16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aula dewan hari itu sangat ramai, tetapi tidak seperti biasanya di mana para jendral berkumpul. Kali ini ruangan bundar itu penuh dengan para rakyat Orc yang datang ke sana bertampang marah.

Krall, duduk di tempatnya seperti biasa, menghadapi beberapa orc yang berdiri paling depan di antara kelompok itu. Kepalanya bertumpu ke salah satu tangan. Delzar ada di sampingnya, dia yang pertama kali melapor bahwa kelompok orc itu ingin bertemu dengannya.

"Jadi," kata Krall dengan suara berwibawa dan tenang. "Ada apa dengan keributan sepagi ini?"

"Kami yang seharusnya bertanya kepala suku," Salah satu orc maju ke hadapan kepala suku. "Ada apa dengan manusia perempuan yang kau bawa itu."

Krall mengerutkan dahinya. "maksudnya?"

"Kenapa kau begitu mengistimewakannya, sampai mengabaikan keinginan para arwah," kali ini Orc yang pendek dan bertubuh bundar berbicara. "Kami dengar kau tidak memberi korban kepada para omniwolf. Kau bisa mebuat para arwah marah dan bencana akan menimpa kami semua!"

Seorang perempuan Orc tua penuh dengan keriput dan rambut putih mengomel. "Anakku melihatnya, manusia yang seharusnya menjadi kurban para Omniwolf di bawa kembali "

Krall melotot kepada Delzar, dan shaman itu hanya mengangkat bahu. Garzo memang membuat kacau segalanya, dan jika dibiarkan terus menerus tanpa kejelasan, rakyatnya akan marah karena arti pengorbanan itu sangat besar untuk mereka, sementara itu belum ada kabar dari gagak milik Delzar bahwa pasukan manusia sudah mundur.

"Perempuan manusia itu akan memberikan gantinya," Krall berusaha menenangkan para Orc yang sudah mulai gelisah. "Dia memburu Fenrir."

Mendengar nama itu Orc yang ada berbisik – bisik, Fenrir bagi mereka adalah kutukan. Tidak ada yang berani mendekati sarang mahluk itu. Satu – satunya Omniwolf yang tidak bisa dijinakkan oleh mereka karena kebuasannya. 

"Kau yakin tidak mengarang cerita lagi kepala suku?" sembur wanita orc tua itu. "Atau itu hanya alasanmu saja untuk menyembunyikan manusia itu? Bisa saja dia melarikan diri diam – diam tanpa sepengetahuan kami."

"Siapa yang melarikan diri?"

Selena muncul di pintu aula, rambutnya berantakan dan nampak lelah dengan mata bengkak. Ia sedikit menyeret langkahnya ketika menghampiri Krall, dan semua Orc menyingkir untuk memberi jalan. Begitu sampai di depan Delzar, Selena menyerahkan kendi tanah liat yang ia bawa.

"Ini," kata Selena. "Periksalah sendiri apakah aku melarikan diri atau tidak,"

Delzar membuka tutup kendi dan mengendus isinya, ia memejamkan matanya dan nampak menikmati aromanya seolah darah itu terbuat dari sari bunga yang wangi.

"Benar," Darzo bergumam, dan ia tersenyum senang. "Tidak salah lagi, ini darah binatang terkutuk itu." Ia mengangkat kendi itu dan memperlihatkannya kepada para orc yang hadir. "Dia telah membunuh Fenrir untuk kita!"

Dalam sekejap, suasana di aula itu menjadi hening, wajah para Orc yang hadir di sana, sebagian besar membeliakan matanya dengan rahang terbuka tidak percaya. Kemudian dari tengah tengah kerumuman Selena bisa mendengarnya.

"Dengan ini para arwah akan tenang! Manusia perempuan ini telah menyelamatkan kita!"

Perlahan – lahan, sorakan itu mulai menjalar dari satu orc ke yang lainnya, hingga di seluruh aula bergema pujian terhadap Selena, mereka meraung, menghantamkan tinju ke dada berulang kali, dan ruangan itu semakin lama dipenuhi oleh orc lain, yang nampaknya ingin tahu apa yang terjadi di sana.

Krall akhirnya memberi perintah agar para Orc kembali kepada kegiatannya masing–masing dan mereka mematuhinya, tetapi begitu Delzar keluar dari ruangan, Selena bisa merasakan wajah Krall yang nampak cemas.

"Apa?" Selena tidak bisa menghentikan pertanyaan yang keluar dari mulutnya.

"Apa maksudmu?" Krall balik bertanya. "Ada yang ingin kau tanyakan?"

Wajah Krall tiba – tiba kembali seperti biasanya dan membuat Selena merasa kikuk, jadi ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana dengan jasad Alan? Kapan aku bisa mendapatkannya?"

"Secepatnya," ujar Krall. "Aku akan memberi kabar kalau semuanya sudah siap. Sebaiknya kau membersihkan diri dan istirahat. Aku akan menyuruh seseorang untuk mengantarkan makanan padamu."

Selena mematuhi saran Krall, dan ia pergi ke sungai untuk mandi. Sebelum ke pengasingan, Kaila sudah menyiapkan beberapa pakaian untuk Selena, dan sisa hari itu ia habiskan untuk beristirahat di rumah Krall sambil merawat luka di lengannya.

Menjelang sore, seorang pelayan membawakan makanan, sepotong paha babi hutan panggang dengan irisan umbi-umbian dan saus susu kambing asam, ia juga memberitahu bahwa Krall sudah menyapkan segalanya untuk penguburan Alan, tapi sang kepala suku belum bisa datang karena ada urusan lain, sehingga Selena dipersilahkan memulai upacara penguburan itu kapanpun ia siap.

Setelah menghabiskan makanannya, Selena bergegas ke tempat yang diberitahukan oleh si pelayan, letaknya agak jauh dari desa menuju arah barat dan hampir masuk ke dalam hutan, di sana ada sedikit tanah lapang dan Selena beberapa Orc berdiri di sana.

Selena cukup terkejut mengetahui Krall telah mengatur pemakaman Alan seperti layaknya pemakaman seorang manusia, jenasah Alan dibaringkan di sebuah peti kayu yang masih kasar. mungkin baru beberapa hari dibuat, tubuh pemuda itu memakai baju tempur lengkap nya yang sudah diperbaiki, kedua tanganya menyatu memegang pisau kecil yang ditempelkan di dada. Tanda seorang ksatria.

Selena berlutut di sampan peti lalu kepalanya menunduk mendekati wajah Alan yang sekarang berwarna putih pucat, bau ramuan tajam tercium dari sekujur tubuhnya, mungkin itu cara para Orc untuk mengawetkan jenazahnya agar tidak cepat membusuk, tapi Selena tidak peduli. Ia menunduk dan mengecup bibir kekasihnya yang sudah sedingin batu.

"Beristirahatlah pejuang," Selena berbisik, sementara rasa sesak mulai merambati dadanya. "Damailah di Valadrin tempat para pemberani, Kalios akan menerima jasa - jasamu."

Itu adalah doa untuk mereka yang gugur di medan perang. Selena mengecupnya sekali lagi, kali ini di keningnya, dan ia tidak bisa menahan air mata yang mengalir turun lalu menetes ke wajah Alan. Tetap saja perpisahan ini terasa berat walaupun Selena sudah berjuang untuk menerimanya.

Setelah mengatur napas, Selena memberi tanda kepada para Orc itu dengan anggukan kepala untuk menutup peti dan menguburkannya. Para Orc itu bergerak dengan tangkas, tangan – tangan kekar mereka segera melakukan pekerjaanya dan wajah Alan perlahan – lahan lenyap dari pandangan Selena.

Ketika peti selesai diturunkan, gumpalan tanah mulai ditimbun menutupinya. Selena berdiri dengan khidmat. Ia berusaha tegar, tidak boleh ada lagi air mata setelah ini, janjinya dalam hati. Ia melantunkan lagu penghormatan untuk seorang pahlawan perang.


Damailah sekarang, kau putra Kalios

Kau yang telah berjuang sampai akhir membela namanya.

Sekarang beristirahatlah dengan tenang.

Rebahkanlah tubuhmu dalam pangkuan bumi.


Istirahatkanlah jiwamu di Valadrin

Tempat para pahlawan yang jaya

Biarkan kami yang masih hidup mengenangmu.

Biarkan kami yang masih berjuang meneladanimu.

Pandanglah kami yang masih ada di sini, dan mohonkan restu Kalios untuk kami.


Ketika kata – kata terakhir meluncur keluar, peti Alan sudah terkubur di dalam gundukan tanah. Selena menggigit bibirnya untuk menahan tangis yang akan kembali tumpah, dan para orc tetap berdiri di sana untuk menunggu perintah selanjutnya.

Suara langkah terdengar di belakang Selena. Krall ternyata datang menghampirinya. Ia membawa sebuah kendi tanah liat berukuran agak besar, ia mengibaskan tangan dan Orc yang ada di sana berangsur – angsur pergi meninggalkan tempat itu.

Selena buru – buru mengusap matanya yang berair dan merah, ia berharap Krall tidak melihatnya menangis. Sudah cukup ia merasa rendah setiap kali kepala suku Orc itu melihatnya berurai air mata, Selena mengingatkan dirinya lagi bahwa ia adalah seorang prajurit.

"Tidak usah menyembunyikannya," kata Krall, "Wajar kalau kita menangis kalau kehilangan sesuatu yang berharga. Aku juga melakukannya kemarin."

Selena cukup terkejut mendengarnya, tapi kemudian ia memaklumi hal itu. Ia membunuh anak sulungnya dalam perang.

Krall membuka kendi yang ia bawa, lalu menuangkan isinya ke sepanjang gundukan makam, sesaat Selena mengerutkan dahi, tapi ia kemudian ingat. Ini adalah juga bentuk penghormatan, biasanya makam wanita akan ditaburi bunga, tetapi menurut tradisi kuno. Makam para pria dewasa akan dilumuri anggur, minuman yang paling berharga.

"Mungkin rasanya tidak seenak buatan kalian," kata Krall setelah isi kendi itu habis. "Tapi ini minuman terbaik yang bisa aku dapatkan. Hanya ini saja bentuk penghormatanku." Matanya yang besar menatap Selena. "Apa masih ada lagi yang kau perlukan?"

Selena menggeleng. "Aku tidak bisa meminta lebih dari ini," ucapnya. "Terima kasih, Krall."

Mereka berdua memandangi kuburan milik Alan, hanya ada satu batu besar di sana yang menjadi penanda itu adalah sebuah makam. Keheningan menyelimuti lagi dan Selena lalu duduk bersimpuh di sisi Krall, matanya tetap tertuju pada makam Alan. Tetapi tiba-tiba pikirannya kembali kepada Fenrir yang ia bunuh. 

"Apa yang kau ketahui tentang Fenrir, Krall?" tanya Selena. Pertanyaan itu seketika meluncur begitu saja bersamaan dengan rasa sedih karena mengingat omniwolf kecil yang telah kehilangan induknya. 

Krall terlihat berpikir sejenak sebelum berbicara, "Banyak cerita yang mengatakan bahwa ia termasuk Omniwolf yang berperang bersama Morgrath melawan para manusia dan masih hidup. Lalu karena sihir Morgrath yang tersisa pada dirinya, ia menjadi gila dan sulit dikendalikan sampai akhirnya memangsa siapa saja yang mendekatinya."

"Tapi dia mempunyai anak." gumam Selena lirih. "Dan itu membuatku menyesal karena membunuhnya, padahal beberapa saat sebelum itu, Fenrir hampir saja mencabik-cabik tubuhku. Mungkin ia melakukan keganasan ini karena ingin melindungi anaknya. "

Krall tampak terkejut. "Begitukah?"

Selena mengangguk. Selama di desa para Orc, gadis itu belajar banyak hal. Tentang kehidupan para Orc yang selalu diajarkan oleh guru-gurunya yang ternyata berbanding terbalik dengan apa yang ia alami. Juga perasaan sedih dan menyesal karena telah merengut sesuatu yang berharga dari mahluk hidup lain.   

  "Kita berdua kehilangan orang yang berharga, membunuh atau dibunuh. Inilah perang. Tidak ada yang bisa kita lakukan dan tidak akan berakhir sampai salah satunya musnah," kata Krall seolah bisa menyimpulkan apa yang Selena pikirkan.  

"Kalia," kata Selena."Apa dia tahu? Apa dia tahu aku membunuh anakmu?"

Krall mengangkat bahunya. "Aku tidak mengatakan apapun padanya, tapi mungkin dia tahu. Wanita itu punya firasat lebih tajam dari siapapun."

"Kalau begitu, kenapa kau membiarkanku hidup?" tanya Selena. "Apa maksudmu melakukan semua ini padaku? Kau membiarkan Garzo menantangku berduel tetapi kau berusaha melindungi jenazah Alan, apa maksudnya ini semua? Ini seperti ... "

Krall mengangkat tangan besarnya untuk menghentikan berondongan pertanyaan Selena. "Tentu itu semua ada tujuannya." Krall mengakui. "Dan aku akan menjelaskannya kalau kau mau ikut denganku."

=========
Bab 16 

Akhirnya keluar dengan angka cantik 1.200 reader dan 330 vote. Terima kasih untuk semua yang sudah setia bela-belain mengikuti cerita ini dari awal, memberikan komentar dan perbaikan bahkan vote. 

Cuma belakangan, saya merasakan style penulisan saya agak kacau dan menurun apalagi waktu menulis revisi bab ini. Mungkin itu karena efek lama tidak menulis. Ada yang tahu cara pemecahannya? Ini seperti berusaha kembali melemaskan otot untuk berlari setelah sekian lama tidak berolahraga, 

Ngomong - ngomong soal Olahraga. Piala Dunia akhirnya digelar di Rusia. dan asyiknya adalah sampai minggu ini tidak ada satu pertandingan pun berakhir tanpa gol, walaupun beberapa negara unggulan bertumbangan dan yang lain bermain dengan tidak meyakinkan di putaran pertama. (Terutama favorit saya Jerman yang terpaksa menyerah melawan Meksiko, tapi paling tidak. sejauh ini lebih baik dibanding Argentina yang harus dihajar Kroasia tiga gol tanpa balas.)  

Siapa tim favorit kalian? Semoga bisa menembus babak 16 besar ya :) 
    
Seperti biasa, saya mohon dukungan dari kalian semua berupa kritik, saran, dan komentar jika kalian menyukai bab ini 

m(_ _)m
=========

Episode selanjutnya:

Awalnya Selena melihat satu sosok, manusia bersayap dengan baju perang dan pedang terpahat di sana, dahinya berkerut, ia mengenalinya tapi kenapa bisa tergambar di tempat seperti ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro