04

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selena keluar pagi–pagi sekali hanya untuk mengawasi para prajurit yang hilir mudik di depan tendanya.

Mereka memanggul tombak, pedang, dan kapak perang. Kuda–kuda para ksatria juga dipasang pelindung dari besi yang menutupi tubuhnya. Seluruh perkemahan itu sedang bersiap untuk berperang.

Sambil menahan kuapan, Selena pergi berkeliling. Para prajurit yang sudah siap segera menuju ke luar pagar perkemahan, di mana panji - panji perang berbentuk segitiga sudah berkibar dan barisan mulai mengular panjang. Selena merutuki dirinya sendiri, sementara yang lain bertaruh nyawa di garis depan, ia tinggal di sini sendirian dan kebosanan.

Sebuah bunyi keras mengganggu lamunannya. Seorang prajurit menabrak tumpukan baju pelat baja di salah satu sudut tenda dan membuatnya berantakan. Selena menghampirinya dan membantu prajurit itu memungut bagian yang berceceran di tanah.

"Maaf," kata prajurit itu. "Aku jadi merepotkan anda."

"Bukan masalah besar," jawab Selena, ia memandangi sarung tangan rantai besi yang baru saja diambilnya dari tanah. "Kenapa masih banyak sisa baju perang di sini? Kukira mereka tidak membawa cadangan dalam jumlah banyak."

"Ini milik mereka yang kemarin terluka dan tidak bisa berperang hari ini," jawab prajurit itu. "Mungkin setelah ini akan ditumpuk dan dikirim ke desa terdekat untuk diperbaiki oleh tukang besi, tetapi kebanyakan dari baju perang ini dalam kondisi bagus."

Muka Selena menjadi cerah."Kau yakin semuanya masih bisa dipakai?"

"Yah, mungkin ada beberapa bagian yang sedikit berkarat atau penyok, tapi kurasa itu tidak akan jadi masalah."

"Baiklah," kata Selena. "Tinggalkan saja di sini, nanti aku akan membereskannya."

Setelah prajurit itu pergi dengan rasa terima kasih, Selena mengambil beberapa perlengkapan dari tumpukan itu. Ia bersembunyi di tenda penyimpanan makanan untuk memakai pelindung dada dan kaki yang terbuat dari pelat baja, juga sarung tangan. Setelah semuanya terpasang, ia pergi ke bagian senjata, mengambil sebuah pedang panjang dan perisai.

Dengan begini, ia bisa maju dalam perang dan tidak akan ada yang memperhatikannya.

Terompet tanduk dibunyikan sebagai tanda pasukan akan berangkat, dan Selena harus berlari untuk menyusul mereka. Pakaian besi yang ia pakai seberat kalau ia mengikatkan sekarung pasir di setiap sendi tubuhnya, hingga Selena nyaris tersandung beberapa kali.

Selena berlari kecil sampai akhirnya berhasil menyelinap masuk ke dalam barisan yang dipimpin Alan,Horace, dan satu ksatria lain yang Selena kenal sebagai Pattinson, orang itu satu tahun lebih senior daripada dirinya, dan salah satu yang sangat memuja penyihir Gladius. Selena berjalan sampai berada tepat di belakang kuda mereka. Jantungnya mencelus ketika Alan menoleh ke belakang, ia menundukkan kepala berharap agar Alan tidak melihatnya.

"Ada apa?" tanya Horace. "Ada sesuatu yang tertinggal?"

Alan menggeleng. "tidak, hanya-"

"Hanya apa?"

''Aku merasa melihat Selena," jawab Alan."Mungkin cuma bayanganku, sudahlah."

Horace tertawa dan menyarankan agar Alan cepat-cepat menikah dengan Selena. Horace juga bercerita bahwa ia melihat mereka berdua bermesraan di depan tenda, membuat telinga Selena terasa panas.

"Aku penasaran kenapa kita tidak meminta bantuan para elf di Elvaheim," kata Alan berusaha mengalihkan pembicaraan Horace. "Mereka bisa mencari kuil orc dengan mudah dari udara memakai para Gryphon, dan panah mereka tidak pernah meleset dari sasaran."

"Juga para Kurcaci dari pegunungan Khalazur," timpal Horace. "Aku dengar teriakan perang mereka bisa membuat takut Ogre, bahkan yang paling besar sekalipun."

"Keduanya adalah kaum sesat," tukas Pattinson. "Tidak menghormati Kailos penjaga kita. Baru dua tahun lalu, raja akhirnya memutuskan semua hubungan dengan mereka. Mahluk seperti elf dan kurcaci sebenarnya tidak pantas hidup di Miderland. Ini tanah milik manusia."

Pembicaraan jadi semakin berat untuk didengarkan Selena. Pattinson bercerita panjang lebar bagaimana Penyihir Agung membujuk raja untuk mengakhiri hubungan diplomatik kerajaan dengan para Elf dan Kurcaci yang dulunya merupakan sekutu mereka dalam perang Khadgar melawan Morgrath, lalu mengusulkan melakukan ekspedisi untuk menghancurkan semua suku Orc yang tersisa. Membuat Selena, Alan dan yang lain berada di sini sekarang bersama seribu tentara lainnya.

"Jadi, perang ini bukan perintah langsung dari yang mulia?" tanya Horace.

Pattinson menggeleng. "Raja tidak akan seberani itu. Penyihir Agung Gladius yang menetapkan dekrit pemusnahan para orc demi kelangsungan hidup manusia di Miderland."

Para prajurit akhirnya mulai memasuki hutan dan membuat Pattinson berhenti bicara. Pohon-pohon tumbuh dengan rapat ketika mereka berjalan semakin ke dalam seolah tidak menyisakan tempat untuk sinar matahari, membuat seluruh wilayah itu berwarna biru suram dan terasa dingin.

Tidak ada kicau burung seperti hutan biasanya apalagi binatang kecil yang berlompatan membuat Selena merasa tempat itu telah mati selama bertahun-tahun. Sepanjang perjalanan, ia hanya melihat beberapa ekor burung gagak hitam bertengger di dahan pohon seolah mengawasinya lalu berkaok pergi. Kabut menggantung di udara seperti kain tipis membuat Selena menggigil ketika menerobosnya dan sulit untuk melihat jauh ke depan.

Mereka bergerak dengan sangat waspada, berusaha mendengar suara sekecil apapun bahkan daun yang jatuh, atau angin yang menyapu sesemakan.

"Sihir para shaman," Pattinson bergumam pelan. "Kekuatan mereka bisa membuat pohon di sini jadi tumbuh dengan tidak wajar, sehingga bisa mencegah sinar matahari. Tempat ini jadi menyeramkan."

Waktu berlalu sangat lambat. Tidak ada tanda–tanda rumah, menara, atau tembok yang menunjukan keberadaan para Orc, hanya kabut dan pohon yang sepertinya tanpa akhir. Selena mulai berkeringat dan kakinya terasa pegal.

Iring-iringan pasukan kemudian berhenti untuk memberi kesempatan Selena menarik napas sesaat, tetapi kemudain mereka diberi tanda dari para penunggang kuda untuk membentuk formasi tembok yang berderet beberapa lapis membuat perasaan Selena menjadi tidak nyaman. Cara ini biasanya dipakai kalau pemimpin barisan sudah memastikan bahwa ada sekelompok musuh di depan mereka.

Selena mendengar suara gemuruh entah dari mana, awalnya ia kira itu hanya suara angin, tapi lama–kelamaan suara itu terdengar semakin keras, lalu ditambah raungan dan lolongan. kuda–kuda mulai meringkik ketakutan.

"Mereka datang," kata Alan dengan suara nyaris berbisik kepada Horace sambil menepuk-nepuk leher kudanya dengan lembut untuk menenangkannya.

Bayangan hitam terbentuk dari dalam kabut di depan batas penglihatan Selena. Jumlah mereka membesar dan bertambah sangat cepat.

"Pasukan bersiap!" Suara Jendral Aiber terdengar lantang dari tengah barisan, dan para kesatria berkuda mulai menyiagakan pedang dan tombak mereka, begitu juga dengan para prajurit pejalan kaki.

Selena meneguk ludah. Siapa atau apapun yang akan datang dari balik kabut itu, ia bersumpah akan menebas mereka semua. Pedang panjangnya semakin digenggam erat.

Kabut di hadapan Selena buyar disertai raungan keras yang memekakkan telinga. Ratusan Orc berkulit hijau berlarian ke arah para prajurit Levan. Ukuran tubuh mahluk itu menyamai seekor beruang, dengan ganas mengayun-ayunkan kampak atau gada besar di tangan mereka. 

Dan masalah terbesarnya, para Orc itu tidak menunggang kuda, melainkan serigala raksasa .... 



===============

Perang akan dimulai! Saya ingin menciptakan aura tegang sebelum perang, tapi ternyata itu sulit ya, apa hawa tegangnya sudah terasa waktu mendekati akhir bab? beritahu saya lewat komentar ya  

Terima kasih sudah membaca bab ini, saya sangat mengharapkan komentar untuk perbaikan cerita dan vote jika kalian menyukai bab ini.

m(_ _)m

===============

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro