Chapter 08 : Kimonoya Ishibashi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di sepanjang perjalanan kami hanya melakukan obrolan ringan. Tentu saja, yang mengobrol hanyalah aku dan Harumi, Haru-senpai hanya terdiam, fokus mengendarai mobil yang tengah aku tumpangi ini. Sesekali kulihat ia melirik kami lewat kaca spion tengah yang ada di dalam mobil.

Jalanan sore ini ramai lancar. Ditemani suasana langit senja yang menyuguhkan indahnya langit berwarna jingga. Sang mentari pun kian lama kian menghilang digantikan dengan munculnya rembulan.

Baru saja aku ingin menanyakan berapa lama lagi kami akan sampai, tiba-tiba Haruna berkata, "Sebentar lagi kita sampai, Shakina-san."

"Uwaa- Harumi-san bisa baca pikiran ya?" celetukku, tanpa bisa menyembunyikan wajah terkejutku.

Tawa renyah Harumi keluar begitu saja dari mulutnya. "Habisnya~ Shakina-san langsung menengok ke arahku setelah melihat jam tangan sih, jadi aku bisa menebaknya deh," jawabnya, masih dengan tawanya itu.

"Eh? Ketauan, ya?" ucapku sambil cengengesan. Memang benar sih, tadi aku melihat jam tanganku dulu. Harumi pun terkikik pelan karenanya.

"Kalau lagi nyetir liatnya ke depan, Nii-san. Ngapain ngeliat spion sambil senyum-senyum gitu." Tiba-tiba Harumi berkata seperti itu kemudian melirik kaca spion tengah sambil tersenyum jahil.

Akupun sontak ikut melirik ke arah Harumi memandang. Haru-senpai sudah tidak melihat lewat kaca spion lagi, tapi aku bisa melihatnya dengan samar, ia sedang menahan rasa malu dan kesal secara bersamaan.

"Pfftt ... kalian 'akur' banget, ya?" Tanpa sadar aku menyindir mereka secara halus karena teringat waktu ketika bersama adikku dulu.

"Hee? Akur dari mananya?" protes Harumi, gadis itu mendengus sambil merengut

Seketika itu juga, pelan-pelan Haru-senpai menghentikan laju mobilnya. Membuatku berpikir, 'Apakah perkataanku barusan adalah kesalahan yang fatal?'

Dengan terbata-bata aku berkata, "M-maaf, aku salah, ya?" Sembari menatap Harumi dan kakaknya bergantian.

"Enggak ko-" Belum sempat Harumi menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba Haru-senpai terkikik pelan.

"Tidak apa-apa, Shakina, aku hanya ingin memasukkan mobil ini ke parkiran yang ada di depan sana. Setelah itu kita harus menyebrang karena toko bibi ada di seberang jalan," jelasnya, ia tersenyum sambil menengok ke arahku dengan singkat, kemudian kembali melihat keadaan jalanan yang lumayan ramai ini.

Harumi yang tadinya tengah sedikit kesal kepadaku, kini berganti menatap tajam kakak satu-satunya itu. "Ih, jangan potong ucapanku juga kali, Nii-san!" sungutnya.

Tatapannya teralihkan begitu saja ke jendela mobil di sebelahnya. "Eh, tapi emang bener sih, kita udah sampe," lanjutnya, masih memandang toko yang ada di seberang jalan itu.

Aku juga ikut memandang toko dengan pintu dan jendela full dengan kaca itu, membuat pakaian dan kain-kain bermotif yang dijual dan disewakan di dalamnya terlihat dengan jelas dari luar.

'Ah ... jadi itu toh tokonya bibi mereka. Lumayan besar juga, ya ....'

"Tunggu ...," jeda Harumi. "Kalau dipikir-pikir ... Nii-san udah ngomong berapa kata, ya, hari ini?" lanjutnya. Harumi meletakkan tangan kirinya di bawah dada untuk menopang tangan kanannya yang sedang memegang dagunya, memasang pose berpikir. Beberapa saat kemudian, ia kembali menatap Haru-senpai sambil menaik-turunkan alisnya dan tersenyum jahil.

Ah, aku bingung deh. Memang Haru-senpai itu sedingin apa sih biasanya? Ya emang sih ... saat pertama kali bertemu, Senpai terlihat cuek dan tidak peduli, tapi masa- Harumi sampai seheran itu? Ya sudahlah, bukan urusanku juga.

Haru-senpai yang sedang ditatap dengan jahil oleh adiknya itu hanya memasang muka cuek lalu mendengus kesal.

***

Mobil yang kutumpangi ini pun akhirnya terparkir dengan aman di parkiran yang sudah disediakan tersebut.

"Ayo turun," ucap Harumi dengan girang.

Kami pun keluar dari mobil dan melangkah menuju zebra cross yang telah disediakan.

Setelah berhasil menyebrang dengan selamat -walaupun Harumi agak sedikit ketinggalan karena keraguannya itu- akhirnya terpampang jelas papan nama toko yang bertuliskan kanji tersebut.

Saat kami sampai di depan pintu masuk dan membukanya, seorang wanita berjalan mendekat ke arah kami.

"Selamat datang, keponakan-keponakannya bibi." Wanita itu tersenyum ramah sambil melihat ke arah Suzuki bersaudara itu.

Seraya melirikku, bibi itu berkata, "Ah, kamu pasti Shakina, ya? Teman barunya Harumi?"

Aku membalas senyumannya. "Iya, Tante, mohon bantuannya," jawabku sambil membungkuk ke arahnya.

Kulihat wanita itu menatapku dengan senyuman yang masih terukir di wajahnya. "Semoga kamu bisa bekerja dengan senang hati, ya, di sini ...." ucapnya lagi.

Suasana hangat ini ... sangat membuatku nyaman.

✧✧✧✺✧✧✧







To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro