27. Liburan ke Turki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Akhirnya Jaehwan dan member Dazzle lain sudah dapat menghela napas liburan setelah tur konser dunia yang sangat melelahkan.

Mengisi waktu liburan, Jaehwan berlibur bersama Uzma ke Negeri Kebab, alias Turki.

Hari pertama di Istanbul, mereka memulainya ke Hippodrome, sebuah monumen tinggi yang letaknya persis di depan Masjid Biru. Kemudian jelaslah beralih ke Masjid Biru itu, lantas ke Hagia Sophia yang bangunannya hanya dipisahkan oleh taman dan air mancur.

Selain menjadi ikon wisata populer di Istanbul, Hagia Sophia adalah salah satu saksi bisu sejarah panjang pemerintahan Turki dan menjadi ikon penguasa sekaligus kepercayaan; mulai dari fungsi katedral Kristen Ortodoks di bawah kekaisaran Bizantium, dialih fungsikan menjadi masjid saat pemerintahan Kekhalifahan Ottoman, memasuki era Turki modern menjadi museum pada pemerintahan sekuler Mustafa Kemal Ataturk, dan dialih fungsikan lagi saat pemerintahan Recep Tayyip Erdogan menjadi masjid.

Bangunan Hagia Sophia sendiri sudah mengalami banyak renovasi dan perluasan dari masa ke masa. Dan salah satu yang menjadi keunikan adalah perpaduan mosaik khas Bizantium dan nuansa Islami seperti kaligrafi di era Ottoman yang masih dilestarikan.

Kini, bahkan Uzma tengah terpukau dengan adanya perpaduan itu, tak lain adalah mosaik Theotokos atau Perawan Maria yang sedang menggendong bayi Yesus, diapit oleh kaligrafi Allah dan Muhammad.

Uzma masih mendongak mengamat ke langit-langit, di mana mosaik Theotokos terlukis tepat di antara kaligrafi Allah dan Muhammad. Dan uniknya lagi, mosaik ini berada tepat di bawah mihrab tempat imam memimpin salat.

Sedangkan Jaehwan, lelaki bongsor ini sibuk memotret dengan kamera DSLR-nya.

Dan ya, setelah dialih fungsikan menjadi masjid kembali oleh Presiden Erdogan Juli 2020 lalu, bukan berarti Hagia Sophia tidak menerima kunjungan wisata umum atau turis. Tidak. Wisatawan masih bisa mengunjungi tempat ini di luar waktu salat, baik Muslim maupun non-Muslim. Seperti Jaehwan dan Uzma. Alhamdulillah, Jaehwan dan Uzma diberi kesempatan salat dzuhur berjamaah di Masjid Hagia Sophia.

Setelah salat dzuhur, mereka melanjutkan perjalanan ke Grand Bazaar untuk makan siang dan berbelanja. Kawasannya masih dekat dengan area Masjid Biru dan Masjid Hagia Sophia.

Grand Bazaar mirip Khan al-Khalili di Kairo, hanya saja tempatnya lebih luas. Pula Grand Bazaar selain kondang sebagai surga belanja oleh-oleh di Turki, terkenal menjadi pasar tertutup terbesar dan tertua di dunia.

"Kau mau memakan apa, Yeobo? Jangan bilang mau memakan kebab," omong Jaehwan pada Uzma saat mereka berjalan ke area Grand Bazaar.

"Jika iya memang kenapa?" jawab Uzma.

"Kau sudah biasa makan kebab di restoran Turki di Itaewon, apa kau tak mau memakan menu lain?" cicit Jaehwan sembari sebelah tangannya merapikan letak poni rambut hitamnya, kedua netranya yang memakai kaca mata hitam fokus menatap ke arah jalan dengan banyak wisatawan berjalan kaki di siang ini.

"Pastinya memakan kebab di tempat asalnya akan terasa berbeda, Yeobo."

"Oh, baiklah. Kita lihat saja nanti, restoran macam apa yang kita temukan."

Alhasil, mereka berdua mampirnya ke Alpek Resturant dengan kemauan Jaehwan, yang katanya menyuguhkan menu makanan Turki lezat dan tempatnya juga romantis dengan suasana rooftop, menyajikan pemandangan Istanbul yang menakjubkan, sangat pas untuk makan siang bersama orang tercinta.

Rupanya Uzma tetap kukuh dengan niatannya makan siang dengan menu kebab. Ia memilih varian iskender kebap.

***

Agenda tur Jaehwan dan Uzma di Turki selama 10 hari. Mereka berdestinasi wisata di banyak tempat selain Masjid Biru dan Hagia Sophia. Mereka juga ke Istana Dolmabahce, berlayar ke selat Bosphorus dengan kapal pesiar kecil, Urgup, Konya, Bursa, dan banyak lagi. Ditutup ke Cappadocia di Nevehir, wilayah Anatolia Tengah.

Cappadocia terdiri dari perbukitan batu, tebing berbentuk menara, dan rupa-rupa bentuknya seperti kue kering meringue. Uniknya, formasi batuan kota ini diciptakan oleh letusan gunung berapi, erosi, dan angin, bukan sengaja dibuat oleh manusia layaknya perkampungan Tsamud di Madain Saleh dan Petra.

Sebuah letusan gunung berapi mengendapkan abu yang menyelimuti lanskap seluas 1.500 mil persegi, lalu membentuk bebatuan lunak di masa lebih dari 3 juta tahun lalu. Perlahan bebatuannyapun dimakan angin dan waktu, menciptakan bentuk-bentuk unik seperti kue kering meringue.

Karena bebatuannya sangat lunak, maka mudah dikeruk, memungkinkan para warga di zaman dulu membuat interior dibentuk berbagai macam perabotan; seperti kamar tidur, jendela, dapur, dan ruang yang dihubungkan oleh tangga.

Tak berhenti dengan keindahan kelok-kelok tebing dan perbukitan, Cappadocia ternyata juga menawarkan keindahan di perut buminya, yang mana terdapat kota bawah tanah di sini; Derinkuyu dan Kaymakli.

Kini Jaehwan dan Uzma sedang mencumbui keindahan Cappadocia dari atas, lewat balon udara yang mereka sewa bersama wisatawan lain di momen saat matahari terbit.

Balom udara super besar dengan warna pelangi itu sungguh perlahan naik ke langit setelah kipas angin besar menggembungkan balon, diisi udara panas dengan cara membakar gas.

Tenang, halus, dan lancar. Beginilah sensasi menumpang di balon udara.

"Pemandangannya sangat spektakuler, ya?" omong Jaehwan pada Uzma yang berdiri di sebelahnya sembari memeluk tubuh mungil itu dengan sebelah tangan. Melihat khidmat panorama Cappadocia yang seperti dalam negeri dongeng.

Uzma tak menjawab apa pun, sibuk menggenggam erat ujung keranjang besar yang mereka tumpangi dengan kedua tangan, wajahnya tampak lucu karena cukup takut dengan ketinggian yang ada.

Seiring dengan pilot yang sangat handal dengan aktif menceritakan tempat-tempat yang mereka berdua dan para penumpang lain lihat, seiring sesekali decak kagum penumpang lain akan panorama yang ada, Jaehwan tertawa kecil mendapati muka istrinya itu yang malah cemas--kurang menikmati panorama indah yang ada.

"Jangan takut. Aku sudah memelukmu erat sekali, Yeobo. Kau akan baik-baik saja," ucap Jaehwan kemudian.

Uzma masih enggan berbicara. Ia malah tidak peduli dengan pelukan sebelah tangan lelaki itu, lebih sibuk dengan menggenggam kuat ujung keranjang.

"Omong-omong, kau tampak seperti bocah sekarang. Kau kecil sendiri di sini, Yeobo," ledek Jaehwan.

Baru berhasil membuat Uzma mendecak, "Ya!" Kemudian ber-huh kesal dengan ledekan macam itu yang berkonotasi ejek sekalipun demikian benar--jika di balon udara yang tengah mereka tumpangi dirinya adalah penumpang dengan tubuh perawakan terkecil, lainnya wisatawan Turki dan turis Eropa yang bongsor-bongsor seperti suaminya.

"Mianhae. Dan lupakan omonganku barusan. Lebih baik sekarang kau mulai memikirkan tentang ulang tahunku yang sudah semakin dekat. Kau wajib memberikan kado yang kumau," alih Jaehwan, malah membahas masalah kado ulang tahun yang kerap membuat Uzma risih.

Sambil menatap suasana di langit Chappadocia dengan banyak balon udara terbang sejauh mata memandang, seiring dengan mentari yang kian naik menghangatkan, Uzma mencicit, "Namanya kado, itu terserah mau berbentuk apa sesuai keinginan pemberi, bukan memesan begini, apalagi malah memaksa dijadikan wajib."

Jaehwan tertawa kecil lagi. Ia gemas dengan sebelah tangannya yang memeluk Uzma beralih sebentar mencubit pipi.

"Jika kau mau kado itu, maka pertemukan aku besok sebelum pulang dengan Burak Ozcivit." Kini tinggal Uzma yang meledek, sejenak lupa akan takut ketinggiannya.

"Kau ini, apakah tidak bisa diganti dengan permintaan lain?" Wajah semringah Jaehwan berubah murung.

Uzma tersenyum senang sembari kedua netra ber-softlens-nya lurus menatap ke depan.

"Tidak ada. Aku hanya ingin bertemu aktor Turki itu. Secara, aku sedang mengidolakan dia," jawabnya.

Air muka Jaehwan semakin mengeruh. Ia tidak suka jika Uzma membawa-bawa aktor Turki satu ini dalam topik pembicaraan mereka.

Aktor Burak Ozcivit menjadi tokoh utama dalam serial kolosal Kurulus Osman. Menceritakan tentang kehidupan Osman Bey yang penuh konflik, intrik, dan balutan romansa di era Ottoman. Serial kolosal Turki kesukaan Uzma kini yang tak luput mengusung nilai-nilai Islam yang mulia dengan sangat kokoh. Aktor itu menjadi pemeran utama, Osman Bey si putra Ertugrul Gazi.

"Dia sudah menikah dan mempunyai anak, Yeobo. Sebaiknya kau tak pernah bertemu dengannya," nasihat Jaehwan.

"Apa hubungannya dengan sudah menikah dan mempunyai anak, aku jadi tak boleh bertemu dengannya. Lagi pula jika aku bertemu dengannya tidak mungkin dia menaksirku, lalu merebutku darimu." Uzma melirik jail ke arah Jaehwan.

Jaehwan menggigit bibir bawah. Kehabisan kilah. Sebenarnya kilah barusan itu juga tanpa sebab, asal ceplos.

"Apa yang membuatmu menyukainya? Padahal jelaslah aku lebih muda dan lebih tampan dari dia," ketus Jaehwan menatap Uzma dari samping yang kini mengenakan hijab merah maroon.

"Lebih tampan dari dia? Tidak salah dengar aku?" Uzma terus meledek Jaehwan.

"Tidak. Aku memang lebih tampan dari dia." Jaehwan jelaslah tak mau mengalah.

"Itu menurutmu dan para fans-mu saja. Tampan itu relatif. Dan menurutku lebih tampan si paman Burak, ditambah dengan berewok tipis." Uzma tersenyum lebar.

"Sejak kapan kau menyukai lelaki berberewok, Yeobo? Bukankah kau sukanya lelaki berwajah mulus kayak jalan tol seperti aku?" Air muka Jaehwan semakin mengeruh menatap wajah Uzma yang semringah dengan membayangkan suami orang.

"Sebenarnya dari dulu aku sukanya lelaki berberewok tipis," cicit Uzma sembari menengok ke arah Jaehwan sejenak.

"Aish! Aku tahu kau berbohong. Dan kau sungguh sedang mengerjaiku sekarang," keluh Jaehwan, geregetan, manyun.

Uzma tertawa ringan. Jaehwan mencubit sebelah pipi Uzma lagi.

"Aku menyukai si paman Burak tak lepas dari karakter Osman Bey, sih. Osman yang kukuh pendirian, Osman yang bijaksana, Osman yang tangguh, dan Osman yang kukuh akan agama Islamnya. Aku ingin memiliki anak seperti Osman besok," kata Uzma seraya menatap bukit-bukit batu dengan lebih jelas, tatkala balon udara yang ditumpangi mereka terbang merendah.

"Seperti Osman? Kenapa tidak seperti aku?"

Uzma menjawabnya ambigu dengan tersenyum lebar saja.

Jaehwan cukup tersinggung mendengar keinginan Uzma yang malah mengharapkan anaknya besok berkarakter seperti Osman Bey. Ah, tapi bukan tersinggung juga. Lebih ke akhirnya ia sadar diri, jika memang ia tak pantas dijadikan panutan untuk anaknya besok dengan label "Jaehwan yang kurang taat agama". Siapa pula orang tua yang menginginkan anaknya bertabiat mengikuti label macam itu. Tidak ada.

Ini berhasil membuat Jaehwan berpikir semrawutan, padahal aslinya Uzma hanya bercanda. Lelaki itu menjadi melamun sembari menatap panorama bukit-bukit batu. Melamun perkara jika nanti ia menjadi sosok ayah, apakah bisa memberi teladan?

"Aku hanya bercanda, jangan dipikirkan. Aku jelaslah besok menginginkan anak kita seperti ayahnya. Apalagi di letak penyayang sepertimu." Uzma mengoreksi ucapannya sembari sejenak menatap Jaehwan yang melamun, menatap bukit-bukit batu dengan balon udara yang mulai mengudara lebih atas lagi. Mengulas senyum lembut.

Jaehwan membisu, bibirnya yang menjawab dengan ulasan senyum lembut juga.

"Dan ya, besok anak kita haruslah seimut diriku dan jangan sampai setinggimu yang seperti tiang listrik," imbuh Uzma, kini menatap sinis Jaehwan.

Jaehwan tambah malas menjawab celutukan macam apa barusan itu yang mengatainya tiang listrik, padahal Uzma-lah yang memang pendek. Memilih mengeratkan pelukan sebelah tangannya seiring senyum Uzma yang merekah lagi. Menatap Cappadocia dari balon udara, melewati formasi bebatuan, lembah-lembah, hingga perkebunan anggur dan buah-buahan lain.

Jaehwan memilih tak acuh akan perasaan semrawutan barusan. Toh, kini dirinya juga sedang belajar lebih baik perlahan-lahan, apalagi setelah menikah dengan Uzma, perubahannya terasa sekali. Ia yakin, ini hanya soal waktu, pada akhirnya ia juga akan menemukan titik kententraman sejati hidupnya.

_______________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro