Adventure of Demigod Venus

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di pagi yang cerah, 5 remaja sedang melakukan perjalanan menuju gunung yang minim jamahan manusia.

"Berapa lama lagi kita sampai?" tanya Kiara pada Bobby yang mengendarai mobil.

"Satu jam lagi," jawabnya dengan santai.

"Kita makan dulu bro, perut gua udah laper," sahut Ziar dari kursi belakang yang diangguki oleh Bobby. Bobby pun menepikan mobilnya ke tempat rumah makan cepat saji.

"Pesan apa, Mas?" tanya sang Pramusaji.

"Soto ayam ada? Aku lagi pengen yang hangat-hangat. Oh iya, Mba, boleh minta air panas buat persediaan?"

"Oh ada, Mas. Sebentar ya." Sang Pramusaji langsung masuk ke dapur untuk memasak pesanan Bobby dan mengambilkan air panas titipan Bobby.

"Ih gila, gua belum mesen udah main nyelonong aja tuh orang," cerca Ziar dengan emosi.

"Tinggal panggil yang lain aja napa sih?" saut Dinda dengan malas. Ia pun memanggil dan mereka pun memesan makanan untuk makan siang.

Selesai makan, Bobby, Ziar, Dinda, Kiara dan Tito melanjutkan perjalanan mereka yang tinggal beberapa kilometer lagi.

Setelah sampai di puncak, Bobby membagi menjadi beberapa kelompok temannya untuk diberikan tugas yang berbeda-beda. Ada yang mendirikan tenda, mencari kayu buat bahan kayu bakar, mencari bahan yang bisa dijadikan makanan untuk persiapan, dan mencari sungai terdekat buat sumber mata air mereka nanti.

Bobby kebetulan mendapat bagian mencari sumber mata air bersama Dinda. Segera mereka pergi untuk melakukan tugasnya.

Setelah selesai dengan tugas masing-masing, mereka pun berkumpul dan memasak untuk makan malam.

"Eh Tit, lo 'kan ketuanya nih. Besok kita mau ke mana?" tanya Zair yang masih fokus pada sayur sop di depannya.

"Gua pernah denger di gunung ini ada pemandangan indah di puncak paling atas," sahut Tito yang telah siap dengan nasinya yang matang.

"Puncak atas? Berarti ini bukan paling atas dong?" tanya Dinda dengan heran.

"Bukan, puncak ini cuma puncak yang selalu disinggahi orang yang sedang camping. Tapi kita besok bakalan ke atas lagi, hitung-hitung cari pengalaman baru," tutur Tito yang diangguki oleh keempat temannya.

***

Keesokan paginya, mereka telah siap dengan barang masing masing. Tito memandu jalan karna ia yang banyak mengetahui cara mengambil jalan. Ya, Bobby hanya berprilaku seperti pemimpin yang padahal hanya bocah yang tidak tahu apa-apa.

Mereka terus menyusuri jalan dengan tertatih akibat ranting dan semak belukar yang mempersulit langkah mereka.

"Masih lama To?" tanya Dinda yang terlihat kelelahan.

"Shit!" umpat Tito dengan kesal

"Kenapa?" tanya Ziar

"Kok kayanya kita muter muter aja ya?" tanya Tito dengan was-was.

"Iya nih gua juga ngerada gitu dari tadi," timpal Kiara.

"Ish si anying, kok bisa nyasar sih!" teriak Bobby.

"Jangan teriak bego, lagian kita gak nyasar. Kita cuma muter," cerca Dinda dengan sengit.

"Yok ikut gua, kita ambil jalan yang berlawanan dari yang tadi", ucap Tito seraya melanjutkan perjalanannya. Kiara, Ziar, Dinda, dan Bobby pun hanya bisa mengikutinya dari belakang.

Setelah 15 menit berjalan, mereka pun menukan tempat peristirahatan yang layak untuk mereka tempati malam ini. Pasalnya, hari sudah semakin gelap menandakanaghrib akam segera tiba.

Tenda mereka dirikan bersama, dan setelah tenda berdiri, mereka berpencar untuk mencari bahan makanan, dan kayu bakar.

Setengah jam kemudian mereja semua sudah mengisi perut, sudah mempersiapkan tidur, hanya tinggal memejamkan mata.

Karena Dinda dan Kiara cewe, maka tenda mereka beda dengan tendanya Tito, Ziar, dan Bobby.

"Selamat malam, Din," ucap Kiara dan langsung menutup matanya.

***

Terlihat Ziar tidur dengan gelisah. Memutar tubuh ke samping kanan dan kiri sampai-sampai menabrak tubuh Tito dan Bobby.

Tak lama kemudian Ziar bangkit duduk. "Ternyata hanya mimpi. Syukurlah." Dia berniat ingin menyambung mimpinya, namun ada sebuah rasa tak tertahankan yang membuatnya segera bangkit berdiri dan keluar tenda.

Ia pun bergegas melakukan keinginannya ketika berada di luar yang tak jauh dari tenda.

"Eh kok batu itu gede, bolong lagi," cicit Ziar ketika telah selesai buang air kecil.

"Goa?" tanyanya pada diri sendiri. Ia yang merasa penasaran pun mendekati mulut goa itu.

"Ah nggak-nggak, gua gak boleh kesana. Nanti kalo ada apa apa gimana, biar besok pagi aja gua bilang sama Tito," tutur Ziar pada dirinya sendiri dan melangkah meninggalkan tempat itu.

Sesampainya di tenda, Ziar segera menyambung tidurnya yang terputus tadi, karena jam baru menunjukkan pukul satu.

***

"Di mana sih lo nemu gua-nya?" Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ziar telah menceritakan kejadian semalam kepada teman-temannya, dan setelah sarapan, mereka langsung pergi ke tempat goa tersebut.

"Gua yakin. Nah tuh di depan goa-nya!" Ziar menunjuk goa yang ia temukan semalam. Lalu mereka semua berlari dengan cepat agar segera sampai di mulut goa tersebut.

"Tempat apa ini?" Ziar mendekati sebuah danau yang terletak di dalam goa. Danau yang benar-benar bening bak cermin.

"Aaaaa!!!" teriak Ziar saat semua tubuhnya dihisap ke dalam danau tersebut.

"Ziarr!!!" teriak semua temannya, dan mereka langsung menyusul Ziar terjun ke dalam danau ajaib itu.

***

"Tempat apa ini?" Bobby membersihkan tubuhnya yang terkena debu setelah jatuh dari danau yang ternyata seperti sebuah pipa.

"Ntahlah, aku juga gak tahu tempat apa ini. Tapi yang jelas, aku belum pernah ke sini."
Tito berujar.

"Sama, aku juga baru pertama kali lihat tempat ini," balas Dinda, menyetujui ucapan Tito tadi.

Di sekeliling mereka terdapat goa yang lebih luas dari goa tadi. Jika goa tadi gelap tanpa cahaya atau penerangan sedikit pun, lain halnya pula dengan goa yang baru saja mereka temui.

Samping kiri dan kanan mereka—dinding goa—terdapat bebatuan logam mulia yang bersinar terang, merupakan sumber dan penyebab kenapa goa ini jadi terang.

Mereka terus berjalan menyisiri goa yang dalam, dengan posisi saling melindungi bila saja ada sesuatu yang tak terduga datang.

Di akhir goa terdapat sebuah sinar yang lebih terang dibandingkan sinar goa tadi. Seperti sinar mentari, tapi sinar mentari kok bisa berada di bawah goa.

Di mulut goa itu terdapat dua orang remaja berpakaian zirah Romawi lengkap, dengan senjata mereka masing-masing.

Remaja perempuan menggenggam sebilah pedang yag terbuat dari besi hitam neraka, sedangkan sang Pemuda menggenggam sebuah busur panah. Terlihat busur panah yang digenggam pemuda tersebut bukan busur panah biasa, sebab di busur panah tersebut terlihat kilatan petir.

Tito, Ziar, Bobby, Kiara dan Dinda semakin merapatkan posisi mereka. Sayangnya mereka tidak membawa senjata yang bisa mereka pakai kalau seandainya kedua remaja di depan itu berniat jahat.

"Siapa kalian?" tanya sang Gadis sambil menodongkan pedangnya ke arah perut Bobby yang cukup besar.

Tito yang notabene-nya paling berani di antara mereka segera maju ke depan, menjauhkan posisi pedang sang Gadis dari perut Bobby. "Kami tersesat ke dalam goa, ternyata di dalam goa tersebut ada sebuah danau cermin yang membuat kami terjebak di goa ini dan menemukan kalian. Jika boleh tahu, siapa kalian?"

Gadis dan pemuda itu saling pandang. Kemudian pemuda itu membuka mulutnya. "Kalian melihat benda yang ku genggam ini apa?"

"Busur panah," jawab Tito, Ziar, Bobby, Kiara dan Dinda.

"Hanya busur?" tanya sang pemuda lagi sambil memperhatikan busurnya dengan lekat-lekat.

"Eh tunggu, di busur itu terlihat ada kilatan petir! Coba kalian lihat deh." Dinda memajukan posisinya untuk melihat busur itu lebih dekat.

"Mana? Gak ada tuh, Din," balas teman-teman Dinda.

Lagi-lagi pemuda dan gadis itu saling pandang. Seperti sedang berkomunikasi lewat tatapan mata.

Lalu sang gadis menarik Dinda dan membawanya ke dalam negri yang terang itu. Sementara pemuda menghadang teman-teman Dinda agar tidak masuk ke dalam negri itu.

***

"Waw! Ini tempat apa sih? Kok bagus banget?!" Dinda berseru riang saat melihat pemandangan asri di sekelilingnya.

Gadis yang menculik Dinda tadi ternyata bernama Hazel Levesque, dia mengaku sebagai puteri Pluto. Dinda tertawa keras saat mendengar hal itu.

"Ini adalah Olympus versi Romawi. Tempat-tinggal dewa-dewi Olympia. Di depan sana ada 12 singgahsana raksasa 12 dewa-dewi utama Olympia. Di sebelah kiri ada Camp Jupiter, atau Perkemahan Jupiter, tempat tinggalku dan kamu. Ayo ku bawa ke sana." Hazel menarik tangan Dinda dan membawanya ke arah Camp Jupiter.

"Eh? Apa maksudnya ini?"

***

"Wah! Pantas saja cantik, ternyata demigod Venus kamu ya?" Hazel tersenyum manis ke arah Dinda yang masih kebingungan. Bagaimana tidak, barusan saja di atas kepalanya muncul lambang merpati putih dan semua orang langsung memujinya cantik dan meneriakkan nama 'Venus' yang dia sendiri tidak tahu siapa.

"Pasti bingung ya? Sini ku jelaskan." Hazel membawa Dinda duduk di bangku terdekat. "Kamu itu demigod Venus. Demigod adalah anak setengah manusia dan setengah dewa/dewi Olympia. Sedangkan Venus adalah dewi cinta Romawi. Jadi kamu adalah anak Venus dari ayahmu fana. Singkat ceritanya gini, kamu punya ibu seorang dewi cinta Romawi, sedangkan kamu punya ayah manusia fana biasa yang tidak memiliki kekuatan apapun, sama seperti kami semua yang ada di sini."

"Ouh."

This story written by :
Marru_79
asni_putri

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro