22. Harapan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kembali ke masa kini.

Halo, Jaehwan Hyeong.

Kenapa kau masih mendiamkanku? Kau tahu, aku merasa begitu kehilangan sosok yang bisa dipercaya selama tiga hari ini.

Mianhae, aku tahu kau sangat marah kepadaku. Tapi kupikir, kau akan memaafkanku.

Nyatanya, aku sungguh salah. Kelakuanku kemarin itu sungguh di luar batas. Membuatmu membenciku. Iya, itu memang pantas untukku.

Jujur, aku ingin sekali berubah, Hyeong. Namun, keluar dari semua ini sungguh sulit, pula menyakitkan, apalagi terapinya Tuan Kim, aku membencinya.

Ketika aku mendengar hipnoterapi klinis ajuanmu dan disetujui Jingmi Hyeong, itu membuatku sedikit lega. Namun, aku tetap ragu, apakah aku sungguh bisa?

Hyeong, aku merasa lelah dengan semua keadaan yang menimpaku. Mianhae, aku tidak bisa menjadi sosok Changyi yang normal. Aku tidak bisa menjadi sosok Changyi yang tidak memalukan. Aku putus asa. Aku merasa aku tidak bisa keluar dengan cepat seperti yang Jingmi Hyeong mau. Aku tidak bisa.

Terima kasih atas segala kebaikan yang telah kau berikan kepadaku, Hyeong. Mianhae, aku berkali-kali membuatmu kecewa, hingga kemarin yang paling mendalam. Aku ini memang sungguh terkutuk.

Aku sudah lelah dengan seluk beluk rasa dalam dunia ini. Aku ingin menyamankan orang-orang yang kusayangi yang berada di sekitarku dengan melesapkan diri ini yang sungguh tidak berharga. Aku ingin membuat kau bahagia. Begitu dengan Jingmi Hyeong dan Mayleen Noona. Pula mendiang ayah dan ibu yang sudah pergi dari dunia ini lebih awal. Dan mereka, guru-guru dan teman-temanku di BHS yang selalu risih denganku.

Jaehwan Hyeong, jaga baik-baik kedua kakakku, ya? Katakan pada mereka, aku menyayangi mereka, bukan sebaliknya seperti yang mereka asumsikan. Sampaikan pula maafku untuk mereka.

Gomawo ....

Mianhae ....

Selamat tinggal, Jaehwan Hyeong.

Pesan suara dari Changyi di ponsel Jaehwan habis sudah.

Atmosfer ruang keluarga rumah Jaehwan mendadak lengang. Hanya terdengar deru napas teramat lirih milik Jaehwan dan Uzma.

"Kau sudah mendengarnya barusan, yeobo. Inilah alasan aku ketakutan selama ini, merasa bersalah berlebihan, mengandai-andai ke masa lalu itu untuk memperbaiki segalanya untuk memaafkan dan berbaikan dengan Changyi lebih awal," keluh Jaehwan. Diselingi dengan menyeka basahan air mata di kedua pipinya dengan sebelah tangan.

Uzma bergeming khidmat dengan masih sedikit mendongak menatap Jaehwan, dengan kilatan matanya yang mengiba.

"Tapi apa yang bisa aku lakukan sekarang? Changyi sudah tiada sebelum aku memaafkannya secara sempurna. Sebelum dia menjalani hipnoterapi klinis yang sudah kubayangkan sedemikian hingga bisa sembuh total. Sebelum keluarga kecilnya bersama Jingmi dan Mayleen harmonis lagi. Aku sungguh terlambat dengan semuanya, Yeobo. Akulah yang membunuh masa depan Changyi, kebahagiaannya, bahkan kebahagiaan keluarganya, serta membunuh nyawanya. Andai saja aku ...."

Jaehwan tidak bisa bicara lagi. Kedua pipinya yang baru saja diseka, basah lagi dengan cairan bening yang keluar deras dari kedua netranya. Poni rambut blonde-nya, pelipis, serta lehernya berkeringat karena tegang berlebihan beberapa saat lalu saat menceritakan kisah Changyi. Dadanya terus menyesak sesal, egois mengandai-ngandai bisa ke masa lalu untuk memperbaiki segalanya, berakhir mengutuk dirinya dengan kejam.

Tatapan Uzma jatuh ke arah kedua tangan kekar Jaehwan yang kini saling mengepal kuat menahan emosi. Menyempatkan menaruh ponsel Jaehwan di tangannya ke meja yang sudah kembali ditutup, meraih kepalan tangan suaminya itu, mengurainya, lantas menyimpulnya dengan jari-jari tangannya yang lentik mendusel paksa ke sela-sela jari tangan kekar yang ada.

"Tidak apa-apa. Jangan salahkan dirimu," ungkap Uzma setelah berhasil menggenggam kedua tangan Jaehwan dengan jari-jari tangannya diselipkan ke sela-sela jari tangan Jaehwan itu.

Masih kalut sendirian. Kepala Jaehwan menunduk dalam sembari kini menatap genggaman tangan mungil Uzma di kedua tangannya yang besar, di atas kedua kakinya yang terlipat--duduk bersila berhadapan dengan Uzma.

"Jangan salahkan dirimu. Kumohon, Yeobo ....," rintih Uzma seraya menatap wajah Jaehwan yang masih menunduk dalam dengan poni rambut blonde yang menjuntai.

"Jebal .... Ada aku di sini .... Aku akan terus mendukungmu .... Kau tidak bersalah atas kematian Changyi. Ini sudah qodarulloh. Kumohon jangan salahkan dirimu ...." Bibir kenyal Uzma terus merintih demikian agar Jaehwan bisa tenang. Kedua netra cokelatnya mengembun.

"Istighfar, Yeobo. Tidak apa-apa. Kau tidak bersalah. Sungguh ...."

Kukuh menunduk dalam dengan air mata terus keluar dari kelopak matanya. Mengikuti instruksi Uzma untuk beristighfar, mengucapnya berulang-ulang dalam benak, berhasil perlahan-pelan membuatnya tenang.

Sesaat kemudian, tampak Uzma menarik sebelah tangan Jaehwan yang masih digenggamnya itu, mendaratkannya ke sebelah pundaknya.

"Tatap aku, Yeobo," perintah Uzma, berhasil membuat Jaehwan mengangkat dagunya perlahan, menatapnya dengan kedua pipi masih basah.

"Kau bisa bersandar pada bahuku kapanpun kau mau. Dan sesibuk apa pun aku, aku akan meluangkan waktuku untukmu jika kau membutuhkanku, menenangkanmu. Aku bukan orang lain. Aku adalah istrimu. Aku adalah orang pertama yang akan memperthatikanmu di dunia ini."

Sambungan kata-kata Uzma barusan menyejukkan hati Jaehwan, ditambah lengkungan bibir kenyal Uzma kini, sempurna menenangkan. Hingga akhirnya Jaehwan menyandu menatap Uzma dengan gaya lamun, sampailah pada Uzma mengeluh.

"Kenapa kau masih diam?"

Enggan menyakap, terlalu asyik menatap furnitur wajah Uzma, memilih menaikkan sebelah alisnya.

"Kemarilah, Yeobo," perintah Uzma seraya mengetukkan genggaman tanganya di sebelah bahunya itu.

Dengan kedua pipi yang masih tersisa basahan tipis, Jaehwan mengulum senyum, lesung pipitnya tampak. Bergerak mengurai genggaman tangan Uzma. Beringsut mengindahkan titah Uzma, memeluk tubuh mungil itu, menyandarkan ceruk lehernya ke sebelah bahu Uzma.

"Gomawo, Yeobo," ujarnya itu.

***

Setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Jaehwan, ketakutan yang selama ini disembunyikan, Uzma merasa lega karena kematian Changyi bukanlah murni kesalahan Jaehwan. Kematian Changyi jelaslah tertimbul dari banyak faktor, tak luput Jingmi dan Mayleen yang menjadikan remaja malang itu tertekan nian.

Jelaslah tertekan sekali. Di luar apartemen, Changyi mendapatkan kebencian nyaris oleh seluruh guru dan siswa BHS. Lalu di apartemen dengan keluarga sendiri tempatnya untuk berpulang dan berkeluh kesah; ia justru didiamkan oleh Mayleen, kemudian Jingmi yang kerap melontarkan kata kasar kepadanya, memberinya terapi konversi, menuntutnya cepat bisa sembuh.

Changyi stres. Puncaknya ketika Jaehwan marah, mendiamkannya hingga tiga hari, membuatnya kehilangan sosok yang bisa dipercayai, mengutuk diri sendiri dengan kejam atas kesalahannya. Putus asa. Melenyapkan hidupnya.

Menonjollah Jaehwan akan muara penyebab kematian, padahal bagi Uzma, peran Jingmi dan Mayleen tak kalah besar. Kedua kakak itu seharusnya lebih bisa mengayomi adiknya lebih baik dari Jaehwan, bukan sebaliknya.

Dan semuanya justru menjadi terbalik, Jingmi menyalahkan sepenuhnya pada Jaehwan penyebab kematian Changyi setelah pulang dari Shanghai hingga kini.

Helwa-ya, aku belajar malam ini tentang betapa berharganya arti sebuah memaafkan. Memaafkan untuk orang lain, pula memaafkan diri sendiri.

Atas apa yang terjadi pada suamiku itu, aku menjadi paham bahwa cepat bisa memaafkan seseorang memanglah yang terbaik; untuk kedamaian diri sendiri, pula untuk memberikan ketenangan mereka untuk tumbuh, bagi mereka yang sungguh-sungguh memahami berharganya pemaafan ini.

Dan ternyata aku juga menjadi sadar, dalam suatu kondisi, memaafkan diri sendiri bisa menjadi suatu yang paling pelik. Dan beginilah sosok Yusuf selama 5 tahun terakhir ini hidup. Semoga dia bisa cepat memaafkan dirinya sendiri. Bantu aku doa, Helwa-ya.

Uzma menghentikan ketikannya akan pesan-pesan lewat Instagram pada Helwa. Akan pesan yang sebelumnya ia juga sudah mengirim pesan suara pada Helwa, curhat perihal rahasia Jaehwan selama ini yang mungkin, jika suaminya tahu ia curhatkan kepada Helwa tak akan suka. Tapi untuk satu ini ia tidak peduli, ia sudah terlalu nyaman dengan Helwa sebagai sosok yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, pula dari dulu hingga sekarang ia tidak mempunyai kendala akan itu.

Mengabaikan ponsel di tangannya, tatapan Uzma beralih ke arah pantulan cermin meja rias di hadapan.

"Kenapa kau belum tidur duluan, Yeobo?" bass Jaehwan sesudah keluar dari kamar mandi, mengenakan bathrobe abu-abu, sebelah tangannya tengah mengeringkan rambut yang basah dengan handuk.

Uzma menengok ke arah Jaehwan yang sedang berjalan ke arahnya di kursi rias.

"Aku menunggumu," saksinya. Kemudian menilik ponselnya, menutup laman Instagram dengan Helwa yang memang dari awal sahabatnya itu tidaklah online.

"Seharusnya kau tidak menungguku. Ini sudah dini hari, Yeobo," omong Jaehwan ketika sampai di belakang Uzma, menatap Uzma lewat pantulan cermin.

"Tapi aku inginnya menunggumu, bagaimana lagi," timpal Uzma sembari menaruh ponselnya ke meja rias.

Merasa tersanjung, Jaehwan mengulum senyum. Menghentikan laju mengeringkan rambut. Beringsut mendaratkan ceruk lehernya ke sebelah bahu Uzma yang kini terbalut kain nightrobe merah.

"Gomawo karena selama ini kau mau menerimaku, Yeobo," bisik Jaehwan seraya tetap mengamat Uzma lewat pantulan cermin.

Seiring dengan aroma mint shampo Jaehwan yang merambat ke penciumannya, serta sebagian sebelah pipinya yang berasa dingin terkena rambut Jaehwan, Uzma menimpali tatapan suaminya itu di pantulan cermin.

"Sama-sama. Terima kasih juga telah mau menerimaku," sahutnya, "Kumohon, maafkan dirimu sendiri, Yeobo. Jika Changyi tahu kau hidup seperti ini, dia pasti akan lebih merasa bersalah. Semua ini sudah menjadi qodarulloh. Sungguh jangan salahkan dirimu. Jadikan saja wawas diri semua itu, ya? Dan perihal persahabatanmu dengan Jingmi, aku yakin pasti akan membaik seiring berjalannya waktu."

Jaehwan membisu, memilih kukuh menatap lewat pantulan cermin wajah Uzma yang rambut hitamnya sudah tergerai indah, sebelum akhirnya menyakap sesuatu.

"Aku berjanji akan terus berusaha memaafkan diriku, Yeobo. Aku juga berjanji akan menjadi Jaehwan yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dan menjadi Yusuf yang bisa membuat sosok Rosymina Uzma jatuh cinta berkali-kali secara sempurna, menjadi Yusuf yang lebih berharga untuk wanita mungil ini," ikrar dan asanya.

Bibir Uzma melengkung. Semoga saja, suatu saat nanti, ia bisa jatuh cinta berkali-kali pada suaminya dengan cinta yang sempurna.

_______________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro