10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasa takut segera menyentak ke seluruh nadi Selena. Ia tidak bisa membayangkan tubuhAlan akan tercabik-cabik menjadi serpihan oleh para serigala raksasa yang buas itu. Tidak selama ia masih hidup.

"Tunggu!" Selena berusaha menghentikan iring-iringan itu. "Jangan pergi!"

Para shaman Orc itu seolah – olah tuli dan terus berjalan, \membuat Selena harus berlari untuk menyusul mereka. Ia tidak peduli waktu menabrak seorang orc kurus yang berdiri sambil memegang obor di dekatnya, dan Orc itu meraung marah. Selena akhirnya tiba di depan para Shaman lalu merentangkan tangan untuk menghadang iring-iringan itu, dan para Shaman berhenti

"Kalian tidak boleh melakukan ini," kata Selena terengah-engah, "kumohon, kalian boleh cari orang lain untuk kalian korbankan, tapi jangan dia."

Para shaman memandang satu sama lain dengan bingung, tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, tetapi dua yang berada di barisan paling depan, memberi tatapan mengancam kepada Selena dengan mata yang sekecil manik-manik hitam. sebagai isyarat agar jangan mengganggu upacara mereka.

"Apa yang terjadi?" Sebuah suara terdengar mengomel dari belakang."Kenapa kalian berhenti?!"

Delza berjalan ke arah iring-iringan itu dengan langkah lebar dan cepat sampai ujung jubah yang dipakainya nyaris menyapu tanah. Tubuhnya masih berbau dupa yang menyengat, membuat Selena harus menahan napas untuk membiasakan diri.

"Jangan pedulikan perempuan manusia ini. Aku akan mengurusnya," ia menggeram.

Iring-iringan mulai berjalan lagi membuat Selena semakin panik. Ia menyambar lengan Alan dan menariknya ke bawah. Tandu itu oleng dan ia jatuh tertimpa tubuh yang sekarang terasa dingin dan kaku.

"Kau ...."

Wajah Delza nampak murka, kerut – kerut terbentuk di wajahnya yang tirus membuat tampangnya semakin mengerikan. Ia mengangkat tangan. Jemarinya terbuka lebar dan mulai mengeluarkan percikan sinar warna hitam dan merah, Delza menggumamkan sesuatu seperti lebah yang berdengung, sementara Selena mempererat pelukannya di tubuh Alan. Ia pasrah.

"Delza, hentikan ini!"

Cakar Delza nyaris terarah kepada Selena, dan Krall datang dengan cepat ke arah mereka, tapi langkahnya didahului Garzo. Ia nampak lebih marah dari yang lain, tangannya langung meraih lengan Selena.

"Cukup sampai di sini manusia," kata Garzo berang sambil berusaha menyeret Selena agar melepaskan tubuh Alan. "Kau sudah kelewatan! Aku akan membawamu ke altar dan memenggalmu di sana sekarang sebagai kurban tambahan!"

Selena mengeluarkan jeritan tertahan. Cengkeraman Garzo begitu kuat dan kasar hingga membuat seluruh lengannya yang maih terluka terasa nyeri, tubuhnya diseret di atas tanah berlumpur membuat beberapa bagian di gaun cokelatnya mulai koyak, tapi Selena berusaha tetap mempertahankan tubuh Alan.

Tarikan kasar Garzo mendadak berhenti. Butuh beberapa saat sebelum Selena mendongak untuk melihat Krall yang menahan lengan Garzo. Kepala Suku Orc itu memberi tatapan peringatan kepada panglimanya.

"Kau juga," kata Krall, "jaga sikap dan kehormatanmu sebagai seorang panglima. Aku tidak ingin membayangkan ayahmu malu di hadapan para leluhurnya karena melihat tingkahmu yang seperti binatang ini."

Garzo berhenti, ia berusaha membuang muka dari tatapan Krall.

"Aku melakukannya hanya karena aku menghormatimu sebagai kepala suku kami," balas Garzo gusar, ia akhirnya melepas tangan Selena dengan seperti membuang boneka rusak ke tanah."Tapi aku tetap akan menagih hutang darah atas ayahku! Aku ingin menantangnya, yang menang akan membawa semuanya, dan yang kalah akan kehilangan semua!"

Garzo pergi, diikuti para panglima Orc yang perlahan – lahan juga membubarkan diri. Sementara Selena menarik napas lega, Delza mendengus sambil menggertakan giginya kuat – kuat. Krall dengan tenang berjalan menghampiri Selena.

"Selena," kata Krall, "seberapa penting arti manusia laki – laki itu untukmu?"

"Dia ... dia temanku di akademi, dan aku mencintainya," Selena akhirnya mengakui. Ia berusaha membendung air mata yang sudah berkumpul di penglihatannya, "kami berencana menikah jika perang ini berakhir. Krall, kumohon. Aku akan melupakan dendamku kepadamu, tapi setidaknya, biarkan dia beristirahat dengan tenang."

"Cinta! Omong kosong macam apa ini?!" Sembur Delza. "Semua Orc yang kalian bantai juga berharga bagi keluarga mereka! Krall, aku tidak rela jika nyawa puluhan Orc yang meninggal kemarin hanya ditukar dengan satu orang ini saja!"

Krall terdiam, ia terlihat mempertimbangkan sesuatu. Matanya bergulir antara Selena dan Delza,. Semuanya sekarang seolah menjadi berbeda. Ia yang kemarin bersikap gagah di hadapan Krall kini nampak rapuh di hadapan mahluk yang paling ingin dibunuhnya. Selena tidak peduli lagi jika harus mengemis belas kasihan, selama Alan mendapat penguburan yang layak.

"Delza, bagaimana dengan hukum penggantian persembahan korban perang?" tanya Krall. "Kalau aku masih ingat, seharusnya kita bisa mengganti persembahan kepada para arwah yang gugur, dengan sesuatu yang lain selama berhubungan dengan musuh kita."

"Manusia adalah musuh kita satu–satunya saat ini, Krall,"Delza mengingatkan, "hanya jenazah orang ini yang masih utuh yang bisa kutemukan. Sedangkan yang lainnya sudah tak berbentuk lagi karena wisp atau binatang pemakan bangkai."

"Apapun itu Delza, selain manusia," kata Krall,

Mata kedua Orc itu bertatapan dengan pandangan tidak mau mengalah satu sama lain, menciptakan ketegangan yang mengambang di udara. Rasa takut dan sedih membaur jadi satu di seluruh tubuh Selena ketika ia melirik orang yang seharusnya memberi kebahagiaan terbesar padanya kini lunglai dan tidak bernyawa di dalam pelukannya.

"Baiklah kalau itu maumu Krall, tapi aku yang akan menentukan kurbannya dan harus perempuan manusia itu yang mengambilnya."

"Aku siap," jawab Selena. Ia mengusahakan suaranya keluar dengan rasa percaya diri. Kalau ada sedikit jejak keraguan di nada bicaranya, ia tahu Delzar pasti akan menikmatinya.

Delza membungkuk di hadapan Selena dan ia menyeringai. Sebuah senyuman yang terkesan licik dan membuat Selena bergidik. "Semangat yang bagus perempuan," ia berbisik, "tapi aku pastikan permintaan dariku paling tidak akan membuatmu kehilangan salah satu anggota tubuhmu."

"Apa urusan kita sudah selesai?" Suara Krall membuat Selena sedikit tenang, karena Delza mengalihkan perhatiannya dan mengangguk. "Kalau begitu bereskan kekacauan di sini. Selena, serahkan tubuh kekasihmu kepada para shaman biar mereka yang mengurusinya. "

Apa? Menyerahkan kembali Alan kepada para mahluk sinting yang sesaat tadi ingin mengumpankannya kepada serigala? Sekejap Selena kembali diliputi perasaan ragu, tapi Krall memberi tatapan agar ia mempercayainya. Akhirnya ia melepaskan tubuh kekasihnya agar kembali dibawa para shaman dengan tandu, sementara Delzar kembali ke lapangan upacara. Semula ia ingin mengikuti agar tahu kemana Alan dibawa pergi, tapi ia terlalu lelah dan Krall menahan dirinya agar jangan pergi.

"Ruangan para shaman adalah tempat suci bagi kami, dan tidak semuanya boleh masuk." Krall memberi peringatan,"selain itu kau berarti tidak mempercayaiku kalau sampai mengikuti mereka, meskipun itu diam-diam."

Insting Selena memberi tahu dirinya agar menurutinya. Setelah itu, Krall memperingatkan Selena agar ia tidak memberitahukan kejadian ini kepada siapapun termasuk istrinya. Mereka memutuskan untuk kembal ke lapangan kuil. Tempat itu bercahaya terang dengan api–api pembakaran jenazah yang masih menyala ditambah wewangian yang menyesakkan udara, tapi hanya ada satu orc yang berjaga di setiap tumpukan kayu sekarang,

Mereka kembali ke api milik Krall, dan Kalia masih di sana, duduk di sebuah batu besar tidak jauh dari api, wajahnya yang semula kosong menjadi cerah ketika melihat suaminya datang. Ia tersenyum.

"Aku akan menggantikanmu." kata Krall, "pulang dan istirahatlah."

Kaila mengangguk patuh, dan Selena menemaninya pulang. Rumah – rumah orc yang mereka lewati tampak tenang dengan obor – obor yang mulai menyala, tidak ada bekas duka yang tersisa lagi pikir Selena, wajah Kaila juga nampak sedikit lebih segar.

"Apa jasad yang akan dikurbankan tadi itu kenalanmu?" tanya Kaila tiba – tiba.

"Da- darimana kau bisa tahu?"

"Jadi tebakanku benar," gumam Kalia. "Aku hanya asal menebak saja sebenarnya, tapi sikapmu berubah ketika kau melihat jasad itu. Lalu, apa suamiku akhirnya turun tangan untuk menyelesaikannya?"

Selena hanya mengangguk pelan tapi tidak berbicara. Tanpa diberitahu, rasanya Kalia mungkin juga sudah mengetahui apa yang akan dilakukan suaminya. Awalnya, ia mengira Kalia akan marah mengetahui Krall bertindak seperti itu, tapi dia tetap tenang,

"Aku sendiri tidak peduli soal pemberian kurban kepada para omniwolf," Kalia mendesah. "Upacara seperti itu hanya memberi sedikit kelegaan untuk mereka yang sudah ditinggalkan, tapi sebanyak apapun yang jasad dikurbankan kepada para omniwolf, putraku tetap tidak akan kembali."

Perasaan Selena semakin tidak enak. Bagaimana kalau Kaila tahu bahwa ia yang merengut nyawa putranya? Apa Kalia akan marah? Menangis? Atau akan tetap tenang? Walaupun diam-diam Kalia akan merencanakan pembunuhan terhadapnya.

Setiba di rumah, semuanya dilakukan dengan keadaan lebih hening. Selena hanya makan malam berdua dengan Kalia. Umbi dan kacang dengan saus susu kambing yang mereka siapkan tadi siang. Krall tampaknya tidak akan pulang karena ia harus menunggu sampai pembakaran selesai dan menyebar sisa abu para jenasah di hutan. Makan malam untuknya akan disediakan oleh para Shaman.

Setelah itu mereka duduk berdampingan, di depan api unggun mendengarkan kayu bakar yang meretih dan berubah menjadi abu. Sayup-sayup, Selena bisa mendengar suara lolongan serigala dari kejauhan.

"Selena," kata Kaila. Wajahnya terlihat berkelip karena tertimpa sinar api, "ceritakan padaku tentang kehidupanmu sebelum ini."

Selena agak terkejut mendengarnya. "Apa yang harus kuceritakan kepadamu?"

"Kau bisa menceritakan apapun," kata Kalia. "Keluargamu, dirimu, aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang manusia, ayolah."

Awalnya Selena ragu, apakah ini cara para Orc untuk menggali informasi darinya juga, tapi ia berusaha membuang rasa curiga jauh-jauh. Kalia tidak mungkin seperti itu. Ia akhirnya mulai bercerita tentang keluarganya, lalu masa-masa pendidikannya di akademi, juga alasannya ikut berperang.

"Begitukah?" tanya Kalia. "Kau berperang karena tidak mau dijodohkan dengan pria pilihan ibumu?"

"Kau tidak akan mau kalau calon suamimu itu orang tua gendut, jelek, dan genit bukan?"

Kalia tertawa. "Apakah sampai begitu parahnya? Kupikir manusia lebih bebas menentukan jodohnya daripada kami."

Selena mengangkat alisnya. "Kau dijodohkan juga?"

Kalia mengangguk. "Orang tuaku menjodohkan aku dan Krall, karena hubungan keluarga kami cukup dekat dan Krall akan menjadi kepala suku," katanya, "awalnya aku tidak menyukainya, karena aku mengira ia sangat kasar, tapi...,"

Selena bisa melihat semburat merah di pipi Kaila, dan ia tersenyum. Selena bisa membayangkan sebesar apa cinta Kalia terhadap suaminya.

Mereka berhenti mengobrol karena keduanya sama-sama merasa sudah terlalu mengantuk untuk meneruskannya, dan memutuskan kembali ke tempat tidur masing-masing. Ketika Kalia sudah berbaring, Selena masih duduk dengan kedua lutut tertekuk untuk menopang dagunya, bersandar pada dinding ruangan.

"Kalia," katanya, "menurutmu, kenapa Krall tidak membunuhku? Dia bisa saja menghabisiku waktu kami bertemu dalam perang beberapa hari yang lalu."

Kaila melirik dari balik bahunya. "Entahlah," katanya, "Tapi aku percaya, suamiku ingin melakukan yang terbaik untukmu dan suku kami."

"Begitukah? Aku harap, aku juga bisa mempercayai hal itu," kata Selena, sambil mulai membaringkan tubuhnya di kulit binatang yang hangat. "selamat tidur, Kalia"

Dan ia pun akhirnya terlelap.

Pagi datang secepat Selena menutup matanya, atau begitulah yang ia pikirkan. Selena merasa baru saja tertidur ketika suara Kaila yang panik sampai di telinganya.

"Bangun, Selena! " kata Kalia, "dia mencarimu. Dia mencarimu untuk mati!"

Mata Selena masih berat untuk dibuka dan tubuhnya terasa kaku, tapi ia memaksakan diri untuk duduk. "Siapa?"

"Garzo, dia menantangmu untuk bertarung hari ini," jawab Kaila cemas.

Garzo? Butuh beberapa waktu bagi Selena untuk mengumpulkan ingatannya tentang apa yang telah terjadi. Kemudian ia ingat akan ancaman Orc itu kemarin, rupanya bukan omong kosong, dan sekarang Krall mungkin sudah memberikan izin untuk memenggal kepalanya dan memberikan potongan tubuhnya pada omniwolf.

"Kalau begitu, biarkan ia mendapatkan apa yang ia inginkan," kata Selena sambil berusaha berdiri, "dia atau aku yang akan mati hari ini."


=============

Bab 10!

Satu minggu ini benar-benar membuat saya harus begadang dengan komputer yang terus menyala.  

(=.=)

Bukan, ini bukan karena saya begadang menyelesaikan cerita ini, tapi karena masih berjuang menyelesaikan Brisingr (yang ternyata semakin seru) juga saya harus melakukan pemindahan koleksi film anime ke harddisk eksternal yang baru saja  saya beli dan download game!

Karena sepertinya jumlah kata saya tidak akan cukup, lebih baik kita tunda pembicaraan soal game ini minggu depan, hehe...  

Saya berharap dukungan kalian di cerita ini, dengan komentar berupa saran dan kritik juga vote bila kalian berkenan

m(_ _)m

=============

Cerita selanjutnya: 

"Selesaikan," katanya. "Aku sudah kalah. Bunuh aku dan kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan."

=============  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro