19. Di Luar Atensi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

5 tahun yang lalu.

Di Negeri Gingseng, LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer) bukanlah hal lumrah. Penduduknya masih banyak menganggap mereka mengalami kecacatan atau penyakit mental. Menimbulkan mereka yang mengalami masalah seksualitas terdiskriminasi. Menjadikan kebanyakan dari mereka mencoba menutup rapat-rapat, hingga bertahan hidup bertahun-tahun dengan was-was.

Layaknya Changyi, adik Jingmi menyembunyikan ketidaknormalannya dari keluarga, pula teman-teman sekolah. Ia mempunyai seorang pacar, lelaki pekerja teknik kontruksi yang berusia 6 tahun di atasnya. Suatu saat mereka berdua berseteru lama, hingga membuat kecewa dalam pacar Changyi, nekat membeberkan foto mesra mereka.

Awalnya membeberkan lewat satu teman kelas Changyi, perlahan menyebar lewat etstafet pesan Line, lambat waktu hingga hampir seantero murid BHS (Baekyeon High School). Bisik-bisik gunjingan untuk Changyi banyak terjadi di sekolah, koridor, kelas, kafetaria, toilet, dan hampir semua tempat di sekolah menjadi bahan gosip tentang kelainannya. Teman-temannya menjaga jarak pergaulan dengannya, takut-takut hanya sekedar untuk menyapa, takut-takut ibarat Changyi mempunyai sebuah penyakit ganas yang menular.

Walaupun Changyi murni darah Tiongkok, itu bukan suatu alasan murid-murid BHS lalai akan kerupawanan wajahnya. Ia menjadi salah satu ulzzang di BHS. Ia sangat populer karena itu, setelah berlabel menjadi adik Jingmi Dazzle. Ia juga pandai dalam jurusan pendidikannya, tari balet. Changyi ini, ia sungguh murid populer dan berprestasi di BHS.

Namun, setelah foto tersebut disebar, seolah langit ambruk begitu saja, menghancurkan kehidupan Changyi. Kehidupannya jelaslah tak sama lagi dari sebelumnya. Popularitas dan martabat di sekolahnya hancur, guru-guru tidak lagi melihat ramah ke arahnya, teman-teman selalu menatapnya takut, gunjingan terus mengalir hampir di setiap sudut BHS, dan kepercayaan dari keluarga yang mulai luntur.

Jingmi sebagai kepala keluarga pada saat itu--karena kedua orang tuanya sudah meninggal--jelaslah marah besar karena terlampau malu. Mengindahkan rengekan Changyi untuk pindah sekolah pula ia tidak mau. Pasalnya ia ingin Changyi bisa berubah, tidak lari dari masalah, memperbaiki citra. Alhasil, ia sering kali memaki Changyi dengan bahasa kasar sebagai pelampiasan kekesalannya.

Dan Mayleen yang pada saat itu sedang kuliah di Seoul National University, memilih membisukan Changyi di apartemen setiap harinya.

Perubahan besar-besaran kondisi kehidupan Changyi membuatnya depresi, apalagi ditambah Jingmi yang kerap memarahinya dan menuntut ia bisa berubah dengan cepat. Ia sangatlah merasa terasingkan di mana pun ia berada. Dan hanya satu sosok yang masih bisa menghargai dan memahaminya, ialah Jaehwan.

Peduli Jaehwan berbeda dengan Jingmi. Jika saja Jingmi peduli dengan cara yang keras dan terkesan sangat menuntut untuk berubah dalam jangka waktu pendek, Jaehwan tidak. Pemilik suara bass di Dazzle itu peduli pada Changyi dengan cara yang lebih lembut dan sabar.

"Aku sudah menghubungi Tuan Kim. Besok kau tidak usah sekolah. Kau akan menjalani terapi konversi untuk kali pertamanya besok siang," jelas Jingmi pada Changyi yang duduk di sofa depannya dengan menunduk dalam.

Changyi mengangguk pasrah, sedangkan Jaehwan menginterupsi.

"Terapi konversi?" timpal Jaehwan yang duduk di samping Changyi. Menatap ketidaksetujuan pada Jingmi.

"Hmm," jawab Jingmi tanpa membuka cakap.

Mayleen yang duduk di sebelah Jingmi hanya bisa diam, khidmat menyimak.

"Tidak, Jingmi-ya. Tidak seharusnya Changyi mendapatkan terapi konversi," sanggah Jaehwan. Kepala yang berambut merah menggeleng-geleng.

Jingmi menaikkan sebelah alis.

"Tidak seharusnya? Bicara apa kau ini, Jaehwan-ah?" Menyempatkan menghempas napas kasar. "Ya! Dia terkena gangguan mental seksual, sudah seharusnya dia menjalani terapi konversi."

Tampak bibir kenyal Jaehwan mengulas senyum masam.

"Tidak. Tidak, Jingmi-ya. Terapi konversi beresiko tinggi," elaknya lagi.

Changyi tak menyahuti sekata pun. Tetap menunduk dalam dan pasrah. Seperti pasrahnya Mayleen, membisu mendengarkan Jingmi dan Jaehwan berdebat.

"Memang. Tapi begitulah ganjaran yang setimpal untuknya. Dia sudah memalukan keluarga. Kau tidak tahu rasanya menjadi kami dengan tanggungan malu seperti ini, Jaehwan-ah," cecar Jingmi, lalu meraih kaleng hard drink di meja depannya.

"Tapi, Jingmi-ya ...." Jaehwan masih saja belum bisa menerima dengan lapang keputusan Jingmi untuk Changyi. Terapi konversi baginya sangatlah tidak bermoral dan tidak patut dilakukan.

Jingmi malas menanggapi Jaehwan. Ia sibuk membuka tutup kaleng hard drink-nya, menenggaknya perlahan.

"Kau setuju, 'kan, Mayleen-ie?" tanya Jingmi setelah usai menenggak hard drink, menengok ke arah Mayleen.

Mayleen tetap bergeming setelah menimpali lengokan Jingmi. Kedua netranya menyempatkan memutar, melihat Jaehwan yang langsung menggelengkan kepala, beralih ke Changyi yang seperti patung dengan terus menunduk dalam. Gamang menyusup kisi-kisi batinnya. Namun, perlahan ia hanya bisa pasrah mengangguk membuat keputusan.

Mendapati keputusan Mayleen, Jaehwan hanya bisa meneguk ludahnya. Pasrah dengan terapi konversi yang mempunyai poling lebih banyak untuk Changyi.

***

Terapi konversi adalah terapi penyembuhan yang bertujuan untuk membantu orang-orang gay, lesbian, dan biseksual dengan mengubah orientasi seksual mereka dari homoseksual yang penyuka sesama jenis menjadi heteroseksual yang penyuka lawan jenis. Menggunakan taktik non ilmiah yang kerap berbahaya untuk mencapai tujuan yang ada.

Metode aversi adalah yang paling banyak dijumpai dalam praktek terapi konversi yang dirancang sedemikian agar pasien meninggalkan kebiasaan yang tak diinginkan itu. Salah satu metodenya adalah dengan setrum dan sebagainya.

Namun, kebanyakan dari praktik yang ada, bukan kesembuhan yang terjadi. Justru pengalaman itu berdampak membuat mereka stres, layaknya Changyi.

Bahkan bukan hanya stress, keadaan Changyi semakin memburuk, ia kehilangan kepercayaan dirinya, membenci dirinya sendiri, merasa bersalah teramat dalam, hingga berhasrat bunuh diri dan beberapa kali terpergok melakukan kecenderungan bunuh diri itu.

"Sepertinya aku tidak bisa, Hyeong. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa keluar dari semua ini. Aku tidak bisa menjadi remaja normal seperti yang lain," keluh Changyi dengan mendesis kesakitan akan baretan luka di sebelah tangannya. Luka irisan pisau pada urat nadi, menjadikan darah segar mengalir banyak, terus menerus.

"Tidak. Kau bisa, Chagyi-ya. Selagi ada tekad dalam hatimu, kau pasti bisa," jawab Jaehwan seraya kedua tangannya terus menekan kuat nadi Changyi yang terluka dengan handuk pendek putih yang sudah memerah, ruah darah. Terus berjalan bersampingan keluar apartemen.

"Mayleen-ah, cepat buka pintunya!" titah Jaehwan tak sabaran, pada Mayleen yang masih tertinggal di belakang--tengah menelepon Jingmi dengan cemas.

Itu adalah percobaan bunuh diri Changyi pertama kalinya yang gagal karena ketahuan Jaehwan. Sebab itu, setelahnya, Jaehwan getol meminta Jingmi menghentikan terapi konversi Changyi yang tengah berjalan demi keselamatan mental Changyi.

Akhirnya, melalui banyak perdebatan, Jaehwan memenangkan sarannya. Beralih ke metode hipnoterapi klinis.

Beberapa hari kemudian, luka pergelangan tangan Changyi sembuh. Jaehwan ikut Jingmi pulang ke apartemen setelah mereka berdua latihan koreografi bersama member Dazzle lainnya untuk persiapan tampil di gelaran penghargaan musik tahunan. Mereka berdua pulang dengan membawa bulgogi halal untuk dimakan bersama Mayleen dan Changyi.

Setelah melibas habis bulgogi dan kenyang, Jingmi menyuruh Jaehwan untuk menginap di apartemennya karena sudah larut dini hari, tetapi Jaehwan menolak. Namun, lelaki berlesung pipit itu menyempatkan tiduran melepas penat di sofa apartemen yang ada sebelum pulang.

Malam ini, Jaehwan banyak merasa lega setelah beberapa hari pikirannya sungguh kacau. Kacau sebab memikirkan Changyi depresi dengan terapi yang ada. Pun kacau memikirkan seorang perempuan yang ditaksirnya sedang sakit gejala tifus, sendirian di kamar asrama kampusnya, tidak ada yang merawat. Tetapi itu tidak lagi setelah Jingmi mau mendengarkan menerima sarannya untuk Changyi beralih ke hipnoterapi klinis, akan dimulai minggu depan. Bertambah pudar kacaunya setelah mendapat kabar perempuan yang ditaksirnya itu sudah sembuh dan nafsu makannya sudah pulih.

Jaehwan yang sebelumnya menatap langit-langit apartemen seraya tersenyum-senyum sendirian, kini memutuskan memejamkan sepasang netra sipitnya. Ia ingin tidur sejenak. Dan jika kebablasan, tidak apalah akhirnya menginap.

Rasa bahagia yang menyusup hati dan pikiran, rupanya berhasil membuat Jaehwan terlelap cepat. Akhirnya ia tertidur di sofa. Menemukan kenyamanan dalam damai tak sadar yang ada.

Belum lama Jaehwan tertidur, mendadak terjeda paksa akan suara bariton Jingmi yang menghentak marah.

"Changyi-ya!"

Suara bariton Jingmi itu berhasil membuat Jaehwan mengerjap dengan malas, tetapi tetap ia lakoni untuk mengintai keadaan, takut Jingmi marah pada Changyi dengan melayangkan sebelah tangan kekarnya ke kepala adik lelakinya itu.

Terbuka sempurnalah kedua netra sipit Jaehwan. Tertangklah sebuah pemandangan yang membuatnya terkejut tak kepalang.

Sebuah pemandangan di luar atensi Jaehwan, yang mana wajah Changyi justru tengah berada sangat dekat dengan wajahnya.

____________

Notes:
Ulzzang= seseorang yang memiliki wajah yang sangat menarik, tetapi kebanyakan orang Korsel menggunakan istilah untuk menggambarkan orang-orang yang menjadi populer untuk penampilan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro