18. Cemas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Atmosfer lengang masih melingkupi Jaehwan dan Uzma.

Jaehwan, lelaki itu tengah berharap cemas mendengar jawaban Uzma perihal pertanyaannya yang membuat istrinya itu tertegun. Uzma sendiri, wanita mungil itu masih enggan membuka suara apa pun, egois menanti Jaehwan mengoreksi pertanyaan barusan yang menakutkan untuknya.

"Yeobo, kenapa tak kunjung menjawab?" Suara bass Jaehwan akhirnya menyusup atmoster lengang yang ada seraya mengeratkan genggaman tangannya.

Berhasil membuat Uzma mau tidak mau cepat tanggap.

"Pembunuh apa? Nyamuk? Cicak? Semut? Eh, atau malah kutu?" jawab Uzma diiringi senyuman geli palsu atas timpalannya.

Kukuh membisu, Jaehwan mengamat dalam wajah Uzma yang semringah menganggap pembahasan ini hanyalah kelakar. Namun, ia tahu betul, itu hanya dalih Uzma agar tak tampak terlihat was-was.

"Pembunuh orang," jelas Jaehwan kemudian.

Itu lolos membuat Uzma langsung mematung menatap Jaehwan. Mendadak ada ngilu di dada. Bayang-bayang tentang duganya selama ini sebab ketakutan Jaehwan semakin menghantuinya.

Jaehwan merasa iba sekaligus bersalah mendapati Uzma berlaku mematung kaget demikian, sekalipun ia belum menjelaskan apa-apa. Tetapi ia bisa merasakan, Uzma sudah paham apa yang tengah dibicarakannya.

"Mianhae. Jeongmal mianhae, Yeobo." Akhirnya terlesat permintaan maaf itu pada mulut Jaehwan. Suaranya serak mengiba.

Mendengar itu, Uzma semakin dihantui akan asumsi-asumsinya sendiri. Diawali meneguk ludah sebelum menanggapi permintaan maaf Jaehwan dengan gemuruh resah pikirannya.

"Apakah ini tentang Changyi?" selidiknya.

Sesuai atensinya perihal Uzma yang sudah paham arah pembicaraan, Jaehwan memilih mengangguk pelan.

Uzma tampak tidak bisa mengata apa pun dengan Jaehwan. Dadanya semakin ngilu saja. Memilih memalingkan wajahnya sesaat untuk membuang napas resah. Kukuh untuk tidak percaya akan pengakuan Jaehwan, tetapi gagal.

"Akulah yang menjadi muara alasan Changyi bunuh diri, Yeobo," ungkap Jaehwan dengan kedua netra sipitnya yang mulai mengembun, menanggung rasa bersalah yang menyesakkan dadanya.

Bayang-bayang asumsi Uzma semakin nyata sudah lewat suara bass Jaehwan itu. Merasakan genggaman tangan Jaehwan yang semakin mengeras di tangannya, menjadikannya peka, jika ketakutan suaminya datang lagi. Hingga akhirnya Uzma mengusaikan palingan wajahnya, kembali sedikit mendongak untuk menatap Jaehwan yang kedua mata jernihnya kini sudah mendung nian.

"Yeobo .... aku ...." Jaehwan ingin menjelaskan sesuatu, tetapi bibirnya kelu sekali hingga patah-patah begitu, berakhir embunan air mata yang perlahan jatuh.

Terenyuh semakin menyusup batin Uzma mendapati sikap Jaehwan yang tampak tidak berdaya akan dirinya sendiri. Memilih melepas paksa genggaman tangan Jaehwan. Sebelah tangannya itu digunakannya untuk meraih belakang leher Jaehwan, mengomando agar Jaehwan kembali bersandar ke sebelah bahunya seperti sebelumnya.

Jaehwan menangis deras tanpa suara dengan kepala bersandar ke sebelah bahu Uzma. Air matanya berhasil membasahi wol sweater Uzma seiring sebelah tangan Uzma yang sudah menyusur ke punggungnnya, mengelusnya lembut.

"Menangislah sampai kau merasa lega. Tidak apa-apa," bisik Uzma yang kini sudah tertular menangis tanpa suara Jaehwan.

"Kau bukan pembunuh, Yeobo. Changyi mengakhiri hidupnya karena bunuh diri. Bukan karena kau. Yang menjadi penyebabnya bukanlah kau, tetapi keputusasaannya sendiri. Bukan kau. Sungguh bukan kau. Jangan salahkan dirimu." Uzma terus membisiki Jaehwan untuk menenangkan. Bukan semata-mata untuk menenangkan Jaehwan, pula untuk dirinya sendiri yang masih belum terima akan pengakuan Jaehwan.

***

Uzma mencoba menenangkan Jaehwan dengan membuatkan secangkir gingseng madu panas. Meletakkan secangkir gingseng madu yang masih mengepul ke meja di depan ruang keluarga. Mengalihkan perhatian Jaehwan yang tampak tengah duduk di sofa dengan membungkuk dalam mengamati kaki meja kayu di depannya.

"Apa yang sedang kau lakukan, ya?" selidik Uzma setelah meletakkan cangkir ginseng madu, duduk di samping Jaehwan.

"Aku hendak membukanya," timpalnya setelah menengok sesaat ke arah Uzma.

"Ah, aku akan meminum gingseng madu buatanmu dulu, baru aku membukanya," koreksi Jaehwan dengan sebelah tangan meraih cangkir gingseng madu untuknya.

Uzma belum paham akan apa yang tengah dikatakan Jaehwan. Menaikkan sebelah alisnya seraya mencicit, "Memang apa yang akan kau buka?"

Jaehwan yang tampak kesusahan menyesap ginseng madu karena terlalu panas, melirik ke arah Uzma setelah sedikit menjauhkan bibir cangkir dari mulutnya dengan kepulan hangat yang menjalar ke area wajah.

"Kau pasti belum tahu jika meja itu di dalamnya terdapat sesuatu, Yeobo," jawabnya, lalu mencoba menyesap gingseng madu lagi dengan susah payah.

Uzma masih saja belum bisa mencerna dengan baik. Mukanya tampak meraut bingung. Menaikan sebelah alis lagi dengan mencicit, "Maksudnya meja itu bisa dibuka dan di dalamnya terdapat barang-barang yang kau simpan? Begitu?" Seraya mengamat meja kayu horizontal warna hitam di depannya.

Menyempatkan meneguk cairan gingseng madu di rongga mulut, kemudian Jaehwan mengangguk pelan.

"Ternyata diam-diam kau suka menyembunyikan sesuatu," asumsi Uzma dengan kedua netra berkaca mata yang ia picingkan ke arah Jaehwan.

Membisu, Jaehwan menyesap gingseng madunya sekali lagi, kemudian memberikannya pada Uzma untuk tetap dipegang, tidak diletakkan di meja.

Kemudian, tampak Jaehwan membuka bagan tutup atas meja horizontal di hadapannya setelah membuka kuncinya. Kedua tangannya memindahkan lempengan atas itu yang kini terlepas sempurna ke lantai. Terlihatlah ada apa di dalam meja itu yang selama ini tersembunyi dari ketahuan Uzma.

Kamera polaroid, sebuah album foto tebal, bingkai foto, buku-buku bacaan, bahkan hingga benda-benda kecil seperti pulpen dan gantungan kunci, tersimpan rapi dalam meja horizontal yang kini ditangkap oleh netra Uzma. Dan ada satu benda yang hendak luput Uzma perhatikan, benda familiar yang beberapa hari lalu ia curigai; sarung tangan hitam Ant-Man pun ada di situ.

"Yeobo ...," panggil Uzma dengan kedua netra tak bisa lepas dari sarung tangan hitam Ant-Man yang terselip di antara kamera polaroid dan album foto.

Jaehwan menengok ke arah Uzma setelah ia berhasil meraih bingkai foto berukuran 10R.

"Lihat ini," perintah Jaehwan, tak acuh akan kepentingan Uzma memanggilnya yang belum tahu ada apa.

Secara alami, atensi Uzma pada sarung tangan Ant-Man teralihkan ke arah sebuah bingkai foto 10R yang tengah dipangku Jaehwan. Kedua kelereng cokelat tua matanya langsung bisa mengenal potret siapa saja yang ada di dalam foto berbingkai di pangkuan Jaehwan. Ada empat orang di sana dengan pose yang cukup unik; serempak menengok ke sebelah kanan dengan mengikuti pola barisan di depannya, dengan formasi Mayleen berdiri paling depan, dibuntut Changyi, Jaehwan, lalu Jingmi.

"Ini Mayleen, 'kan?" selidik Uzma dengan sebelah tangan--yang tidak memegang cangkir gingseng madu--menyusur ke foto di pangkuan Jaehwan, menyentuh potret wajah Mayleen yang tersenyum lepas, rambut hitam bergelombang yang tampak beringsut terhempas angin.

"Iya, itu Mayleen," jawab Jaehwan.

"Dan di belakang Mayleen persis ini adalah Changyi," lanjutnya seraya telunjuk tangannya menunjukkan foto Changyi pada Uzma.

Sebenarnya Uzma sudah paham dari awal, memilih tanggap dengan mengangguk pelan. Netranya terus mengamat foto yang dipamerkan Jaehwan itu, foto empat sahabat dengan senyum lepas terbaik mereka masing-masing. Tak luput, pikirannya kembali menerka-nerka; ada apa di masa lalu hingga berhasil menghancurkan salah satu senyuman mereka itu menjadi seringai benci.

Jaehwan sendiri, lelaki berambut blonde itu tampak melamun dengan terus mengamat foto lama di pangkuannya. Serebrumnya baik hati sekali dengan langsung merambahkan ke kenangan manis yang ada dalam potret. Kenangan pada saat musim gugur di Taman Nasional Bukhansan, saat dirinya menjadi sosok trainee agensi History Entertainment, hingga merambah lagi ke bagaimana cara ia dengan Jingmi bisa begitu dekat, dulu.

Kedekatannya dengan Jingmi, tak lain berawal dari rute subway kepulangan mereka yang sama saat menjadi trainee. Kebetulan ia memiliki masalah minim dalam menari, sedangkan Jingmi sangat mahir, karenanya ia kerap bertanya perihal itu pada Jingmi dan tak jarang juga menuntut Jingmi untuk meluangkan waktu mengajarinya di luar waktu latihan. Hingga semakin dekat dengan sering berkunjung ke apartemen Jingmi, pula ke rumahnya dulu di Seoul saat Umma belum pindah ke Busan. Menjadikannya mengenal baik dengan Mayleen dan Changyi. Pun sebaliknya dengan Jingmi, menjadi mengenal baik dengan Umma-nya dan Yoon Ah.

"Yeobo ...," sebut Uzma, memecahkan lamun Jaehwan.

"Hmm?" sahut Jaehwan dengan beringsut menatap balik Uzma.

"Tidak ada apa-apa. Hanya saja kau terus melamun," akui Uzma akan sikap Jaehwan.

Jaehwan baru sadar akan lakunya yang menganggurkan Uzma cukup lama, memilih mengurvakan bibirnya canggung sebagai jawaban terbaik.

"Jadi, kau mau bercerita lewat mana sekarang, hmm?" selidik Uzma.

"Kau jadi menceritakannya malam ini, 'kan?" lanjutnya dengan kedua tangan kini memegang cangkir gingseng madu yang sudah mengepul lemah.

Jaehwan mengangguk pelan ke arah Uzma. Kemudian, perlahan telunjuknya kembali menunjuk ke arah wajah Changyi yang tersenyum lepas di belakang Mayleen.

"Kita langsung saja membahas Changyi, Yeobo," ucapnya.

"Baik," singkat Uzma yang kini netranya fokus ke arah wajah Changyi yang ditunjuk Jaehwan.

Menggeming sesaat, Jaehwan menatap dalam wajah semringah Changyi dalam foto dengan kembali menyendu. Lalu menyibak poni rambut blonde-nya sebelum menatap kembali Uzma yang tengah khidmat menanti ia bercerita. Di detik kemudian, ia menarik napas dalam untuk mengucapkan satu kalimat pembuka ceritanya malam ini pada Uzma.

"Changyi ini, dia bukan remaja normal seperti teman-temannya di sekolah. Dia ..." Jaehwan mengambangkan kalimatnya. Masih enggan membuka satu fakta tersebut.

"Dia?" pancing Uzma akan terka. Semakin khidmat menatap Jaehwan dengan bibir kenyal lelaki itu yang terkelu untuk meneruskan kata.

"Dia ...," ulang Jaehwan lagi, mengambang.

Uzma meraut bertambah penasaran.

"Dia ini seorang gay, Yeobo." Nada bass Jaehwan akhirnya menyempurnakan pembuka ceritanya perihal Changyi.

Berhasil membuat kedua manik mata Uzma yang mengenakan kaca mata cat eye membulat. Menggumam lirih, "Gay?"

______________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro