14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kata – kata terakhir Garzo tentu tidak menghibur Selena sedikitpun. Setelah menurunkan Selena, Orc dan tunggangannya juga langsung menghilang ke dalam hutan dan meninggalkannya sendirian.

Selena membuat langkahnya selambat mungkin ketika mendekati gua, ia berjalan di antara daun – daun dan mencoba agar tidak menginjak ranting yang ada di tanah, siapa tahu monster itu sedang mengawasi dan akan menyergapnya begitu mendengar suara sekecil apapun.

Begitu masuk beberapa langkah ke dalam, udara lembab berbau anyir mengambang di penciuman Selena. Kakinya tiba-tiba menyentuh sesuatu yang besar, dingin, dan keras, membuatnya meneguk ludah.

Itu tulang, dan banyak bertebaran di sepanjang lantai gua. Semuanya bersih tanpa ada daging yang menempel di sana. Sebagian besar milik binatang, mungkin serigala, ular atau, rusa, dan sisanya adalah tulang tengkorak yang menyerupai manusia, tetapi punya taring menonjol di kedua sudut mulutnya. Mereka adalah sisa-sisa para Orc yang bernasib sial.

Bunyi derak kecil di ujung gua membuat Selena waspada, mungkin binatang buas itu sudah menyadari bahwa ia ada di sini. Selena menyipitkan mata untuk memusatkan pandangannya, dan benar saja sepasang mata emas sedang balik menatapnya tajam.

Tapi sepertinya ada yang salah. Mata itu terlalu kecil untuk seekor monster yang mampu melahap lusinan binatang dan menumpuk bangkai sebanyak ini, walaupun begitu Selena tidak mau mengambil resiko, pedangnya tetap terhunus dan ia bergerak melakukan serangan secepat mungkin, sementara pemilik tatapan emas itu semakin mendekat.

Suara dengkingan kecil mengejutkan Selena, dan mahluk itu menunjukan dirinya dibayangi cahaya bulan redup yang masuk ke dalam gua. Tingginya tidak lebih dari lutut Selena, dan ia hampir saja mengira mahluk di depannya adalah seekor anak anjing kalau saja tidak melihat bulunya yang terlalu tebal dan taringnya yang mencuat.

Itu adalah seekor anak omniwolf.

Binatang kecil itu menyelidiki Selena dengan pandangan penuh rasa ingin tahu, lalu melangkah dengan ragu ragu. Selena tidak bisa menahan senyum ketika ia merasakan bulu-bulunya yang lembut menggelitik kakinya.

"Sobat," kata Selena, ia memberanikan diri membungkuk sambil bertumpu pada pedangnya untuk mengusap kepala omniwolf kecil itu dengan lembut. "Apa kau tersesat? Di sini berbahaya, kembalilah ke sarangmu."

Omniwolf itu nampak menikmati sentuhan yang diberikan Selena. Sebagai balasan, ia menjilati telapak tangan Selena dengan lidahnya yang lembab dan hangat, membuat Selena kegelian.

Setelah puas mengusap kepala binatang kecil itu, Selena kembali bangkit berdiri. "Tidak mungkin kau adalah mahluk yang Delzar cari bukan?" Ia menatap ke kegelapan yang menganga. "Dan rasanya juga tidak ada apa – apa di sini selain kau. Mungkin mahluk itu sedang berburu."

Selena kembali ke mulut gua, dan Omniwolf kecil itu mengikuti langkahnya dari belakang dengan ringan, "Aku tidak tahu di mana rumahmu. " kata Selena kepadanya. "Tapi aku akan melindungimu kalau monster itu muncul."

Ketika ia tiba di luar, udara dingin kembali membelai kulit Selena. Dengan seksama ia mengawasi setiap gerakan yang timbul di sesemakan, berusaha membedakan apakah itu dari seekor binatang atau hanya karena angin lalu.

Tiba-tiba Omniwolf kecil itu mengeluarkan geraman rendah dan Selena meliriknya, tubuh binatang itu menegang dan dan cakarnya mencengkeram tanah, ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi dan ia menyadari adanya ancaman.

Karena sulit melihat darimana ancaman itu akan datang, Selena memutar tubuhnya. Ia mendengar lolongan dan bunyi menggeram samar di sebelah kanan dan semakin mendekat. Suaranya perlahan membesar hampir menyerupai gemuruh ombak yang menuju ke arahnya.

Sesosok makhluk besar menerjang dari arah kanan Selena, secara spontan ia berguling menghindar, dan begitu Selena menyadari sosok yang baru saja menyerangnya, darah di nadinya nyaris membeku.

Di depan Selena sekarang berdiri seekor omniwolf yang menantangnya, hewan itu sama seperti tunggangan Krall atau Garzo tapi yang ini entah kenapa lebih terasa menakutkan. Bulu – bulunya hitam sekelam langit malam dan Omniwolf itu menyeringai, memamerkan taringnya yang setajam pedang di mana masih ada darah tersisa.

Jadi monster seperti inilah yang harus ia bunuh, Fenrir.

Delzar keparat itu memang menginginkannya untuk mati.

Selena tahu ia tidak mungkin menyerang langsung mahluk buas yang besarnya beberapa kali lipat tubuhnya dan tidak sabar untuk menjadikan dirinya makan malam tambahan, Selena memeras pikiran dengan cepat, dan memandang sekelilingnya, tempatnya sekarang dipenuhi pepohonan tinggi dan sesemakan, tidak ada yang lain.

Fenrir melompat, sementara dua cakar depannya terarah tepat ke arah Selena, sambil pedangnya diayunkan, Selena melempar tubuh ke samping untuk menghindari terkaman binatang itu. dan ia merasa pedangnya menggores sebuah gumpalan daging yang tebal. Bersamaan dengan itu juga, Selena merasakan sejejak rasa sakit yang menyayat muncul di lengannya membuatnya mengerang.

Sebuah luka sobek yang cukup panjang sekarang melintang di lengan atas Selena sekarang, tidak terlalu dalam tapi rasa pedih yang berdenyut setiap ia mencoba menggerakan pedangnya akan sangat mengganggunya, ia harus memikirkan cara lain.

Kaki kanan depan Fenrir mengeluarkan darah yang pekat, Fenrir meraung kesakitan dan menatap Selena dengan buas, matanya besar dan berwarna merah, bukan emas seperti omniwolf yang menjadi tunggangan Krall atau Garzo.

Lari!

Naluri di kepala Selena memberitahunya untuk melarikan diri. Tapi gonggongan kecil terdengar di belakang Fenrir, ternyata omniwolf kecil itu masih ada di sana, ia berdiri dengan kakinya gemetaran.

Kepala raksasa Fenrir menoleh kepada mahluk kecil di sampingnya, anak omniwolf itu terus menyalak seolah ingin menarik perhatian sang monster, perlahan – lahan Fenrir mulai berputar menjauhi Selena, menuju kepadanya.

"Hei mahluk besar, lawanmu itu aku!" seru Selena. Ia melempar batu sebesar kepalan tangannya ke tubuh Fenrir. Batu itu mengenai tubuhnya yang berbulu tebal dan memantul. Sesaat Fenrir terdiam dan matanya bergerak-gerak, menentukan mangsa mana yang harus dibereskannya terlebih dulu.

Selena yang melihat kebingungan di mata Fenrir berlari melewati moncong raksasa binatang itu, Sementara moncongnya membuka untuk mencabik dirinya, dengan tangkas, Selena berguling dan menyambar omniwolf kecil itu dari tanah, lalu berlari ke dalam hutan.

Selama beberapa detik, Fenrir terlihat seperti membeku, binatang itu mungkin tidak menyangka mangsanya dapat meloloskan diri dengan cara konyol. Ia meraung marah, membuat sesemakan dan pohon bergetar dan beberapa ekor tupai berlarian keluar sarang.

"Kerja bagus anjing kecil," gumam Selena setelah melompati sesemakan kepada omniwolf yang ia dekap, "kenapa kau tidak lari tadi?"

Omniwolf itu balas memandang Selena dengan tatapan bingung, seolah bertanya. Kenapa aku harus lari? Tapi Selena tidak punya waktu untuk menjawabnya, ia menoleh ke belakang memastikan jarak antara mereka dan monster itu cukup jauh.

Fenrir mulai mengejar. Ia berlari dengan pincang menerobos sesemakan, sesekali tubuhnya oleng tapi ketiga kakinya yang masih sehat membantunya menjaga keseimbangan. Perlahan tapi pasti. Selena bisa merasakan jarak di antara mereka semakin memendek.

Napas Selena mulai tersengal dan luka di lengannya seolah menjerit dengan rasa sakit, kondisinya tidak jauh lebih baik daripada pemburu di belakangnya, ia berlari sambil membawa beban di kedua tangannya. Selena sendiri tidak yakin apakah mahluk kecil di dekapannya itu akan lari menjauhi Fenrir kalau ia melepaskannya, binatang itu terus menggeliat – geliat.

"Bisakah kau lebih tenang sedikit!" Omel Selena ketika menyadari binatang itu nampaknya ingin melepaskan diri darinya.

Sebuah pohon Oak besar berdiri dengan dahan – dahan kokoh tidak jauh dari tempatnya, Selena berlari menuju pohon besar itu. Kalau ia ingin hidup maka itu adalah satu – satunya kesempatan untuknya.

"Panjat pohon ini," kata Selena sambil menatap mata besar keemasan omniwolf kecil itu, ia seperti memberi perintah kepada seekor anjing ."Naik ke atasnya. Jelas?"

Omniwolf itu menatapnya ragu, tapi Selena langsung mengarahkan agar kuku – kuku mahluk itu mencengkeram dahan pohon dan sekejap setelah ia melepaskan tangannya. Omniwolf kecil itu dengan lincah menaiki dahan demi dahan sampai cukup berada jauh di atas Selena.

"Itu baru anak baik," gumam Selena. dan ia juga mulai memanjat.

Dalam waktu singkat Selena sudah mencapai ketinggian setidaknya enam puluh kaki, cukup untuk menjaga dirinya sementara waktu dari jangkauan cakar Fenrir, dan ia berharap dirinya tidak terlihat di antara dedaunan yang tumbuh lebat.

Suara gemerisik sesemakan membuat Selena melirik ke bawah, dan ia bisa merasakan jantungnya nyaris naik ke kerongkongan begitu melihat Fenrir berjalan pelan ke arah pohonnya. Napasnya memburu. Tapi sorot matanya tetap menampilkan hawa membunuh, membuat Selena yakin bahwa monster itu dengan mudah mencincang dirinya walaupun ia kelelahan.

Fenrir menggeram dan berjalan mengelilingi pohon itu sambil sesekali melihat ke atas Seolah ia memastikan agar buruannya tidak kemana – mana. Selena sendiri hampir yakin dirinya tertutup dengan sempurna, tetapi pendengaran dan penciuman mahluk seperti mereka sangat tajam, sedikit gerakan yang salah, akan membuat semuanya berantakan.

Otaknya bekerja keras menggambarkan rencananya. Begitu Fenrir melintas di bawahnya bagian punggungnya akan terbuka tanpa pertahanan. Hanya dilindungi segumpal bulu, kulit, dan daging berotot tebal, tapi semua itu seharusnya bisa ditembus oleh pedangnya.

Selena bernapas dengan sangat pelan seolah menghemat udara yang ada di sekitarnya. Ia membiarkan omniwolf itu melintas beberapa kali untuk mengukur waktu yang tepat. Terlalu cepat, ia akan bertemu dengan moncong monster itu, terlalu lama dan Selena hanya akan memotong ekornya.

Kepala Fenrir muncul lagi di sudut kiri penglihatan Selena. Kali ini Ia berlutut dengan satu kaki sebagai tumpuan, sementara pedangnya digenggam kedua tangannya dengan mata pedang terhunus ke bawah.

Fenrir kemudian menampakan punggungnya yang terbuka, dan kaki Selena melakukan ancang – ancang untuk melompat, sementara pedangnya mulai terangkat , satu tusukan kuat ke punggung, dan monster itu akan mati,

Tetapi suara tinggi dan melengking muncul di dekatnya. Omniwolf kecil itu melolong, seolah memberi peringatan tanda bahaya. Fenrir mendongak dengan waspada, binatang itu sekarang melihat Selena diantara dedaunan, sedang mengarahkan pedang ke arahnya.

Sial. 

=========
Bab 14!

Sesuai janji saya di minggu sebelumnya bab ini adalah awal pertempuran melawan Fenrir. Jujur saja saya sebenarnya agak bingung menentukan monster yang tadinya akan dilawan oleh Selena, saya sempat mempertimbangkan Selena melawan ular, burung, atau bahkan kambing gunung raksasa.

Tapi karena saya tidak mau terlalu banyak membuat mahluk aneh di sini jadi ya saya putuskan jadilah Fenrir saja, seharusnya kalian sudah bisa menebak apa itu Fenrir dari namanya bukan? dia adalah pembunuh Odin dalam mitologi Norse.

Seperti biasa, mohon dukungannya untuk bab ini dengan komen dan vote bila berkenan. 

m(_ _)m  
=========
Bab selanjutnya

Anak omniwolf itu jatuh tepat di depan mata Fenrir. Perbedaan tubuh mereka benar – benar seperti raksasa dengan seekor tikus, omniwolf kcil itu menyalak dengan ketakutan sedangkan Fenrir menyeringai, dan Selena bisa melihat hawa membunuh yang kuat di mata mahluk itu, binatang raksasa itu mendekat dengan moncongnya yang mulai terbuka.     

=========  


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro