17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selena tidak berkata apa – apa lagi, ia sekarang hanya mengekor di belakang Krall. Sesekali mulutnya membuka ingin mengajukkan pertanyaan, tetapi ia berusaha menahan keinginan itu. Percaya bahwa Krall akan membuat semuanya menjadi terang,

Awalnya Selena kira, Krall akan membawanya ke ruangan dewan atau rumahnya seperti biasa untuk mengobrol, tapi ternyata mereka melewati kedua bangunan itu dan menuju ke tumpukan batu yang membentuk piramida raksasa yang Selena ketahui itu adalah kuil tempat para shaman tinggal dan bekerja.

Semakin mereka mendekat, Selena semakin mengaguminya. Tempat itu jauh lebih besar dari dugaannya. Tersusun dalam beberapa tingkat, dan di setiap bagian diberi undakan untuk naik ataupun turun. Setiap tingkat memiliki ruangan yang semakin ke atas jumlahnya semakin sedikit.

"Shaman agung sedang ada di kamar ramuan." Seorang shaman menunjuk ke beberapa tingkat di atas kuil ketika Krall bertanya. "Tapi aku rasa ia tidak ingin diganggu sekarang."

Krall mengabaikan kata-kata terakhir shaman itu. Mereka berdua terus menaiki undakan demi undakan, para Shaman yang berpapasan dengan mereka memandanginya dengan tatapan menyelidiki. Sesekali, Selena melongokan kepalanya di pintu yang terbuka, sekadar untuk mengetahui apa yang ada di ruangan itu. Sebagian besar hanya berisi rak – rak penuh gulungan perkamen dan Shaman yang sedang mempelajarinya.

"Mereka sedang membuat logam dengan apa yang kalian namakan ilmu alkimia." Krall menjelaskan begitu mereka melewati ruangan cukup besar penuh dengan batu berserakan. "Aku kurang mengerti bagaimana caranya, tapi batu-batuan itu akan dipanaskan lalu ditambah beberapa campuran sehingga bisa menjadi logam yang kami butuhkan untuk hidup. termasuk untuk senjata dan baju perang."

Dan itu menjawab pertanyaan Selena, bagaimana para Orc itu mempunyai pandai besi dan senjata yang besar.

Setelah beberapa tingkat, mereka berdiri  di depan sebuah pintu kayu yang mulai lapuk. Krall mengetuk beberapa kali dengan pelan dan menunggu, tapi tidak ada jawaban. Lalu ia mengetuk dengan keras sampai Selena berpikir ia bakal menjebol pintu itu.

"Demi gigi dan taring Gorlag, siapa yang menggangguku?! Aku bersumpah akan menenggelamkan mereka di racun Gradoseth dan-"

Pintu terbuka dengan cepat. Dengan bau busuk yang menguar dari dalam ruangan, sebuah kepala botak dan lonjong berwarna hijau muncul dari sana. Selena harus mendengus untuk menahan tawa. kalau saja ia tidak ingat siapa dia. Tanpa tudung serigalanya, kepala Delzar lebih menyerupai buah mangga.

"Krall," kata Delzar begitu mengetahui kepala sukunya datang, matanya menyipit begitu ia melihat Selena "Dan manusia perempuan ini. ada urusan apa sampai kalian datang kemari?"

"Kami ingin masuk ke ruangan jiwa." Kata Krall. "Dan untuk itu kami perlu izin darimu."

Mata Delzar membesar. "Apa katamu? Kau mau ke sana? Kau memang berniat untuk menunjukannya Krall?"

"Harus," jawab Krall setengah memaksa. "Dia harus melihatnya, kalau tidak kebenaran tidak akan pernah bisa disebarkan dan percuma saja aku menahan Selena selama ini."

Kening Delzar berkerut, dan mulutnya yang cemberut membuatnya semakin jelek. Ia mendengus. "Baiklah, tapi tidak boleh lama – lama. Aku sedang menyiapkan pembuka segel."

Selena bisa merasakan Wajah Krall memucat sesaat, Orc besar itu terlihat ketakutan hanya dengan kata-kata Delzar. Sebenarnya ada apa dengan semua ini?

Sesaat Delzar menghilang dari balik pintu, lalu muncul lagi dengan pakaian yang biasa ia kenakan. Tudung dan jubah binatang panjang , tetapi kali ini bau anyir tercium samar dari tubuhnya. Nampaknya orc itu sedang membuat sesuatu yang menjijikan.

Delzar membawa mereka turun dan menuju bagian tengah piramida. Di sana terdapat sepasang pintu besar dari kayu dengan hiasan berbentuk Serigala dengan mulut terbuka, lengkap dengan taringnya yang terbuat dari logam. Dua Shaman yang berjaga di sana, cukup terkejut ketika melihat ketiganya namun mereka hanya menunduk dan diam.

Krall dan Delzar memasukan telapak tangan ke celah yang terbentuk di mulut Serigala itu, mereka menekankan jari ke taringnya hingga mengeluarkan darah, dan tidak lama pintu itu berderak membuka, menampilkan lorong panjang yang gelap.

"Ini kenapa aku benci masuk ke sini," Delzar menggerutu sambil menghisap jarinya yang baru saja berdarah, "Seharusnya aku hidup di zaman ketika kuil ini dibangun dan aku bisa menyarankan hal yang lebih baik. Dengan ludah, kotoran hidung, atau sebagainya."

Di lorong yang mereka lalui, terpasang obor yang menyala sendiri begitu mereka melangkah semakin dalam, membuat tempat yang tadinya berwarna hitam pekat menjadi keemasan karena cahaya api dan membuat ruangan terasa hangat. Selena lalu menyadari, dinding sepanjang lorong itu terbentuk lukisan dengan pahatan yang halus.

Awalnya Selena melihat satu sosok, manusia bersayap dengan baju perang dan pedang terpahat di sana, dahinya berkerut, ia mengenali sosok ini tapi kenapa bisa tergambar di tempat ini?

"Kalios." Ucapnya, Selena menyentuh tembok itu dengan hati – hati. "Sang penjaga manusia."

Krall, yang berjalan di depan Selena menghentikan langkahnya dan menoleh. "Ah tentu saja," katanya. "Aku hampir lupa menjelaskannya."

"Menjelaskan apa?" tanya Selena.

Krall memberi tanda agar Selena mendekat, mereka lalu berjalan beriringan, tetapi mata Selena tetap tidak bisa lepas dari dinding lorong itu, adegan tentang penciptaan dunia dimana keempat penjaga memutuskan untuk membentuk kehidupan. Selain Kalios, di sana juga ada gambar yang ia kenali lewat buku – buku, Aethyr sang pelindung alam yang tinggi dengan busur panahnya, Gerowyn berbadan pedek berotot memegang kampak. Lalu sosok yang kurus kering seperti tengkorak. Morgrath sang terbuang.

"Manusia perempuan," kata Delzar. "Apa yang kau ketahui tentang penciptaan dunia ini?"

Itu pertanyaan konyol untuk Selena. Semua anak di Levan selalu diceritakan kisah itu oleh orang tua mereka dan para pendeta akan mengulangi hal yang sama setiap kali ada kesempatan di akademi militernya. Selena dengan lancar menceritakan apa yang diingatnya, tentang penciptaan dunia dan pembagian wilayah kepada tiga kaum. Morgrath menciptakan Troll, Ogre, dan Orc agar dirinya bisa menaklukan yang lain. Setelah pertempuran panjang, pengkhianat itu dikurung bersama monster ciptaannya lewat pengorbanan ketiga penjaga lain yang akhirnya melebur menjadi bintang di langit.

"Cerita yang cukup lengkap," Delzar berkomentar setelah Selena selesai bercerita. "Tapi pernahkah kau berpikir kenapa Troll dan Ogre terkurung, tetapi kami, para orc masih ada di dunia ini?"

"Karena para penjaga sudah terlalu lelah, mereka kehabisan terlalu banyak tenaga karena memberi kehidupan kepada ketiga kaum, dan Morgrath memanfaatkan hal itu." kata Selena, mencoba mengingat-ingat apa yang dikatakan gurunya dulu. "para pendeta berkata, karena kekuatan yang terbatas. gerbang dimensi hanya bisa mengurung Morgrath dan mahluk ciptaannya yang tidak berakal, itulah yang akhirnya menyebabkan perang sepuluh tahun lalu. Para Orc itu memberontak."

"Dan kenapa para Orc memberontak?"

"Karena mereka hidup terasing," jawab Selena.

"Apa yang menyebabkan para orc itu hidup terasing?"

Pertanyaan yang terus berputar – putar ini nyaris membuat Selena jengkel. Tetapi kemudian ia menyadarinya bahwa ia tidak pernah berpikir sampai ke sana. Dulu Selena menduga para Orc hidup terasing karena akal mereka yang liar dan bodoh, tapi setelah lama berada di antara mereka, Selena menyadari Orc tidaklah serendah itu.

"Karena kami punya tugas," kata Krall, seolah – olah bisa menebak apa yang akan Selena tanyakan. "Lihat ini."

Mereka melewati dinding yang sekarang terukir gambar yang membingungkan untuk Selena, sosok berkepala bundar dan bertaring yang jelas ia kenal sebagai para Orc sedang berlutut di hadapan wujud bersayap Kalios dan dua penjaga lainnya, memperlihatkan sejenis cawan yang di tengahnya ada bulatan kecil.

"Apa maksudnya ini?" kening Selena berkerut melihat relief dinding itu. "Para penjaga sudah melebur karena menyegel Morgrath. Apa yang mereka perlihatkan kepada para Orc?"

"Seharusnya, hal ini tidak boleh diketahui manusia, dan para kurcaci, kaum Elf terlalu takut untuk menerimanya. Ini adalah tugas terhormat sekaligus kutukan yang membuat kami harus terasing dari bangsa-bangsa lain." kata Delzar sambil meraba relief itu dengan tatapan hormat juga muram. "Sebelum mereka menghilang, para penjaga menyerahkan tugas untuk menjaga kepingan jiwa Morgrath kepada kaum orc ." 


=======
Bab 17! 

Akhirnya up, maaf tertunda karena saya terlalu asyik dengan Dynasty Warrior 8 Ambition mode. 

Piala dunia akhirnya mencapai babak gugur! Tapi saya harus kecewa karena tim kesayangan saya Jerman harus tersingkir dengan tragis di tangan Korea Selatan, tapi semoga tim yang tersisa bisa menciptakan banyak gol dengan permainan indah mereka. Apa tim kalian masih bertahan sampai sekarang? 

Karena piala dunia jam tidur saya jadi berantakan. Ini juga banyak berpengaruh ke ritme membaca dan menulis saya. Semoga dengan masuk babak gugur, jam tidur saya semakin membaik.

Seperti biasa, mohon dukungan kalian berupa vote dan komen ya. 

Ngomong-ngomong, seingat saya dulu ada yang menanyakan wajah asli Delzar kalau dia tidak memakai jubahnya. di bab ini jawabannya, semoga tidak mengecewakan. 

PS: Sebenarnya di bab ini saya baru menyadari telah menciptakan sebuah plot hole hahaha .... maaf, saya akan memperbaiki secepatnya. 

=======
Episode selanjutnya

Sebuah tangan mencengkeram bahunya dari belakang dan Selena segera berbalik, jantungnya mencelus begitu melihat sosok yang ada di belakangnya, sepasang pria dan wanita tua yang berpakaian lusuh dan penuh tambalan, tubuh mereka penuh borok berbau busuk menyengat. Rasa sesak menekan perasaan Selena karena ia mengenali mereka. 
=========

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro