(Hrr) Gadis di Jembatan Itu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Penulis : Reonereym

Langit yang mendung, aku menyaksikan pemandangan membosankan malam ini lewat jendela di sampingku. Aku telah bertahan dalam hawa dingin hasil angin sisa hujan cukup lama, kiranya dari jam menunjukkan pukul sembilan malam tepat. Detik-detik waktu  pun berlalu, malam semakin larut, namun diriku juga tidak bisa berpindah dari tempatku berpijak sebelum waktuku usai.

"Reno, shift-mu sudah selesai. Kamu bisa pulang."

Akhirnya! Aku merenggangkan otot punggungku yang pegal, melirik lingkaran waktu yang terpasang di pergelangan tanganku. Pukul setengah sepuluh! Tiga puluh menit sudah waktuku terbuang hanya untuk menunggu waktu pulang kerjaku tiba!

"Makasih, Kak Manager. Izin pulang ya," gumamku pelan, seraya melepas apron yang tak sedikit berbau kopi dan menggantungkannya di tempatnya. Kuambil tas di loker dan menghela sejenak demi melepas penat seharian ini.

"Reno.”

Namaku terpanggil, jadi aku berbalik dengan segera karena suara itu familiar di telingaku. Manager-ku berdiri di ambang pintu, memegang segelas kemasan produk kopi café ini. "Hati-hati di jalan, hari sudah larut.”

Aku mengangguk menjawabnya dan Manager melangkah mendekatiku. Aku yang berpikir bahwa dia akan menasehatiku berakhir melongo ketika kopi di tangannya disondorkan padaku. "Tip untukmu hari ini, terima kasih sudah mau lembur menjaga café.”

Aku menerima gelas kopi itu dan mengangguk sopan pada Manager, mengucap terima kasih padanya dengan singkat. Manager-ku tersenyum, bibir tipisnya mengujar satu kalimat dengan lembut, “Sampai jumpa besok.”

Aku mengangguk patuh pada wanita muda yang dikenal dengan watak keibuannya itu kemudian aku keluar dari café untuk pulang dengan segera. Menghembuskan napas yang tersisa untuk hari ini, penat nan lelah keluar menyertainya. Aku meneguk kopi pemberian Manager perlahan-lahan, tetapi habis dengan cepat karena aku minum tanpa memikirkan apapun selain jalan pulang.

Tercenung menatap langit malam yang mendung, aku berhenti melangkah di jembatan yang setiap hari kulintasi untuk pulang kerja. Kusandarkan tanganku pada pagar besi, menetralisir tekanan yang memenuhi otakku dengan menatap sungai yang masih jernih di bawah jembatan. Entah, setiap menatap sungai ini hatiku yang tadinya selalu mengerutu tiba-tiba menjadi tenang. Apakah emosiku terbawa aliran sungai? Yang jelas aku senang jika berlama-lama menatap sungai ini.

Tiba-tiba tercium bau anyir yang begitu menusuk dan suara yang aneh seperti benda yang diseret. Otomatis aku menutup hidung dengan tangan, tidak ingin lagi mencium bau yang datang tak diundang. Perasaan tak enak langsung memenuhi hati karena suasana juga sukses membuat jantungku berpacu. Apa-apaan ini? Kenapa muncul bau darah yang menyengat begini? Juga demi Tuhan, suara aneh apa itu?

Aku buru-buru menatap sekelilingku dan keadaan menunjukan keheningan yang mencapai titik nol. Langit yang mendung semakin membawa kesan ganjil karena angin malam yang dihembuskan terasa dingin yang mengganjal. Aku menggeleng cepat, menepis segala emosi negatif yang datang agar aku tidak melihat hal yang tidak diinginkan.

Hati-hati, pesan Manager beberapa saat yang lalu terbesit di benakku. Segera saja aku mengambil langkah menjauhi jembatan dan kembali pada tujuan utamaku untuk pulang. Aku ingin segera meninggalkan keadaan tidak mengenakkan hati ini dan mengakhiri hari dengan tidur nyenyak tanpa gangguan apapun.

Sebenarnya begitu, sayangnya apa yang terjadi selanjutnya tidak demikian.

Ketika sampai di ujung jembatan, bau amis darah itu semakin menyengat dan terdengar suara aneh yang semakin mengeras membuatku sempat menoleh ke belakang. Napasku tercekat. Sungguh. Tubuhku gemetar hebat dengan mulut tak kuasa berkata-kata melihat sosok yang berada tak jauh dariku. Mengerikannya, sekarang dia menyeret langkahnya menuju ke arahku, ke jembatan ini.

Seorang perempuan, berupa mengerikan dengan rambut hitam panjangnya yang kusut dan pakaiannya yang compang-camping. Dia berjalan tertatih-tatih dengan kepala tertunduk, memberikan kesan menakutkan tanpa menunjukkan wajahnya. Mataku yang masih terbelalak mengarah pada tangan kirinya yang menyeret suatu benda besar yang digenggam di tangannya.

Astaga … itu bukan benda  itu kaki manusia!

Keringat dingin mulai membasahiku, tak mempercayai apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Melihat setiap inci gerakannya membuatku menahan napas, apalagi melihat sosok yang diseretnya sepanjang jalan. Seorang anak laki-laki dengan keadaan tak bernyawa begitu menggenaskan. Sekujur tubuhnya bermandikan darah dan dia diseret hingga tubuhnya menghantam aspal begitu saja.

Aku melangkah mundur dengan perlahan, mengambil area aman untuk menenangkan diri serta berlindung dari sosok mengerikan yang semakin mendekatiku. Dengan tubuh menggigil hebat, aku bersembunyi di balik pepohonan yang ada di ujung jembatan. Perempuan menyeramkan itu bukan membawa barang, tapi dia menyeret manusia hingga mati! Aku nyaris kehilangan akal sehatku karena disuguhi fakta mengerikan di hadapanku sekarang.

Aku kembali mengintip, dan sosok perempuan itu masih berjalan perlahan melintasi jembatan. Penampakan itu semakin jelas, hingga aku sekarang bisa melihat betapa pucatnya dia dan banyaknya luka yang ada di sekujur tubuh sosok perempuan itu. Begitu dia berada tak jauh dari tempatku bersembunyi, dia berhenti bergerak dan kepalanya menoleh ke arahku. Aku menutup mulutku dengan tangan dan mendengungkan doa di dalam hati, meminta perlindungan Tuhan agar aku selamat darinya. Aku tidak menatapnya untuk beberapa saat, namun aku bisa mendengar suara desahan berat dari sumber suara langkah yang tertatih-tatih di depan sana.

Kemudian hening, keadaan menjadi benar-benar sunyi setelahnya. Aku memberanikan diri untuk mengintip kembali, dan sosok gadis itu kembali bergerak menuju jalan yang seharusnya membawaku pulang. Dia semakin menjauh, dan bau darah itu perlahan menghilang. Aku keluar dari persembunyianku, memandang bayangan perempuan menyeramkan yang tidak tampak lagi batang hidungnya.

Aku harus pulang segera dan kukumpulkan keberanianku untuk hal itu. Namun ….

“Aku menemukanmu … khehehehe!”

Ketika aku hendak melangkah, bayangan perempuan menyeramkan itu menatapku dari kejauhan dan melangkah berbalik untuk mengejarku membuat nyali yang kubangun runtuh begitu saja. Aku tidak kuat, akhirnya aku berlari secepat yang kubisa kembali ke café, memutuskan untuk bermalam di sana.

Aku tidak peduli, aku tidak akan melintasi jalan itu sampai pagi datang. Malam Jumat ini benar-benar sudah membuatku gila. Pada akhirnya memori tentang perempuan yang menyeret manusia membekas di otakku, selalu berputar layaknya rekaman rusak setiap aku melintasi jembatan itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro