraya mengerucutkan bibir, sedangkan Ryuu tersenyum kecil. Kaisar tersebut senang sekali membuat kesal gadis kecilnya.

"Onii-sama, aku harus bersiap-siap," bujuk Hikari dengan alasan lainnya.

Ryuu menyerah, ia membuka mata perlahan dan mengecup kening Hikari lama. "Baiklah, ayo!" Ryuu pun melepas pelukannya dan menggendong Hikari.

"Eh? Ke mana?"

"Bukankah kau ingin bersiap-siap?"

"Aku bisa mandi sendiri, nii-sama," cegah Hikari sebelum Ryuu membawanya masuk ke kamar mandi.

"Yakin?" Gadis kecil itu mengangguk cepat, ia malu jika harus dimandikan oleh kaisar. "Tunggu sebentar, aku panggilkan dayang."

Hikari memang tidak pernah mandi sendiri, segala keperluannya selalu dibantu oleh dayang. Terkadang kaisar memaksa ingin memandikannya karena merasa repot jika harus memanggil dayang terlebih dahulu. Kaisar tidak ingin terjadi apa-apa pada Hikari jika gadis itu melakukan segalanya sendiri.

Beberapa dayang yang memang sudah menunggu di depan kediaman kaisar langsung membantu Hikari. Mereka sudah hafal jadwal bangun gadis itu, tetapi tidak berani mengganggu sebelum mendapat perintah karena sang kaisar pun sedang beristirahat.

***

Hikari mengenakan kimono biru muda dengan motif bunga-bunga di bagian pinggang ke bawah, lengkap dengan haori. Rambutnya sudah ditata rapi dengan hiasan kupu-kupu berwarna biru. Ryuu tersenyum puas melihat penampilan gadis kecilnya.

"Ayo, aku akan menemanimu." Ryuu menggandeng Hikari menuju Istana Shokubutsu.

Gadis kecilnya sangat menyukai ilmu pengobatan dan selalu mengatakan, "Jika onii-sama terluka, aku yang akan merawat."

Menurut tabib istana, kemampuan Hikari sudah mencapai level delapan. Gadis kecil itu sudah bisa meracik berbagai tanaman obat bahkan menemukan ramuan baru. Ia juga mempelajari berbagai racun dan penawarnya.

Namun, tentu saja hal ini masih menjadi rahasia karena jika sampai tersebar akan lebih banyak lagi orang yang mengincar Hikari. Gadis itu memiliki sesuatu yang paling berharga bagi Kerajaan Ryujin.

Informasi mengenai Hikari hanya diketahui oleh orang-orang terdekat kaisar. Tachibana bersaudara, tabib istana, dan kasim setia Kaisar Ryuu. Kedatangan kaisar sudah diumumkan oleh penjaga Istana Shokubutsu.

"Takimura memberi hormat kepada Yang Mulia Kaisar dan Hikari-sama." Tabib istana membungkukkan tubuhnya, sedangkan Hikari berdecak kesal. Ia tidak pernah suka dipanggil dengan sebutan itu.

"Eiji-san." Pria yang menjadi tabib istana itu tertawa, ia sangat suka menggoda muridnya yang satu ini. Menurut Eiji, gadis kecil kesayangan kaisar sangat imut jika sedang merajuk. "Onii-sama." Hikari semakin kesal karena Ryuu tidak membelanya, melainkan ikut tertawa bersama Eiji.

Hikari menggembungkan pipinya dan membuang wajah dengan tangan terlipat di dada. Ryuu berdeham, menghentikan tawa begitu pula dengan Eiji.

"Baiklah, aku minta maaf." Ucapan Eiji belum cukup untuk membuat Hikari luluh. Pria itu melirik kaisar meminta bantuan, tetapi tak ada tanggapan. "Aku akan mengajarimu tahap berikutnya, penyempurnaan."

Tak menunggu lama, Hikari langsung menoleh dan tersenyum lebar seraya mengangguk-angguk puas. Tahap ini sudah lama ia dambakan, tetapi Eiji belum juga mengajarkannya. Jika tahu dengan merajuk bisa membuatnya sampai ke tahap ini, maka sudah sejak lama Hikari lakukan.

"Belajarlah dengan baik." Ryuu mengelus kepala Hikari kemudian mengecupnya. "Aku titip Hikari padamu, Takimura. Sudah waktunya untuk memberi hukuman pada Tachibana bersaudara itu." Ryuu pun pergi meninggalkan Hikari bersama Takimura Eiji. Semalam ia tidak jadi membahas hukuman untuk dua orang itu.

Ia bisa tenang karena Eiji pasti dapat menjaga Hikari dengan baik. Sebagai tabib istana, Takimura Eiji juga mempelajari ilmu bela diri karena terkadang dirinya harus pergi keluar istana sendirian untuk mencari tanaman herbal.

"Mari kita mulai pelajaranmu berikutnya, Hikari."

Jakarta, 6 Januari 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro