4. BERTAHAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nad, ada kabar bagus buat lo," kata Sora tiba-tiba masih dengan napasnya yang tersengal.

"Baru datang itu salam dulu, napa? Langsung nyamber begitu," sahut Nadia lalu menutup buku yang sedang dibacanya.

"Ok. Assalamualaikum, Ukhti!" tukas Sora cepat, lalu menggeser kursinya.

"Nyokap mau kerja sama dengan kamu, nanti kamu bawa contoh kuenya, ya?" Sora mengeluarkan beberapa kue pesanan Nadya. "Jawab dulu salam gue tadi," lanjutnya dengan ekspresi masam.

"Waalaikumussalam, Ukhti," balas Nadia lalu mencomot kue miliknya. Kali ini Sora membawa kue lumpur ubi ungu.

"Beneran kan, Ra? Tapi kapan gue bikin kuenya, ya? Nanti jadwal tutor lagi," gumam Nadia, bagaimana dia mengatur jadwal memasaknya.

Bisa saja dia minta tolong Lina yang bikin, tetapi masa iya, dia tidak ambil bagian sedikitpun. Lina akan kerepotan menghadapi Marco yang pasti akan protes melihat kesibukan Lina selain mengurus rumah. Apalagi kalau tahu mau jualan makanan, Marco pasti murka. 

"Lagian ya, lo kan udah cukup segala-galanya. Bukannya bokap lo kasih uang jajan lebih, ya." Sejak lama Sora ingin tahu, dan Nadia belum mau terus terang tentang apa yang terjadi. 

"Gue lagi butuh sesuatu, Ra. Dan gue nggak mungkin minta sama Ayah." Nadia menyimpan semua perlakuan Marco padanya. 

"Oh, gitu. Bagus juga sih, mandiri. Gue aja nggak sepenuhnya dituruti sama nyokap kalau mau sesuatu."

Nadia akan coba bicara sama Evan, semoga saja dia bisa kasih kelonggaran waktu. Jadi tutor tetap berjalan dan dia juga bisa bantu Lina bikin kue. 

"Nggak bisa." Evan langsung menolak tanpa berpikir lama. 

"Tapi Van, gue harus masak bantuin Bunda." Nadia memohon terus sambil mengikuti ke mana pun langkah Evan. 

"Tugas lo itu belajar, bukan masak. Bunda lo pasti bisa nangani sendiri, kan."

Nadia hampir kehilangan akal menghadapi Evan yang keras kepala. Dia cuma minta waktunya dikurangi setengah jam tutor. 

"Van, please! Gue butuh banget soalnya," rengeknya lagi.

"Gue sih, senang-senang aja waktu tutor berkurang. Tapi kalo Pak Noval nggak puas sama hasilnya, lo tanggung sendiri akibatnya."

Nadia bungkam, tidak bisa berkutik kalau sudah menyangkut soal nilai. Tapi urusan kue ini juga penting. Meskipun Marco tidak pernah tahu janjinya untuk meraih ranking tiga besar dan menghasilkan uang sendiri, tak menjadikannya tidak serius. Sekarang masalah ada di Evan.

Evan memperhatikan Nadia diam-diam. Dia menolak permintaan Nadia bukan tanpa alasan. Waktu satu setengah jam saja, hasilnya masih belum maksimal. Nadia malah butuh waktu lebih banyak untuk tutor.

Semua kepedulian Evan ini bukan semata-mata karena Pak Noval sebagai wali kelas Nadia. Tetapi dia sungguh peduli, dan ingin Nadia mewujudkan keinginannya.

Tiba-tiba Evan merasakan ada yang basah dan mengalir di dalam hidungnya. Disentuhnya perlahan ujung hidung, tampak cairan merah menempel di ujung jarinya. Evan segera berbalik, menutupi hidung dan bergegas menyingkir dari hadapan Nadia.

"Eh, Van, mau ke mana?" Nadia lemas, sepertinya rencana menjual kue harus ditunda dulu. Evan terang-terangan menolak dan tidak bisa diganggu gugat.

Evan berbaring di UKS setelah darahnya berhenti keluar . PMR yang piket hari itu sempat panik, maklum dia baru kelas X, belum tahu kalau Evan lumayan sering mimisan. Selama ini alasan yang dibuat Evan masih masuk akal dan tidak mengundang curiga.

Evan memejamkan mata sebentar, dia kepikiran Nadia. Apa yang dia pikirkan dengan kepergiannya barusan? Pusing. Evan mencoba tidur, tidak mungkin dia pulang bawa motor dalam kondisi drop.

Kalau boleh meminta, Evan ingin Nadia meraih keinginannya terlebih dulu, sebelum dia menghilang. Ini berat baginya. Ingin sekali tetap di sana dan menemani sampai Nadia mencapai apa yang sia mau. Namun, belum ada kepastian tentang kondisinya. Evan mulai terlelap.

Perlahan langkah kaki Nadia memasuki UKS. Dia tidak mau mengganggu siapa pun yang mungkin sedang sakit. 

"Kok, nggak ada yang piket, sih?" gumam Nadia.

Nadia menoleh, dan terkejut melihat Evan yang berbaring di salah satu ranjang. Tampaknya dia tertidur pulas. Naluri mendorong Nadia mendekat. 

"Kalau sakit kenapa nggak bilang sih, Kak? Gue nggak bakal debat sama lo lagi, deh! Kalo dipikir lagi, gue bisa cari uang dengan cara lain." Nadia berbisik pada dirinya sendiri. 

Nadia tersenyum menatap Evan, ada gelenyar aneh merambat ke hatinya. Di luar kehendaknya tangan Nadia terulur ingin menghapus keringat di kening tutornya itu. Hampir saja menyentuh kening, Evan membuka matanya.

Reflek Nadia menarik tangannya, tapi keburu dicegah Evan lalu menggenggamnya. Nadia ingin menarik, tetapi Evan terus menahan.

"Tolong, sebentar, aja! Stay, please!" bisik Evan sangat lirih hampir tak terdengar.

Nadia terpaku, tindakan Evan benar-benar tak terduga. Selama ini Evan sering galak, terkesan gahar, dan tidak bersahabat. Sekarang kenapa dia bertingkah manis begini? Nadia menepuk dahinya supaya sadar diri. Tidak mungkin Evan akan tertarik padanya. Halu boleh tetapi jangan ketinggian.

Bagaimana bisa Nadia balik ke kelas kalau tangannya masih digenggam Evan? Ada solusi dengan menarik paksa tangannya, tetapi hati melarang Nadia melakukan itu. Sisi hati yang lain tidak tega melihat Evan dalam kondisi tidak berdaya seperti sekarang. Bagaimana bisa dia bisa selemah ini? Nadia menggeser bangku dengan kakinya, dan duduk di sana.

***

"Nad, Nadia!" 

"Ya, Van?" Nadia terperanjat. Astaga, dia ketiduran.

"Hei! Kamu di sini dari tadi?" tanya Sultan dengan suara sangat pelan, takut Evan terbangun.

Nadia menjawab dengan anggukan, dilihatnya jam di dinding, sudah jam sebelas. Dia panik, setelah istirahat pertama kelasnya ada ulangan. Nadia akan menarik tangannya, tetapi dicegah Sultan.

"Gue ada ulangan," ujar Nadia.

"Gue tahu. Tadi udah gue ijinin lo nggak ikut ulangan." Sultan melihat sahabatnya yang masih terlelap.

Nadia serba salah, dia tidak tahu kenapa Evan ingin dia tetap menemani di sini? Bukannya selama ini Evan seperti lebih nyaman sendiri? Ya sudah, Nadia mengalah demi orang yang sudah merelakan dirinya memberikan tutor, gratis pula. Nadia duduk lagi.

Bersambung

Cerita ini aku lanjut lagi, ya. Semoga kalian suka cerita Nadia dan Evan. Nggak kalah seru kok, sama Magara dan Kia.

Thank you for reading. See you next, Guys.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro