23. Wanita Mirip Helwa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Paginya saat suhu udara sudah menghangat, Uzma malas sekali mendengar suara bass itu menanyakan perihal perasaan. Kukuh membisu dengan tangannya menuangkan sup bakso sapi panas ke mangkuk untuk Jaehwan.

"Apa sulitnya kau mengatakan 'aku mencintaimu' kepadaku, hmm?" cicit Jaehwan, kedua netra sipitnya menyoroti wajah Uzma yang tengah menunduk menuangkan sup bakso sapi ke mangkuk itu.

"Cinta adalah perbuatan, bukan kata-kata," jawab Uzma yang kini selasai menuangkan sup, memberikan pada Jaehwan, duduk di kursinya, menyempatkan membenahi letak poni rambut yang sudah panjang terberingsut.

"Itu memang benar, tetapi bukankah lebih baik justru keduanya, perbuatan dan kata-kata, itu indah sekali," ungkap Jaehwan, masih menganggurkan sarapannya, menatap Uzma di hadapannya yang sudah mulai menyuap sarapan miliknya.

"Seperti aku, perbuatan iya, kata-kata juga iya," lanjutnya. Masih enggan memulai sarapan.

Uzma jengah sekali dengan percakapan macam ini, sebab adalah pembahasan dari tadi malam yang tak kunjung berujung. Ingin sekali memerintah Jaehwan untuk diam, tidak mengungkit cinta yang indah dengan perbuatan dan kata-kata.

Padahal mudah nian mengatakan "aku mencintaimu" pada Jaehwan, hanya saja ia belum tergetar hatinya untuk mengungkapkan itu, tepatnya ia ingin mengatakannya kala cintanya sudah sempurna.

"Semoga di ulangan tahunku besok, kau mau memberiku pengungkapan itu sebagai hadiah, Yeobo," ungkap Jaehwan sebelum mulai menyuap sarapan.

Mulut Uzma masih penuh oleh nasi, menuntaskan unyahan, menelan sempurna, baru menimpal, "Semoga, ya ...." Mengulas senyum jail.

Ekspresi Jaehwan yang tengah menggigit bola bakso berubah muram, menatap masygul Uzma.

Dan senyum jail Uzma berubah geli.

"Bukankah saranku benar? Dengan berdoa, kau mempunyai peluang untuk diijabkan. Jika pun tidak, kau akan mendapatkan pengganti terbaiknya," sahut Uzma sembari tangan kanannya mengambil jamur crispy, melahapnya.

Iya, perkataan Uzma itu valid, menjadikan Jaehwan tidak bisa mengelak lagi. Namun, masih bisa mengerjai Uzma.

"Baiklah, Bu Ustadzah," ledeknya itu.

Tepat sekali lontaran ledekan itu, Uzma langsung melototi Jaehwan.

Rapper Dazzle ini menahan tawa di saat kemudian.

***

Hari berjalan sebagaimana mestinya. Musim panas tergulir musim gugur.

Pepohonan maple di pinggiran jalan tampak merubah warna daunnya; dari hijau menjadi kuning, oranye, merah. Kemudian menggugur, terserak ke tanah, sesekali terhempas angin yang kering. Tak luput, bunga kenikir putih, jingga, justru mekar indah di saat ranggasnya pepohonan itu.

Di suasana inilah, momen yang ditunggu-tunggu oleh Ray pun tiba. Comeback Dazzle yang ke 9.

Uzma belum habis pikir dengan kenyataan lagu yang kini tengah di dengannya dalam perjalanan ke supermarket, di malamnya Seoul. Lagu yang digubah bersama semua member Dazzle. Lagu yang menyerukan perdamaian, tetapi justru percerai beraian menyelimuti mereka, tepatnya perseteruan Jaehwan dan Jingmi yang tindak kunjung redam.

Namun, mungkin memang beginilah yang dinamakan profesional, mereka tetap bisa tumbuh tanpa menyaut-pautkan masalah pribadi yang ada.

Barangkali seperti dirinya yang suka menulis dengan terdapat satu atau beberapa tokoh bijak, bukan berarti ia sebijak tokoh yang dibangunnya itu, yang kadang pula dibuat terlalu berkarisma, arif, dan karakter baik lain. Bukan. Tetapi memang begitulah menulis, 'kan? Pada akhirnya, si penulis mempunyai tuntutan moral yang harus diberikan kepada pembaca lewat sekumpulan kalimat dengan plot yang ada agar tidak terasa hambar, apalagi dikata sia-sia.

Pengertian dan pemahaman baik tersirat maupun tersurat yang haruslah diberikan dalam sebuah karangan untuk siapapun yang membaca, tak peduli si penulis berjiwa baik atau pun tidak seperti tokohnya atau petuah dalam sajak-sajak puisinya.

Kadang, Uzma juga sempat berpikir, apakah ia munafik dengan menulis karakter tokoh menakjubkan akan budi pekerti, kelapangan hati, dan ragam baik lainnya, sedangkan dirinya jauh dari karakter itu? Apakah pantas ia menulis hal baik melebihi sesuatu di luar batas perilakunya yang masih penuh kekurangan?

Semua itu cukup membuatnya resah pada masanya, hingga pada akhirnya ia menemukan jawaban, jika menulis sesuatu yang baik jelaslah lebih baik daripada yang tidak. Menulis yang baik juga bisa menjadi ladang doa untuk diri sendiri, wawas diri, pun semua ajaran agama bahkan menyerukan untuk saling memberi hal yang baik; saling menasihati, mengingatkan, salah satunya bisa diaplikasikan dengan tulisan.

Barangkali, begitu juga yang ada dalam diri Jaehwan dan Jingmi itu. Lewat lagu Hug, semoga dua sahabat itu bisa segera berdamai, saling memeluk lagi; dalam arti "saling mendukung dan menguatkan satu sama lain", seperti dulu.

Perjalanan malam ke supermarket sampai. Uzma dan Jihan Ahjumma--pembantu rumah tangga--segera turun dari mobil setelah merapat ke parkiran.

Banyak yang dibeli Uzma malam ini untuk mengisi pantry-nya yang nyaris kosong; rempah-rempah, sayur-mayur, buah-buahan, hingga daging sapi halal untuk membuat rendang besok sesuai janjinya kepada Jaehwan.

Dengan earphone masih menyumpal kedua telinganya yang tertutup hijab biru laut, Uzma riang memilih buah-buahan segar, memasukkannya ke dalam keranjang belanja seiring dengan lantunan bait Without You yang terputar.

Karena liriknya dikarang oleh Jaehwan, Uzma menjadi merasa sepenuhnya lagu yang tengah didengarnya kini berisi pengungkapan Jaehwan untuknya.

Sebuah lagu yang mengisahkan tentang seseorang yang tidak bisa hidup tanpa cinta sejatinya.

"Annyeong ...."

Suara wanita di samping Uzma menyapa.

Uzma menengok ke arah wanita tinggi semampai di sampingnya. Mengulum senyum. Hendak cepat tanggap menyapa balik, tetapi mendapati wanita itu adalah Mayleen, entah kenapa ia jadi menjedanya dengan tegun.

"Hmm, annyeong," timpalnya di sesaat ke depan. Lantas menyempatkan mencopot sumpalan earphone di telinganya.

"Senang bertemu denganmu di sini, Uzma-ya," cakap Mayleen dengan bibir merah ranumnya.

"Sama. Aku juga senang bertemu denganmu di sini, Mayleen-ah," sahut Uzma, "Bagaimana kabarmu, sehat, 'kan?"

"Iya, seperti yang kau lihat, aku sehat sekali," kata Mayleen sembari menyelipkan poni rambut panjangnya ke sudut telinga.

Seiring kembangan senyum yang ada, Uzma mengulas singkat penampilan awal musim gugur Mayleen, si model rookie yang sedang menuai banyak perhatian publik. Gaya simpel dengan sweater putih dipadu dengan long pants motif garis abu-abu, serta gaya rambut hitam bergelombang tergerai, sebelah tangan menyangking keranjang belanja berisi buah pir dan alpukat.

Satu kesimpulan atas apa yang ia dapatkan dalam memerhatikan Mayleen; cantik sekali dengan wajah oriental khas Tiongkok.

"Kau sendiri, sehat, 'kan?"

"Iya, seperti yang kau lihat."

"Bagaimana dengan Jaehwan Oppa? Dia juga pasti sehat, 'kan?"

Perihal barusan Mayleen menanyakan keadaan Jaehwan berhasil membuat Uzma masygul, ingin mencicit "untuk apa kau menanyakan suamiku?" tetapi jelaslah ia engkan, memilih menjawab seadanya.

"Iya, suamiku juga sehat sekali. Dia sangat mengatur pola makannya akhir-akhir ini untuk kesehatannya, pula dengan rutinitas olah raga untuk kebugarannya comeback Dazzle sekarang."

Mayleen mengangguk pelan.

"Aku sudah melihat video musik Hug. Tubuhnya tampak lebih atletis dan kemampuan menarinya juga semakin baik. Dan ya, aku sangat menyukai gaya rambut hitam comma hair-nya yang semakin boyfriend material." Tertawa kecil sembari menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

Uzma kian masygul saja dengan omongan renyah Mayleen. Setelah berkomentar perihal penampilan Jaehwan, lantas seenaknya menautkan semakin boyfriend material. Omongan macam apa ini, sopan sekali membawa topik demikian kepada dirinya yang menjadi istri Jaehwan.

Alhasil, Uzma memilih tersenyum tipis untuk menyeimbangkan tawa kecil Mayleen.

Ah, barangkali sebab fakta yang ada pada Mayleen sebagai bukan hanya berstatus penggemar, tetapi mantan kekasih Jaehwan juga, membuat Uzma risih mendengar omongan Mayleen yang sebetulnya hanya kelakar di letak boyfriend material itu. Jika saja bukan Mayleen, penggemar Jaehwan pada umumnya, sepertinya Uzma tidak akan tetiba sekesal ini.

"Jaehwan Oppa itu sangat baby face. Cukup heran sama dia, umurnya sudah di atas 30, tetapi wajahnya seperti mereka yang kisaran 25 hingga 27 tahun," cicit Mayleen.

Dan lagi, Uzma memilih tersenyum tipis. Kemudian sepasang netra cokelat tuanya yang terbalut softlens menangkap seorang wanita yang cukup familiar radius 7 meter darinya.

Mayleen masih mengoceh, tetapi Uzma abai akan itu, malah acuh dengan wanita familiar yang tengah menjadi bagan rumit untuk diingat, perihal siapa.

Wanita yang tampak seumuran dengan Uzma di seberang, tengah memilih-milih sayuran segar dengan trench coat warna khaki, rambut hitam sebahu.

Terus memutar otak untuk mengingat, hingga tibalah pada titik wanita tersebut rampung memilih sayuran, hendak ke rak display lain.

Beringsut untuk berpindah tempat, wanita berambut hitam sebahu itu mengubah arah ke samping, lantas menemukan selidikan sepasang mata Uzma dari jarak 7 meter yang ada.

Tatapan mereka berdua saling bertumpu.

Uzma akhirnya mengingat siapa wajah familiar itu, memanggil satu nama, "Helwa-ya."

Tampak wanita berambut hitam sebahu itu menegun dengan muka tertekuk. Gesit merarik tatapannya pada Uzma, berbalik arah untuk pergi menjauh.

Uzma meneguk ludahnya. Ia masih belum percaya jika itu adalah Helwa dengan kepala tanpa hijab.

Semakin mengabaikan Mayleen, Uzma gesit meninggalkan adik Jingmi dengan Jihan Ahjumma, mengejar wanita yang dikiranya Helwa.

Penasaran sekali Uzma untuk memastikan, apakah barusan itu benar Helwa? Jika iya, kenapa Helwa menanggalkan hijabnya? Apakah sahabatnya itu sedang mempunyai masalah? Atau apa?

Uzma sangat membutuhkan kepastian. Pula penjelasan jika apakah itu benar Helwa. Menggebu-gebu seiring dengan derap lirih langkah kaki. Tetap berharap, wanita barusan bukanlah Helwa. Mirip Helwa. Semoga.

_____________

Translate:
Ahjumma= bibi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro