Bulan Bercerita (Negriku Bisa Maju)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


NEGRIKU BISA MAJU
Tulisannisa

“Bagaimana adik, adik-adik? Apa sudah selesai semua tugas dari Kak Dara?” tanya seorang perempuan bernama Addara.

“Sudah Kak Daraaaaa...” jawab para anak didiknya. Yang tak lain adalah anak jalanan yang ia kumpulkan.

“Alhamdulillaah.. ayo adik-adik segera dikumpul tugasnya ya ke, Kakak,” pintanya yang dengan segera anak-anak itu berlarian kearah Addara untuk segera mengumpulkan setiap tugas mereka.

Addara Dewantri namanya. Seorang gadis manis keturunan Bandung-Bali yang tinggal di Jakarta. Saat ini usianya genap menginjak duapuluhtiga tahun. Ia memiliki cita-cita menjadi seorang guru sejak ia duduk dibangku sekolah dasar. Ia dilahirkan dari keluarga kurang mampu, yang bersyukurnya dapat ia lanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dengan jalur prestasi. Hingga ia dapatkan gelar S1 pendidikan guru sekolah dasar. Cita-citanya yang sejak dini itu bukan sekedar sebuah cita-cita semata. Ada sebuah alasan kuat yang membuatnya teramat ingin mewujudkan cita-cita mulianya itu. Alasan utamanya ialah, ingin ia dapat berbagi ilmu yang ia miliki kepada setiap anak yang kurang mampu secara gratis.

Mengapa demikian, karena tak ingin lagi ia melihat mereka yang kurang beruntung tetap tertatih menjalani hidupnya, juga miskin akan pengetahuan. Addara tak ingin kesedihan yang orangtuanya alami kembali terulang. Ibu dan Ayahya hanya berbekal lulusan sekolah dasar, cukup kesulitan memenuhi setiap kebutuhan hidup mereka. Ayahnya seorang tukang ojeg, dan Ibunya seorang asisten rumah tangga. Karennaya Addara yang telah diperjuangkan oleh keduanya hingga ia mampu lulus SMA, terus giat belajar hingga ia mendapatkan beasiswa. Dan ingin ia amalkan sedikit banyaknya ilmu yang ia miliki sebagai amal jariyah untuknya juga kedua orangtuanya. Menjadi seorang pengajar sukarela. Karena memang Addara juga ingin mengabdikan dirinya kepada negri Indonesia tercinta. Sebab ia yakin jika negrinya ini bisa maju.

Sepulang ia mengajar disalah satu sekolah dasar di Jakarta, selalu saja ia sempatkan dirinya menuju satu tempat ke tempat lain mengumpulkan serta mengajar mereka para anak jalanan juga anak yang kurang mampu secara gratis. Proses belajar mengajar itu selalu dilaksanakan disebuah taman yang tak jauh dari lokasi mereka semua mencari nafkah. Mengapa demikian, sebab memang ia tak memiliki dana untuk mambuatkan mereka sekolah darurat. Sejauh ini sudah tigaratus siswa-siwi dari berbagai daerah yang menjadi anak didiknya. Mulai dari kelas satu hingga enam SD. Bagi Addara, melihat mereka memiliki antusias belajar yang tinggi adalah sebuah hal yang terindah dalam hidupnya.

Karena dengan begitu, dapat ia berikan setiap ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada mereka tuk menjadi bekal dunia akhirat mereka nantinya. Siang ini Addara tengah mengajar pelajaran bahasa Indonesia. Karena hari ini tepat hari lahirnya Pancasila maka ia berikan tugas kepada mereka untuk membuat puisi yang berjudul “Manusia Pancasila” seulas senyuman manis terukir indah dibibir mungil Addara dikala ia baca setiap  puisi karya mereka yang begitu indah dengan kata-kata yang masih sederhana namun bermakna. Yang membuktikan rasa cinta mereka kepada sang putri sejati. Hingga kini baru saja ia selesaikan mengoreksi tugas-tugas itu.

Addara bagikan kembali buku mereka masih dengan senyuman manisnya itu. “Kak Dara, bahagia, bangga, juga bersyukur sekali, Dik. Setelah Kakak baca setiap puisi kalian. Semuanya indah dan bermakna. Kakak, juga yakin jika sudah pasti kalian adalah anak-anak yang cinta dengan kedua orangtua, negara,  juga berjiwa pancasila. Karena semangat belajar kalian yang tinggi, untuk menjadi penerus bangsa,” setelah selesai membagikan buku mereka semua, kini Addara kembali berdiri didepan papan tulis seraya memandangi mereka penuh cinta. “Maka dari itu, Kak Dara, sayaaaang sekali sama kalian semua...” lanjutnya lagi.

“Kami juga sayaaaang sekali sama, Kak Dara...” jawab mereka semua bersamaan seraya menghambur kearah Addara memberikannya pelukan hangat.

“Karena, Kak Dara, yang sudah membuat kami lebih maju dan mencintai negri ini,” kata salah seorang anak didiknya.

“Benar itu, Kak. Karena, Kak Dara, juga yang telah mengajarkan kami untuk menjadi pribadi yang rajin belajar. Terima kasih ya, Kak Dara. Karena, Kakak, yang baik kami semua jadi punya banyak ilmu,” imbuh anak didiknya yang lain.

“Alhamdulillah...” ucap Addara penuh rasa syukur.

***

Addara tiba dirumahnya tepat adzan Magrib berkumandang. Sang Ibu serta Ayah yang sudah menuggu kedatangannya, kini menyambutnya dengan senyuman manis mereka. Setelah mengucap salam, Addara salami dengan takdzim punggung tangan keduanya. Ibu dan Ayahnya teramat bangga padanya sebab mereka tahu mengenai kegiatan putrinya itu. Keduanya pun tahu jika Addara kini tengah menabung untuk pembangunan sekolah darurat impiannya.

“Masya Allah, Nduk. Kamu kelihatannya lelah sekali yo hari ini,” kata Ibu seraya ia belai wajah Addara.

Kini Ayah pun turut merangkul bahu putrinya itu. “Iya, Neng. Kalau disekolah sedang banyak tugas, lebih baik ditunda dulu saja atuh mengajar sosialnya,”

Addara tersenyum manis seraya ia rangkul bahu Ayah dan Ibunya. “Bu, Yah. Dara, memang lelah. Tapi semua lelah Dara ini terbayarkan dengan kebahagiaan mereka yang begitu bersyukur karena bisa belajar tanpa mengeluarkan biaya. Apalagi disaat Dara berhasil mengajukan beasiswa untuk mereka ke jenjang SMP. Nah sekarang, Dara, mau minta doa dan restu, Ibu dan Bapak, semoga, Dara, bisa segera membangunkan sekolah untuk mereka. Agar kami bisa belajar dengan layak,”

“Aaaaamiiin Ya Allah Yarabbal Alamiiin...” jawab keduanya bersamaan.

“Ibu yakin, Nak. kalau sudah pasti putri, Ayah dan Ibu, ini berhasil meraih mimpinya,” ucap Ibu penuh keyakinan.

“Ibumu benar, Neng. karena bukan hanya kami yang meridhai niat baikmu, tapi juga Allah SWT, Insya Allah,” imbuh Ayah tak kalah yakin. Dan Addara pun mengaminkannya seraya kembali ia berikan pelukan hangat kepada keduanya.

***

Hari terus berlalu, kegiatan yang Addara lakukan pun masih sama. Tak pernah ia berkeluh kesah dengan rasa lelah yang ia dapatkan. Juga kesulitan biaya ketika ia harus membeli alat tulis serta buku-buku pelajaran baru. Tetap ia bersemangat mengajarkan setiap ilmu mereka semua. Senyuman manis itu pun selalu saja terukir dibibirnya, yang membuat semangat setiap para anak didiknya itu tak pernah padam. Satu hal yang sejak beberapa hari belakangan ini tak Addara ketahui. Ada seorang lelaki yang selalu saja mengamati aktivitasnya itu dari kejauhan. Bahkan lelaki itu pun selalu saja mengambil gambar juga video secara diam-diam yang entah akan dipergunakan untuk hal apa. Hingga sore ini, ada salah satu anak didiknya yang mengetahui hal itu. Dengan langkah cepat Addara menghampiri lelaki itu, membuat siperekam gelagapan dan segera ia sembunyikan kameranya.

“Maaf, Mas, ini siapa ya? Untuk apa merekam aktivitas saya tanpa ijin?” tanya Addara dengan tegas.

Lelaki itu pun tersenyum seraya ia ulurkan tangannya. “Perkenalkan, nama saya, Arkan. Saya seorang poto grafer,”

Tak Addara jabat tangan lelaki itu dan ia hanya menjawabnya. “Saya, Dara. Oke, sekarang saya sudah tahu profesi anda. Tapi gak seharusnya anda memotret kami tanpa ijin,”

Arkan kembali tersenyum seraya mengangguk pasti. “Saya minta maaf untuk hal itu. Tapi saya melakukan semua ini karena saya memiliki sebuah rencana yang Insya Allah baik untuk, Mbak Dara, dan anak didik, Mbak,”

Dara naikan satu alisnya seraya ia rapatkan bibirnya. “Maaf, saya tidak paham dengan maksud, Mas Arkan,”

“Okkay, akan saya jelaskan. Jadi begini, Mbak Dara ... ”

Arkan mulai menjelaskan apa maksud serta tujuannya. Yang ternyata ia pernah mendengar obrolan antara Addara dan para anak didiknya itu. Yang begitu menginginkan untuk membangun sekolah darurat untuk mereka. Addara begitu tersanjung dikala Arkan memberitahukan kepadanya banyak foto juga video yang Arkan ambil tidak hanya dari satu tempat Addara mengajar. Arkan ingin memberitahukan video serta poto yang telah ia kumpulkan itu kepada sahabat-sahabatnya yang berprofesi sebagai arsitek. Ia ingin mereka yang nantinya menggerakan pembangunan sekolah darurat itu dengan menghubungi pihak kontraktornya. Yang bagi Arkan bukan suatu hal yang sulit untuk dapat mewujudkannya. Sebab ia tahu betul jika para sahabatnya itu juga peduli terhadap sesamanya.

“Jadi seperti itu, Mbak Dara. Jika berkenan, saya ingin, Mbak Dara, membuatkan proposal untuk saya, dan jika memang bisa tolong, Mbak Dara, menemani saya untuk mengajukan proposal itu kepada mereka. Agar mereka lebih yakin untuk membantu jalannya pembangunan nanti,” jelas Arkan panjang lebar.

Mendengarnya sungguh membuat Addara begitu bahagia hinga airmata bahagianya itu menitih begitu saja dari kedua mata indahnya. “Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih banyak Mas Arkan. Tentu saja saya setuju. Malam ini akan segera saya buat proposal itu. Dan, ya, pasti akan saya sempatkan waktu untuk dapat menemani, Mas Arkan, menemui mereka nanti,”

”Ehehehe, Mbak Dara, jangan berterima kasih kepada saya. Karena ini semua memang sebuah qadarullah. Insya Allah, jika semua ini akan berhasil, itu juga karena tekat, usaha, serta keuletan dari, Mbak dara,” jawab Arkan lagi penuh keyakinan.

***

Keesokan harinya, dengan segera Addara kembali menemui Arkan disebuah taman yang sudah mereka tentukan. Addara melangkahkan kakinya penuh keyakinan, dengan beberapa proposal yang telah ia bawa. Mulai mereka temui beberapa sahabar Arkan dan mulai mereka utarakan niat mereka. Benar saja dugaan Arkan, jika mereka memang dengan senang hati membantu dan akan segera merealisasikan dana itu untuk pembangunannya. Berulang kali Addara mengucap syukur karenanya. Dan memang tabungannya yang sejak awal itu ingin ia jadikan dana pembangunan maka Addara serahkan dana itu kepada mereka.

“Dengan, Mbak Dara, menjadi seorang pengajar sosial saja negri kita ini sudah sangat terbantu, Mbak. Maka biarkan menjadi giliran kami untuk turut membantu membangun negri ini, dengan membangun sekolah-sekolah itu,” jawab salah seorang rekan dari Arkan.

Dara tersenyum manis mendengarnya. “Masya Allah, saya bahagia sekali karena begitu banyak orang yang mencintai negri ini juga menjunjung tinggi pendidikan. Sejak awal saya menabung memang saya ingin menjadikan tabungan saya itu menjadi manfaat bagi saya juga kedua orangtua saya dingga diakhirat. Jadi, saya mohon kepada bapak untuk berkenan menerima uang ini,”

Karenanya mereka pun tak lagi dapat menolak keinginan Addara. Dan kini mereka mulai membuat rencana pembangunan sekolah darurat itu di ketiga titik yang telah ditentukan. Bahkan kini, mereka juga telah berjanji jika mereka akan mencarikan pengajar baru untuk membantu Addara yang selama ini hanya berjuang sendiri memajukan pendidikan untuk mereka yang kurang beruntung. Karenanya semangat juang Addara pun semakin berkibar. Hingga satu persatu pengerjaan sekolah darurat itu dapat terlaksana dengan baik. Mereka pun meminta kepada Addara untuk memberikan nama ketiga sekolah itu.

Dan Addara memberinya nama, “Sekolah Negriku Jaya”, “Sekolah Bisa Terdepan”, dan “Sekolah Maju Indonesia”. Yang jika ketiga nama tengah sekolah itu digabungkan maka akan menjadi “Negriku Bisa Maju” sebuah harapan yang tinggi dari Addara untuk negri ini kembali bangkit menuju arah yang lebih baik. Dan kini sudah tak lagi mereka berkeringat dibawah terik matahari atau pun berlarian dikala hujan turun dikala proses belajar mengajar berlangsung. Karennaya, anak didik Addara pun semakin maju pesat hingga cukup banyak para guru yang ingin turut serta menjadi pengajar sosial.

Kini tengah Addara pandagi para anak didiknya itu dari ambang pintu sekolah mereka dengan senyuman manisnya. ‘Alhamdulillah... Terima kasih, Tuhan. Telah engKau ridhai serta berikan jalan terbaik untuk mewujudkan mimpi ini. Karena memang, diriku selalu yakin, jika negriku bisa maju.’ Gumam Addara penuh rasa Syukur juga keyakinan.

***

TAMAT

“Jadikanlah pancasila sebagai dasar pemikiranmu. Karena kelima pilarnya yang menjadikanmu bisa maju. Selamat hari pancasila.” -Tulisannisa-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro