03. Kematian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Ikhlaskan Ibu, Mbak." Kali ini kalimat itu meluncur dari bibir adikku yang nomor dua. Setelah sebelumnya adikku yang yang paling kecil dan juga suamiku mengatakan hal serupa.

Akhir-akhir ini, kalimat itu begitu familiar denganku. Tepatnya sejak ibu terbaring koma di rumah sakit karena komplikasi yang ia derita. Raganya yang sudah sepuh membuat kondisinya terus memburuk. Dokter bilang, sudah tak ada harapan. Tinggal menunggu waktu. Dan juga rasa ikhlasku melepasnya.

Banyak yang bilang bahwa Ibu tak kunjung pergi karena masih ada keluarga yang belum ikhlas melepasnya. Dan itu adalah aku.

Mengikhlaskan Ibu meninggal? Mana mungkin aku mampu melakukannya.
Bahkan jika bisa, aku ingin terus merawatnya hingga ribuan tahun lamanya.

"Sudah satu bulan lebih Ibu seperti ini. Kondisinya terus memburuk. Ia menderita. Ikhlaskan saja, agar beliau terlepas dari rasa sakit."

"Tapi, Mas--"

Suamiku menggenggam erat tanganku.
"Biarkan beliau pergi dengan tenang."

Aku menunduk. Merasakan butiran air bening tumpah di pangkuan.

°°°

Selepas sholat malam, setelah mengadu pada Sang Penguasa langit dan bumi, aku menatap Ibu yang terbaring lemah di ranjang. Bermacam-macam peralatan medis menempel di tubuhnya yang ringkih. Membuatku kembali berurai air mata.

Bersimpuh di sisinya, menggenggam erat tangannya, aku berbisik dengan suara tercekat. Ya, waktunya pamitan.

"Ya Alloh, jika Ibu masih bisa disembuhkan, sembuhkanlah. Tapi jika tidak, hamba ikhlas Kau mengambilnya." Bibirku bergetar.

Mencium tangannya berulang-ulang, aku kembali berujar lirih, "Ifa ikhlas, Bu. Ifa ikhlas melepasmu."

Selepas subuh, Ibu mengembuskan napas terakhir. Beliau pergi dengan tenang.

°°°

Selesai

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro