13. Kesombongan dan Keserakahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Asami datang hari itu untuk menjenguk, dia pelakunya." Tanpa ampun Maeko memojokkan Si Kucir Dua. "Benar bukan?" Lanjutnya sambil menyenggol lengan gadis manis pemilik Sato's Bakery.

Asami terlonjak, ia yang sebelumnya sibuk menghitung dan memindahkan angka-angka, kehabisan fokus dengan begitu cepat. "Eh, bukan begitu." Ia melambaikan tangan ke kanan dan kiri sebelum memberi pembelaan. "Aku hanya ingin menjenguk Kazuhiko, aku tidak berniat melapor kalau Kazuhiko membolos." Semburat merah muncul di kedua pipinya dan tidak lama kemudian ia menggeleng sambil menutup wajah.

Harus kuakui, tingkah Asami benar-benar manis, seperti kue, roti, dan gula-gula dalam tokonya. Meski jelas segala kenikmatan itu bukan untukku. Apapun itu, kini misteri di balik bocornya tindak tercela Si Jangkung--membolos--resmi terpecahkan.

Bicara tentang Kazuhiko, kekacuan akibat hilangnya ia telah usai dan seperti prediksiku, tidak ada yang memarahi, membentak, apalagi memukuli Si Jangkung. Nyatanya, Paman dan Bibi Ito memilih menyambut dengan tangis dan pelukan alih-alih ceramah serta petuah panjang. Mereka jelas sangat menyayangi putranya hingga keanehan serta kesalahan Kazuhiko tidak lagi dipermasalahkan.

Namun yang lebih mengharukan dari drama hilangnya Kazuhiko adalah, permintaan maaf Nenek Yadori. Benar, wanita tua itu turut serta mengantar Si Jangkung pulang, ia menunggu tangis keluarga Ito mereda sebelum meminta maaf atas keteledoran pegawai-pegawainya. Sesuatu dan seseorang yang menyebabkan Kazuhiko terkunci semalaman di ruang staff.

Paman Ito nampak sedikit garang saat itu, alisnya bertautan dan bibirnya menipis tidak sedap. Seolah ia siap menerkam atau menelan Nenek Yadori bulat-bulat. Aku dan Maeko yang mendampingi Nenek Yadori hampir menarik mundur wanita tua itu, takut-takut Paman Ito melakukan tindak kekerasan. Namun tidak disangka, Kazuhiko mengambil alih keadaan dengan satu-dua kebohongan. Si Jangkung itu dengan mantap mengatakan bahwa ia sengaja bersembunyi dalam ruang staff, guna menenangkan diri pasca pertengkaran dan tekanan dari Bibi Ito.

Jujur saja, Si Jangkung itu terlihat sedikit keren saat menyelamatkan Kedai Yadori dari kejengkelan serta kemarahan orangtunya. Seperti kebodohan yang mengakar dalam tubuhnya sedikit terangkat dan menguap sebagian. Meski tidak bertahan lama dan, saat ini ia telah kembali ke keadaan semula.

"Sudah selesai mengerjakan soal tahun lalu?" Ucapku sambil menepuk pundak Kazuhiko. Semoga ia menyadari sindiranku dan mengerti bahwa ujian sudah di depan mata, serta kenyataan bahwa soal-soal di hadapannya jauh lebih penting untuk dijamah daripada obrolan-obrolan.

Si Jangkung menoleh ke belakang, lantas menatapku yang terduduk tenang di atas ranjang dengan keheranan. "Kamu juga seharusnya ikut belajar, bukan?" Aku menggeleng lantas mengedik sebelum merebahkan diri. "Kamu tetap harus belajar meski sudah pintar!" Kazuhiko melanjutkan. Ucapannya benar, tapi tidak bisa dipraktekkan, sebab kolaborasi antara keberadaan Kazuhiko dan eksistensi Asami lebih dari cukup untuk memaksaku berperan sebagai guru les sementara.

"Ini tidak begitu sulit." Maeko mengutarakan pendapat sambil memainkan ponsel. Soal ujian tahun kemarin telah ia selesaikan lima belas menit lalu dan aku secara eksklusif melarangnya membantu Asami-Kazuhiko demi kebaikan bersama--mengingat ia semakin agresif akhir-akhir ini.

"Ya, ya, mudah sekali." Kazuhiko mengejek dirinya sendiri. Ia memang sudah jauh lebih baik sejak aku memberi pelatihan matematika intensif dan mengalah menuruti permintaannya--membantu menjelaskan pelajaran lain. Nilainya jelas akan meningkat satu-dua poin, meski tetap tertinggal jauh dari Maeko.

"Sudah kerjakan saja." Gumamku setengah jengkel sebab sejak tadi Kazuhiko lebih banyak bicara dan bercanda daripada mengerjakan. Padahal ia yang mempelopori agenda belajar bersama.

"Ryu." Asami angkat bicara sambil mengangkat tangan. Ia mengajukan pertanyaan setelahnya dan aku bangkit untuk menjawab dan menjelaskan.

Kazuhiko bergeser, ia mendekat dan--sepertinya--berusaha turut menyimak. Beberapa kali kepalanya mengangguk setelah jawaban dilontarkan dengan sesederhana mungkin. Sementara jemarinya sibuk memutar-putar pensil, seperti memberi tanda bahwa ia bosan dan tidak menikmati proses pembelajaran.

Aku hendak mengajari satu-dua trik guna menghilangkan kebosanan Kazuhiko dan mempermudah segala kesulitan dalam soal. Namun Maeko berucap tiba-tiba dan merebut seluruh perhatian. "Kalian harus membantuku." Gadis berambut pendek itu menatap lekat-lekat dengan penuh pengharapan.

Aku sempat mengira Maeko sedang membicarakan soal matematika yang, jujur saja, semakin sulit dari tahun ke tahun "Nomor berapa?"

"Bukan itu, orang aneh ini menguntitku." Ternyata bukan dan aku lebih senang jika Maeko benar-benar membicarakan permasalahan matematika--atau paling tidak pelajaran dan ujian. Gadis itu menaruh ponselnya di tengah meja sebelum melanjutkan. "Ia seperti ada di mana-mana."

Sosok Maeko tengah mendorong pintu Toko Saito--milik Kakek--terpampang jelas di layar, dihiasi berbagai macam umpatan serta pernak-perniknya. Keningku sempat berkerut beberapa detik akibat memikirkan siapa makhluk tidak waras yang berani mengganggu Maeko.

Maeko melanjutkan dengan menyapu layar ponsel dan foto-foto sejenis terus bermunculan. Ketika ia mencari keberadaan Kazuhiko dan berputar-putar sepanjang Yanaka Ginza--bersama Asami. Saat ia sibuk menjalankan bisnis di tokonya dan aku ikut terekam. Bahkan beberapa ketika ia beraktifitas di sekolah, jam olah raga, berlatih karate, makan siang, hingga meninggalkan gedung SMA Ueno. Seluruhnya telah dipercantik dengan sumpah serapah, ejekan, dan cipratan merah di sana-sini.

"Kenapa kamu tidak melapor? Ini bukan masalah yang bisa dipecahkan oleh anak SMA." Aku berkomentar sambil menatap Maeko dalam-dalam. Gadis itu memang tangguh, tapi tidak seharusnya ia diam, apalagi membiarkan pelaku bertindak seperti ini. Maksudku ada banyak kasus mengerikan di luar sana yang melibatkan para penguntit dan peneror. Seperti beberapa gadis yang dilecehkan secara seksual atau diculik lantas diperjualbelikan.

"Ia penggemarku dulu, kami beberapa kali berbalas pesan." Maeko melesu di akhir lantas mengambil alih ponselnya. "Ia baik, berkali-kali memberi dukungan dan masukan, aku yakin sesuatu telah menimpanya hingga ia berubah menjadi anti, menguntit, dan menerorku dengan banyak foto." Ia melanjutkan tanpa repot-repot menatap lawan bicara.

"Aku terkejut kamu punya penggemar." Kazuhiko angkat bicara sambil memasang tampang tidak percaya. Sementara Maeko memberi lirikan tajam sebelum kembali memamerkan layar ponselnya. Sebuah laman berisi sekian ratus ribu pengikut terpancar jelas di sana, bersama aneka-rupa karangan pendek melankolis.

"Aku sedikit bosan dan mencoba membuat ini, novel ponsel--keitai shousetsu, tentu saja aku tidak menyangka akan mendapat begitu banyak atensi." Kazuhiko mengangguk sementara iris Asami melebar.

"Maeko!" Si Kucir Dua berteriak sambil menepuk pundak Maeko. "Aku penggemarmu!" Lantas aneka rupa sanjungan, pelukan, dan ucapan mendarat di tubuh Maeko. Seluruhnya berasal dari Asami dan kekagumannya yang agaknya berhasil mengaburkan permintaan tolong Maeko--serta fakta adanya penguntit dan peneror.

"Kamu mengerti?" Kazuhiko melirik sambil berbisik, sementara aku menggeleng. Mungkin novel ponsel atau apapun itu yang sedang sibuk diagungkan oleh Asami memiliki posisi spesial dalam obrolan anak-anak perempuan. Seperti jabatan milik permainan-permainan daring yang aku dan Kazuhiko mainkan bagi anak laki-laki.

Butuh sepuluh menit untuk menangkan Asami dan membuatnya memaparkan berbagai macam hal mengenai novel ponsel. Mulai dari sejarah perkembangan hingga berbagai karya populer yang berawal dari keisengan dalam ponsel. Aku sempat terkesima sebab ia begitu manis dan mampu menjelaskan dengan baik serta runtut. Sebagai catatan, Gadis Kucir Dua itu tidak pandai sejarah, tapi seperti manusia kebanyakan, mereka lebih mampu mengingat apa-apa yang disenangi.

"Kalian harus mencoba membaca tulisan Maeko! Maksudku CherryPossum." Asami kembali menggebu-gebu sementara Maeko menutupi wajahnya sambil menggeleng. "Terutama Komorebi, tentang kehidupan para remaja SMA, aku merasa sangat dekat dengan salah satu tokohnya, eh." Asami terdiam tiba-tiba dan menatap Maeko dengan keterkejutan besar. Si Kucir Dua itu lantas menutup mulut dengan telapak tangan sebelum memeluk dan mengelukan nama Maeko.

"Bukankah tadi kita sedang membahas penguntit?" Kazuhiko kembali melirik dan berbisik.

"Tidak, seharusnya kita membahas soal tahun lalu." Aku mengacak rambut, tanda tersesat dalam obrolan tidak jelas. "Jadi apa yang bisa kami bantu?"

"Penguntit dan peneror itu punya selera yang aneh, ia menamai akunnya dengan Puripurisukisuki, dan aku tidak tahu bagaimana ia bisa mendapat alamat emailku." Maeko menjelaskan dari balik pelukan Asami. "Tapi aku yakin ia murid SMA Ueno, sebab ia bisa mendapat foto dari dalam lingkungan SMA, jadi jika kalian menemukan murid Ueno yang bertingkah aneh atau memotretku diam-diam kalian bisa melaporkannya padaku, aku akan mengurus sisanya."

"Apa tidak apa-apa, ia menerormu dengan foto-foto itu, bukankah berbahaya." Aku kembali mengutarakan pendapat berisi kekhawatiran sambil menarik mundur Asami, memaksa Gadis Kucir Dua itu melepas pelukannya dan duduk dengan tenang.

"Kamu pikir aku siapa?" Kesombongan jelas terpancar dari tubuh Maeko dan aku tidak ingin mengingatkan bagaimana hebatnya ia dalam karate.

"Kenapa kamu tidak menyuruh para berandal sekolah untuk mengawasi?" Kazuhiko mengajukan pertanyaan dengan sangat tepat.

"Menulis novel itu tidak keren, aku tidak ingin mereka tahu, dan kurasa ini tidak ada hubungannya dengan kedamaian SMA Ueno." Maeko memasukan ponselnya ke dalam saku. Aku hendak menginterupsi dengan fakta mengenai bantuan yang diberikan oleh Maeko melalui serikat siswa tangguh atau apapun itu saat rumor buruk mengenai Asami menyebar seantero sekolah, tapi Maeko cepat-cepat melanjutkan. "Ini tidak sama dengan kejadian yang menimpa Asami, murid-murid menjadi sibuk berdebat dan terbelah-belah saat itu, juga penguntit ini tidak menerorku di depan publik."

Aku sedikit terkejut sebab tidak pernah mengira gadis seperti Maeko akan begitu dalam memikirkan tiap langkah yang ia ambil. Benar-benar, ia memang sangat bisa diandalkan. "Aku pasti membantu, tapi aku tidak akan diam jika penguntit dan peneror itu bertindak lebih jauh." Maeko mengangguk dan menutup dengan senyum segar di wajah mungilnya.

"Ada-ada saja, penguntit itu pasti tidak punya kegiatan, antara anak paling pintar yang tidak butuh belajar atau paling bodoh yang tidak repot-repot belajar." Kazuhiko berceloteh sambil melempar fokus menuju lembar soal.

"Hei, kadang-kadang kamu pintar."




👺_____👺_____👺_____👺_____👺

Novel ponsel adalah trend yang berkembang di Jepang, dan merupakan cikal bakal aplikasi macam Wattpad.

Serius nda bo'ong saya!



Pandu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro