09

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selena merasa seperti seekor binatang buruan yang siap untuk dijagal.

Tubuhnya berguncang - guncang di bahu seseorang, dan matanya yang terus menatap ke bawah membuat kepalanya pusing. ia bisa melihat sepasang kaki panjang dan kurus berwarna hijau berjalan cepat melintasi tanah berumput dan berbatu. Seorang Orc sedang memanggulnya.

"Lepaskan aku!" Selena meronta. "Turunkan aku sekarang!"

"Diam kau manusia!" Orc itu membentaknya. "Kalau melawan lebih dari ini, aku akan melemparkanmu sekarang juga untuk menjadi makanan para omniwolf!"

Selena akhirnya diam dan pasrah kemanapun orc itu membawanya, mungkin kali ini ia akan dikunci rapat – rapat di dalam kurungan seperti binatang ternak agar tidak bisa keluar, atau lebih buruk, orc dengan bau tumbuh-tumbuhan dan damar ini akan mencekoki dirinya dengan ramuan aneh.

Perlahan, Selena mulai mengenali jalan yang dilewatinya. Ia kembali ke desa. Anak – anak Orc berlarian di sekitarnya mencoba meraih wajahnya sambil tertawa, memamerkan taring mungil mereka seperti setan kecil.

Ia dibawa masuk ke aula besar lalu dijatuhkan begitu saja seperti sekarung gandum dan membuatnya meringis. Kralld'zur duduk di singgasana sambil menumpukan kepala kepada satu tangan, ia menyeringai.

"Lihat apa akibatnya kalau kau mengampuni manusia, Krall?!" Orc yang membawa Selena mengomel. "Aku mencoba menolongnya dari Wisp dan ia malah melukai gagak peliharaanku! Manusia tidak tahu terima kasih seperti ini seharusnya langsung kujadikan bahan percobaan saja begitu kau membawanya kemari."

"Aku sudah memperingatkannya, Delzar," ujar Krall, "tapi ia terlalu keras kepala untuk mematuhinya."

Selena duduk dan mengarahkan pandangan kepada orc yang bernama Delza. Tubuhnya tidak seperti prajurit orc yang berotot gempal, tetapi jangkung dan kurus. Ia memakai jubah panjang yang seluruhnya terbuat dari bulu berwarna kelabu, walaupun wajahnya tertutup jubah tapi Selena bisa melihat hidungnya yang melengkung dengan dagu lancip.

"Jadi, Selena, atau begitulah nama yang aku dengar dari istriku," kata Krall, "apa kau masih belum percaya kalau kau tidak akan bisa keluar dari desa ini dengan mudah?"

"Apa yang terjadi semalam?" Tanya Selena bingung, ia menunjuk Delza. "Aku melihat kekasihku, lalu gagak – gagak orc ini menyerang dan aku mencoba mengusirnya, sampai terpeleset dan pingsan."

"Gagak–gagak peliharaanku menyelamatkanmu, dasar manusia tak tahu diuntung!"Omel Delza, "sedikit lagi, kau pasti ada di dalam pelukan para wisp, dan begitu sadar, kau akan menjerit karena melihat setengah tubuhmu sudah jadi tulang belulang!"

"Delzar, cukup." Krall mencoba menenangkannya. "Mulai dari sini, aku akan menanganinya sendiri. Kau boleh melanjutkan persiapan untuk upacara kita nanti."

Delzar memberi hormat kepada Krall dan pergi, tapi Selena bisa melihat sudut bibirnya berkedut menggumamkan makian yang nyaris tidak terdengar.

"Jadi," kata Selena sambil mengubah posisi duduknya menjadi bersimpuh, ia mengusap kepalanya yang masih sakit, merasakan ada benjolan cukup besar di keningnya. "Apa itu sebenarnya Wisp?"

"Arwah hutan," kata Krall, "mereka tinggal di pepohonan dan hanya berkeliaran di malam hari. Ia akan memancing mangsanya dengan membuat mereka berhalusinasi."

"Kau tidak memusnahkan mereka? Atau tidak bisa? Aku duga, kau juga takut kepada arwah itu?" Kata Selena dengan nada menyindir.

Krall tertawa. "Wisp akan mati kalau pohon tempat mereka tinggal dibakar, tapi mereka juga melindungi desa ini, memberi tahu hutan dalam bahaya dan membuat binatang lain menyingkir, lalu menciptakan kabut yang menyesatkan. Kami semua hidup di sini menyatukan diri dengan alam. Itulah kenapa kami tidak memerlukan banyak penjaga di malam hari."

Apa yang dikatakan Krall seolah menjawab pertanyaan Selena tentang keanehan hutan Knox, tapi kenapa Krall mau memberikan informasi penting seperti ini kepadanya? Orc ini seharusnya paham bahwa Selena adalah musuh. Apa ia tidak takut kalau hal ini bocor dan menjadi kelemahan yang bisa dimanfaarkan olehnya?

"Ada yang mau kau tanyakan lagi?"Tanya Krall, dan gadis itu menggeleng. "Kalau begitu, kau boleh pergi dari sini dan terserah padamu. Selama kau tidak keluar dari desa ini lagi, aku bisa menjamin semuanya akan baik–baik saja."

Selena bangun dan berjalan pulang. ia baru menyadari bangunan piramida di seberang penglihatannya punya halaman kosong yang luas dan sekarang dipenuhi tumpukan-tumpukan ranting, seperti akan dibuat api unggun di tengahnya. Mungkin ini ada kaitannya dengan upacara yang disebutkan oleh Krall.

Ketika ia masuk ke dalam rumah Krall, Kaila terlihat sedang memotong-motong sesuatu. Keningnya berkerut ketika melihat apa yang ada di dalam genggaman wanita itu.

"Ada yang aneh?"Tanya Kaila.

"Tidak, hanya saja-" Selena menatap tangan Kaila. "Aku tidak menyangka para orc juga makan sayur."

"Ini?" Kaila menunjukkan tangannya yang memegang potongan ubi berwarna cokelat sambil tersenyum. "Kami para Orc juga harus makan sayuran untuk menjaga keseimbangan alam dan tubuh kami. Kau pikir kenapa wanita orc tidak ikut membesar dan berotot seperti para prianya?"

Selena tertawa. Kaila rupanya juga menyiapkan bahan-bahan lainnya, dedaunan mint beraroma segar, buah berry liar, kacang – kacangan, dan semangkuk cairan kental berwarna putih. Ia memberi sepotong ubi kepada Selena dan menyarankan untuk mencelupkannya dulu ke dalam cairan kental itu sebelum dimakan. Rasa asam yang segar menyebar di mulut Selena ketika mencicipinya.

"Enak," gumam Selena di sela-sela kunyahanya, ia mennyesap sedikit cairan yang tertinggal di telunjuknya, "cairan apa itu?"

"Susu kambing gunung yang kami simpan agak lama, dan ditambahkan sedikit ramuan untuk mengawetkannya," kata Kaila, ia mengelus perutnya dengan muram.

"Ada yang mengganggumu?" Selena menatap Kaila, wajahnya terlihat seperti mau menangis.

Kaila menggeleng. "Tidak. Hanya, lagi-lagi aku ingat putraku. Ia juga sangat senang makan sayuran dengan susu kambing seperti ini," katanya, "aku harap, upacara nanti bisa membuatku lebih tenang untuk merelakan kepergiannya ke tanah peristirahatan para pemberani."

Selena membantu Kaila mengupas kacang dan memotong beberapa sayuran lagi. Keadaan dalam rumah perlahan menjadi gelap, menandakan matahari mulai terbenam. Kaila menghentikan pekerjaannya. Ia menyelubungi tubuh dan kepalanya dengan kain panjang warna hitam.

"Aku harus menghadiri upacara pelepasan," kata Kalia, "kau boleh ikut kalau mau."

Selena sebenarnya ingin tinggal di rumah, tapi ada kekuatan yang mendesak dari dalam dirinya untuk menemani Kalia. Di matanya, wanita itu begitu rapuh, seakan ia bisa pingsan kapan saja.

"Aku ikut denganmu," sahut Selena, "kalau kau mengizinkannya."

"Seharusnya ada sisa kain hitam di sana." Kata Kalia menunjuk tumpukan tempat tadi ia mengambil kain hitam. "Kau bisa memakainya."

Setelah menyelubungi kepalanya, Selena bersama Kalia menuju ke luar rumah. Di jalanan desa, para Orc membentuk barisan panjang dan berjalan perlahan menuju arah piramida. Kebanyakan adalah perempuan yang menggendong anak-anak.

Mereka bergabung dalam iring-iringan itu. Suasana duka menggantung di langit senja, sesekali di barisan terdengar ratap dan isak tangis. Dengan diam Selena merangkul bahu Kaila untuk menopang tubuhnya. Bunyi tambur bergema menemani langkah mereka.

Barisan itu tiba di halaman piramida yang telah dipenuhi barisan jasad para orc yang dibaringkan di atas tumpukan kayu, mungkin jumlahnya hampir mencapati tujuh puluh, lebih banyak dari yang Selena perkirakan. Delza, sang Shaman berkeliling untuk membakar dupa dengan tungku tanah liat di samping para jenazah. Sementara disediakan lagi satu tumpukan kayu bakar yang belum terisi apapun, tepat di tengah.

Krall dan belasan Orc yang Selena duga sebagai para panglimanya, duduk di sebuah meja kayu panjang di dekat tangga masuk piramida dengan cangkir tanah liat di hadapan mereka masing-masing. Mereka memakai pakaian perang lengkap, dengan wajah tercoreng warna hitam dan merah.

"Ini upacara pelepasan bagi mereka yang gugur di peperangan," Kalia menjelaskan dengan suara berbisik,"mereka akan dikremasi dengan api sihir sekaligus dan menyebarkan abunya ke hutan dan membiarkannya ditiup angin untuk membebaskan jiwa mereka dari ikatan dunia ini, agar keberanian mereka yang gugur bisa diikuti generasi setelahnya."

Bunyi tambur terus bertalu perlahan memecah udara, membuat suasana bertambah muram namun terasa agung. Ia melirik tubuh yang dibaringkan di tumpukan kayu paling tinggi. Awalnya Selena mengira, itu adalah jenasah Orc yang lain, tapi jari-jarinya terlalu kurus dan berkulit putih pucat. Itu jenazah manusia.

"Jasad itu adalah persembahan untuk para Omniwof," kata Kalia, "kami percaya para Orc yang meninggal akan terlahir kembali menjadi omniwolf yang menjadi rekan para prajurit. Sebelum upacara ini dimulai persembahan itu akan mereka bawa ke hutan untuk memberi makan anak-anak omniwolf."

Tambur berhenti berbunyi, menyisakan keheningan yang menggantung, asap dupa menyebar dengan wangi yang menyengat memenuhi penciuman Selena. Orc yang hadir berdiri di samping jasad keluarga mereka, semuanya mengambil obor menyala yang ditancapkan di tiang–tiang, bersiap untuk mengucapkan salam perpisahan yang terakhir kalinya.

Selena membantu memegangi Obor di belakang Kalia ketika berjalan melintasi lapangan pramida. Udara berbau kematian begitu kental terasa membuat tengkuk Selena merinding. Mereka akhirnya berhenti di jasad seorang Orc muda dengan luka tusukan pedang di dada, Kaila bersimpuh lalu mengecup dahinya dengan kasih sayang seorang ibu, lalu menangis di sampingnya.

Mata Selena menyusuri jasad yang ditangisi Kalia. Perutnya terasa diremas kuat ketika melihat wajah putra Kalia. Selena tidak mungkin melupakan kaling bertaring yang ada di leher orc itu. Tidak salah lagi, dia adalah penunggang serigala yang Selena bunuh karena ingin menghancurkan kepala Horace dengan kapaknya.

Selena meneguk ludah dengan perasaan getir menjalar di dalam hatinya. Ia pembunuh anak Kalia, putra dari Krall'dzur sang pemimpin kepala suku. Segalanya tidak akan sama lagi mulai sekarang.

Berusaha menutupi rasa tidak enaknya, Selena mengalihkan perhatiannya ke arah yang lain. Enam Shaman Orc keluar dari dalam kuil berpakaian sama seperti Delza, dengan jubah dari kulit binatang, berbaris dan berjalan perlahan, sambil membawa tandu dan dengeluarkan suara geraman rendah. Mereka menuju jasad manusia yang akan menjadi makanan untuk para Omniwolf.

Ketika mereka sampai di depannya. Tambur berbunyi lagi, kali ini lebih lambat. Dengan hati – hati, tangan hijau dan kurus para shaman mengangkat manusia malang itu dan meletakannya di tandu yang mereka bawa, lalu memanggulnya hendak keluar menuju hutan lebat di belakang piramida. Sebuah rasa ingin tahu menyengat pikiran Selena.

"Selena, ada apa?" Tanya Kaila, ia sudah tidak menangis lagi, tapi matanya terlihat bengkak.

"Ti-tidak," kata Selena, ia berusaha menghindari tatapan mata Kaila, "aku hanya-"

Kaila mengambil obor dari tangan Selena, ia lalu berbisik. "Ada sesuatu yang ingin kau lakukan?"

"Tidak, a-aku."

"Pergilah," kata Kaila lembut, "aku bisa menangani ini sendiri. Terima kasih karena kau sudah menemaniku, sampai di sini."

Setelah mengucapkan terima kasih, Selena bergegas ke arah para Shaman yang membawa jenazah , berusaha untuk tidak tersandung kaki para orc yang sedang berlutut. Beruntung, keenam shaman itu berjalan cukup lambat sehingga ia bisa menyusul mereka,

Jantung Selena seakan merosot ke dasar tubuhnya ketika ia mengenali tubuh yang tergeletak di atas tandu, terbaring kaku dan tak bernyawa. Rambut keritingnya membingkai wajah lonjong yang dulunya cerah dan kini pucat dipenuhi warna kelabu.

Selena tanpa sadar mengeluarkan pekik ketakutan yang tertahan.

Mereka akan mengorbankan jasad Alan.    



=============

- Chapter Sembilan - 


Akhirnya tergoda juga mengeluarkan chapter ini karena hari libur, dengan harapan semoga semakin banyak yang baca haha ....

Saya mulai sekarang akan mencoba mengatur jadwal untuk berkeliling dunia oranye, membaca cerita-cerita yang ada. Tentu yang saya prioritaskan adalah: cerita update yang dibuat oleh mereka yang sering membaca dan mengomentari, melakukan vote cerita saya, cerita yang sudah tamat. setelah itu baru cerita yang saya pilih secara acak atau direkomendasikan oleh kalian. 
 
Semoga saya punya cukup waktu untuk melakukan itu semua, karena minggu ini saya juga masih berusaha menamatkan Brisingr-nya om Paolini, ditambah menulis draft bab-bab terakhir dari cerita ini. 

Sampai ketemu lagi di hari jum'at seperti biasanya.

Seperti biasa, saya mohon dukungan kalian semua berupa, komentar, krisar, dan vote

m(_ _)m

=============  

Cerita selanjutnya:

"Semangat yang bagus, manusia perempuan," Delzar berbisik, "tapi aku pastikan permintaan dariku paling tidak akan membuatmu kehilangan salah satu anggota tubuhmu." 

=============   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro