16. I Do Worry

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cerita ringan dan asal tulis^^
Tersedia juga dalam versi Nunu Seventeen di wp 😁😁

-----------

Air mataku tumpah seketika manakala pemuda yang telah menghilang selama hampir seminggu itu mengirimiku pesan bergambar dirinya sendiri, dengan gaya lucu ala kucing, beserta caption yang ditulis huruf kapital : DON'T WORRY TOO MUCH. I'M OKAY.

Aku terisak, hebat.
Perasaanku campur aduk. Antara senang karena dia memberiku kabar, tapi juga marah dan kesal karena ia seolah menghilang begitu saja.

Mungkin ini sedikit berlebihan. Tapi karena kami bersahabat baik sejak kecil, aku benar-benar tak dapat mengontrol perasaanku. Terlebih ketika akhirnya aku sadar bahwa apa yang kurasakan pada pemuda itu ternyata lebih dari sekedar sahabat biasa.

Hal ini kusadari ketika tiba-tiba ia menghilang tanpa kabar. Rumahnya kosong, ayah dan ibunya juga tak ada. Rumor tentang kepergiannya mulai berseliweran. Ada yang mengatakan ia ke luar negeri, ada yang mengatakan ia hanya piknik, adapula yang mengatakan bahwa ia sakit dan harus berobat intensif. Di antara semua kabar yang beredar, yang terakhir adalah yang paling menyakitkan untukku.

Aku sampai kelimpungan ke sana kemari. Menemui semua sahabat-sahabatnya yang lain demi mengetahui keadaannya. Hingga akhirnya setelah berhasil membuatku seperti orang senewen, tega-teganya dia mengirimiku pesan singkat seperti ini?!

"Aku mengkhawatirkanmu, Bodoh," desisku pelan sembari sesekali menyeka air mataku.

Dan kembali kuterima pesan singkat darinya lagi.

:: Apa kau menangis? ::

Dan tangisku kembali meledak.

Tega-teganya dia menanyakan hal ini?! Apa selama ini ia tidak menganggapku penting? Apa selama ini ia tak tahu bahwa aku khawatir sampai tak doyan makan karena mencari dirinya? Memikirkan dirinya?

Gemas. Aku memutuskan untuk langsung menelponnya.

"YYYAK, OH SEHUN!! SETELAH SEMPAT MENGHILANG, TEGA-TEGANYA KAU MENGIRIMIKU PESAN YANG HANYA BERISI INI?! DON'T WORRY, KAU BILANG?! AKU SANGAT MENGKHAWATIRKANMU, BODOH!"
Dan kekesalanku meledak. Aku bahkan tak memberi kesempatan padanya untuk menyapa terlebih dahulu.

"Jangan menangis." Ia bahkan berucap dengan lembut.

"AKU TIDAK MENANGIS!" jeritku. Tapi toh aku sesenggukan.

"Maaf karena membuatmu khawatir. Maaf karena membuatmu menangis."

Aku memejamkan mata sesaat.
"Setidaknya kau memberitahuku keadaanmu," ratapku.

"Iya, maaf." Suaranya tetap lembut.

"Jadi ada apa denganmu?" tanyaku kemudian, lagi-lagi sibuk menyeka air mataku.

"Aku dan keluargaku berkunjung ke rumah nenek di Chanwon. Dan tiba-tiba saja penyakit lambungku kumat karena terlalu banyak makan pedas. Akhirnya kami tinggal lebih lama di sana untuk beristirahat. Aku berniat memberitahumu, tapi ponselku tertinggal di rumah. Aku baru tahu kalau kau kebingungan mencari diriku setelah teman-teman juga heboh mencariku. Maaf ya." Ia berujar panjang lebar.

Aku menggigit bibirku.

"Kau sangat mengkhawatirkanku?"

"Sangat," jawabku cepat.

"Bisa kau jelaskan kenapa kau begitu berlebihan seperti ini? Maksudku, aku tahu kita bersahabat baik sejak dulu, tapi ...."

"Karena akhirnya aku sadar bahwa kau menjadi sosok yang teramat penting buatku, melebihi seorang sahabat biasa. Aku baru menyadarinya setelah berjauhan darimu."  Akhirnya aku mengaku. Dan aku tak peduli reaksinya. Bodo amat.

"Kau sedang tak menyatakan cinta padaku, kan?" Ia bertanya dengan suaranya yang dalam.

"Sepertinya begitu," jawabku lagi, jujur.

"Aku tak menyangka kau akan mengatakan hal ini. Tadinya aku berencana membuat pengakuan terlebih dahulu. Tapi ternyata kau yang melakukannya duluan."

"Apa?" Aku mengelap ingusku dengan lengan baju.

"Bahwa aku juga sadar kau menempati posisi penting di hatiku, lebih dari sekedar sahabat biasa. Berada di Chanwon selama seminggu, jauh darimu, tanpa ponsel untuk menghubungimu, aku sekarat. Aku benar-benar merindukanmu." Sosok itu kembali berujar panjang lebar.

Aku tercengang.
"Apa sekarang kau yang menyatakan cinta padaku?" tanyaku bingung.

"Sepertinya begitu."

Aku ternganga. Hah?

"Berbaliklah."

Masih merasa bingung, aku toh tetap berbalik, sesuai instruksi Sehun.
Dan ponselku segera meluncur ke tanah ketika kudapati pemuda itu, berdiri tak jauh dariku, dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

Ia memasukkan ponselnya ke saku lalu tersenyum lembut ke arahku.
"Aku merindukanmu." Itu yang pertama kali ia ucapkan.

Merasa bahagia tak terkira, aku beranjak, berlari menghambur ke arahnya, lalu memeluk sosok itu erat.

"Aku juga merindukanmu. Dan aku benar-benar khawatir padamu," ujarku disela-sela isak tangis.

Aku merasakan Sehun membelai kepalaku dengan lembut.
"Don't worry, i'm okay," jawabnya.
"Senang bisa melihatmu lagi," lanjutnya.

"Aku juga." Aku terus terisak sambil mempererat pelukanku padanya.

"Jadi, mulai detik ini, bisakah kita memulai hubungan kita lebih dari sekadar sahabat?" Pemuda itu kembali bertanya.

Aku mengangguk dalam dekapannya.
Dan kurasakan ia tertawa lirih.
Sekian detik kemudian, tiba-tiba ia mengangkat tubuhku dengan senang.

"Aku mencintaimu," bisiknya lembut di telingaku, sembari mendaratkan ciuman di pipiku, kanan dan kiri, silih berganti.

****

Selesai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro