23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah kembali dari tenda Glaive, Ia menghabiskan waktu di tendanya sendiri dengan menulis surat memakai kertas dan pena yang ia pinjam dari penyihir itu untuk memberi peringatan kepada sang kepala suku Orc


Krall,

Sebelumnya, aku minta maaf karena aku telah gagal meyakinkan penyihir agung dan jendral pasukanku untuk mau berdamai denganmu, dan aku sangat menyesal karena itu. Aku merasa ada sesuatu di antara mereka tapi aku tidak tahu apa itu.

Aku hanya bisa memberi tahu satu hal, Mereka akan melakukan penyerangan dua hari lagi, kau harus mengungsikan para orc dari desa sejauh mungkin karena penyihir agung sudah diberi izin untuk menggunakan sihir yang sangat berbahaya, kekuatan yang bahkan mampu menghabisi seluruh pasukan Orc di perang Khadgar.

Sampaikan salamku untuk Kalia dan putramu, aku mendoakan dan membantu dengan semua kekuatanku di sini agar kalian bisa melewati beban berat ini.

Semoga berkat Kalios selalu menyertaimu.


Selena lalu menuliskan namanya di penutup surat. Dalam hati ia merasa aneh karena membubuhkan salam berkat Kalios sebagai penutup, karena sesungguhnya ia yang sekarang paling membutuhkannya. Selena melirik peluit yang diberikan oleh Delzar. Benda itu adalah sekarang harapan terakhir untuknya.

Ia menunggu malam semakin larut, ketika sebagian besar dari para prajurit sudah tertidur lelap. Selena lalu berjalan keluar seolah – olah ikut bertugas jaga malam. Dugaannya tepat, hanya sedikit yang mondar–mandir di area perkemahan, dan kebanyakan dari mereka adalah prajurit biasa, sehingga Selena merasa tenang.

Selena terus berjalan sampai menuju gerbang perkemahan dan tiba tiba langkahnya terhenti. Dua orang prajurit bertopeng hitam ternyata sedang berjaga di sana. Mereka berdiri seperti patung dan hanya sesekali melirik ke belakang. Selena lalu menyembunyikan diri di balik tenda.

"Nona Selena? Sedang apa kau di sini?"

Jari - jari kurus menyentuh bahunya dan nyaris membuat Selena menjerit, ia memutar tubuh dan tangannya mengepal siap untuk menghajar orang di belakangnya. Tapi tinjunya berhenti beberapa senti tepat di pipi orang itu yang meringis ketakutan.

"Kau lagi," kata Selena terangah – engah. "Demi semua para penjaga semesta, Carmelo apa lagi yang kau lakukan kali ini?"

Carmelo tersenyum lebar. "Ini jadwalku," katanya. "Semuaksatria sihir Zealot sebagian besar beristirahat sehingga prajurit biasa seperti kami yang harus jaga malam." Lalu keningnya berkerut. "Nona Selena juga sedang jaga malam? Bukankah para ksatria juga harus beristirahat?"

"Aku mau ke sungai," kata Selena seketika.

"Kalau begitu seharusnya kau mengambil jalan belakang." Carmelo menunjuk ke arah belakangnya. "Apa perlu kutemani nona?"

"Tidak perlu." Selena berpura-pura marah. "Ini urusan perempuan, lanjutkan saja tugas jaga malammu!"

Carmelo akhirnya pergi dengan wajah menyesal. Selena harus menunggu sampai prajurit itu benar – benar menghilang dan yakin bahwa dirinya tidak diikuti lagi, kemudian ia memikirkan masalah yang ada di depannya. Bagaimana ia bisa melewati dua penjaga di depannya?

Menghajar mereka berdua tentu bukan pilihan. Itu sama saja dengan ia membangunkan seisi perkemahan untuk menangkapnya. Selena mencoba memeriksa keadaan sekelilingnya, kosong dan tidak ada apapun yang nampaknya bisa ia pakai untuk mengalihkan perhatian, satu–satunya yang ia harapkan hanyalah obor yang terpasang di setiap tenda, mungkin Selena bisa menjatuhkannya untuk menimbulkan sedikit kebakaran dan membuka kesempatan agar ia bisa pergi dari perkemahan.

Selena bergerak dengan hati-hati. Tepat ketika tangannya hampir meraih obor di tenda yang terdekat, seorang pria berjubah muncul mendatangi kedua penjaga itu, mereka berbicara sebentar lalu seperti keajaiban, dua zealot itu pergi dari tempatnya.

Cara ini lebih baik daripada yang akan kau lakukan nona

Sebuah suara bergema di kepala Selena dan membuatnya kaget, tapi ia kemudian mengenali suara itu.

"Glaive," bisik Selena. "apa yang kau lakukan?"

Suara Glaive muncul lagi lagi. Cepatlah, nanti ada yang curiga melihat gerbang ini tidak ada penjaganya.

Dengan rasa terima kasih, Selena membatalkan niatnya membuat kebakaran lalu menuju gerbang perkemahan, dan sosok berjubah itu memang Glaive.Penyihir itu tersenyum ketika melihat Selena.

"Aku tidak bisa membiarkanmu menimbulkan kebakaran di perkemahan hanya agar kau bisa bertemu dengan teman Orcmu," kata Glaive.

"Glaive, darimana kau----" tapi Selena segera menyadarinya begitu Glaive menunjuk kepalanya sendiri. "Kau membaca pikiranku?"

Glaive mengangguk, "Sebenarnya hal ini tidak boleh dilakukan sembarangan, tapi anggap saja aku melakukannya untuk membantumu, jadi kurasa tidak masalah," katanya. "Nah, sekarang apa aku boleh ikut denganmu?"

Awalnya Selena ragu, tetapi ia mempertimbangkan, berjalan bersama penyihir itu bisa membantunya untuk membuat banyak alasan agar dirinya tidak dicurigai. dibandingkan kalau ia ditemukan berkeliaran sendirian di tengah malam. Selena akhirnya mengangguk setuju.

Mereka berjalan menjauhi perkemahan, tapi Selena terpaksa mengajak Glaive masuk sedikit ke dalam hutan untuk memastikan situasi benar – benar aman untuk mereka. Sambil bersembunyi di balik pohon, Selena mengeluarkan peluit yang diberikan Delzar dan meniupnya.

Bunyi peluit itu melengking, tetapi sangat tipis dan nyaris tidak terdengar oleh telinga Selena, ia lalu menunggu, tetapi tidak ada yang terjadi.

"Apa yang kau lakukan?" bisik Glaive.

"Memanggil teman," jawab Selena. "Tunggulah sebentar lagi."

Selama beberapa menit yang ada hanyalah bunyi dedaunan tertiup angin dan kabut yang mulai menebal. Mungkin itu para wisp yang terbangun, pikir Selena, Ia mulai cemas karena tidak ada yang menjawab panggilannya. Ia meniup peluitnya lagi.

Tidak lama setelah bunyi peluit yang kedua Glaive mendekati Selena. Penyihir itu tampak tegang, sementara percikan api berwarna biru berkumpul di ujung jari telunjuknya.

"Ada yang datang," Glaive berbisik dengan waspada. "Dua, tapi dari energi yang kurasakan, sosok mereka lebih besar daripada kita."

Tepat ketika Glaive selesai berbicara, terdengar geraman tidak jauh dari tempat Selena berdiri, sesosok binatang besar muncul menghampiri mereka dengan pelan dan kedua matanya yang besar menarap dengan waspada, sementara percikan api di tangan Glaive semakin membesar hingga membentuk bola api sebesar kepalan orang dewasa.

"Tidak, Glaive!" seru Selena mencegah agar ia tidak melemparkan bola api di tangannya. "Tunggu sebentar."

Glaive menatap Selena dengan bingung, sementara Selena memberi anggukan kecil untuk meyakinkan penyihir itu bahwa itu adalah teman yang ia maksud, dan dugaan Selena benar. Seekor Omniwolf berbulu kelabu menyibak tirai kabut, dan penunggangnya adalah seorang Orc dengan rambut diikat tinggi ke belakang.

Garzo dan Skurg.

"Ada apa kau memanggil di tengah malam begini, manusia?" Garzo bersungut-sungut. Matanya tampak merah, mungkin ia baru saja mau tidur. "Kuharap kau menyampaikan hal yang penting, karena kau membuat Skurg melolong terus." Ketika Orc itu melirik Glaive, ia menggeram. "Kau tidak bermaksud mengkhianati kami, kan?"

"Tidak, dia yang membantuku agar bisa menemuimu," kata Selena. Ia buru – buru menghampiri Garzo dan mengeluarkan surat dari balik pakaiannya. "Sampaikan ini kepada Krall. Bilang padanya aku minta maaf dan agar dia berhati-hati."

Garzo mengambil surat itu dengan tangannya yang besar. "Aku akan menyampaikannya," katanya. "Tapi kuduga ini bukan berita baik bukan?"

Selena menggeleng lemah. Skurg hendak beranjak, tapi Glaive malah mendekati binatang besar itu. Bola api di tangannya telah padam dan digantikan tatapan penuh kekaguman.

"Aku ... tidak percaya ini," kata Glaive takjub. "Kalian bisa bicara dengan bahasa yang sama seperti kami."

"Tentu saja, kenapa tidak?" tanya Garzo, "Apa teman perempuanmu ini tidak menjelaskannya kepadamu?"

Glaive tidak menjawab, tapi tangannya terulur untuk menyentuh Skurg, Selena sempat berjengit ketika tangan penyihir itu menyentuh omniwolf di depannya, khawatir mahluk besar itu akan marah dan langsung menerkam tangan Glaive hingga putus, tapi ternyata itu tidak terjadi. Skurg malah terlihat menikmati sentuhan si penyihir yang menggaruk bawah moncong besarnya.

"Apa kau sudah cukup mengagumi Skurg, manusia?" tanya Garzo tidak sabar. "kalau kau sudah selesai, aku ingin segera pulang dan memberi-."

Garzo belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tiba – tiba sebuah cahaya merah mendadak melesat melintasi penglihatan Selena, menuju ke arah lengan sang penunggang omniwolf, lalu menghantam bahunya dan meledak, memuncratkan darah segar. Garzo melolong kesakitan.

Dada Selena langsung melesak kedalam begitu melihat kejadian yang begitu cepat. Sebelum ia sempat bereaksi, tepat di belakang mereka, sekumpulan sosok berjubah hitam mendadak bermunculan dari gelapnya malam.   

=========
Bab 23

Well, yah bab ini bakalan jadi intro bab berikutnya yang lebih seru. Jadi saya hanya mohon maaf kalau endingnya benar-benar menggantung seperti ini *ketawa jahat*

Anyway minggu depan saya rencananya mau ke luar kota hari jum'at jadi mungkin akan publish di hari kamis lebih cepat, so stay tuned ya 

Seperti biasa saya mohon dukungan vote dan komentar dar ikalian. 

m(_ _)m
=========
Bab selanjutnya:



"Perlu kubantu?" Selena menawarkan diri ketika ia melihat wajah Glaive yang dibanjiri keringat. "Aku mungkin bisa menjatuhkan beberapa orang."

========= 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro