Crush

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Written by
Schyler_
the_pen_of_happiness

Pemilik lesung pipi tunggal itu segera menyusuri jalanan Egrelavill setelah mengenakan sepatu serta berpamitan pada sang ibu yang sedang memanjakan peliharaan di halaman rumah. Sembari melangkah, Graxey tak hentinya menggumamkan berbagai macam rumus yang—telah ia prediksi—akan keluar dalam ujian hari ini. Ujian, ujian, dan ujian. Sepertinya hal itu takkan pernah lenyap hingga kapan pun.

Ia berhenti di belakang seorang wanita paruh baya kemudian memerhatikan lintasan kereta api yang berada beberapa meter di atas kepalanya. Graxey merasa sangat bersyukur bisa hidup di zaman sekarang. Berbagai macam teknologi canggih yang tidak ditemui pada zaman dahulu mengelilinginya, seperti jalur kereta api listrik yang melintasi langit serta pintu yang akan mengantar ke mana saja.

Setelah menunggu kurang lebih lima menit, gadis yang menggendong senapan runduk di punggungnya itu mendapat giliran untuk masuk ke dalam pintu di depan sana. Gradasi warna putih kemerahan menyelimuti dirinya ketika melewati ruangan di dalam pintu tersebut. Dengan waktu yang tidak lebih lama dari menunggu giliran, ia akhirnya tiba di dalam kelas.

Hal pertama yang ia temukan ketika tiba di kelas adalah keadaan ramai yang disebabkan oleh para penghuninya. Sebagian dari mereka membentuk beberapa kelompok, sebagian lagi asyik pada dunia sendiri, seperti membaca buku, bermain ponsel, dan sebagainya.
Graxey menempati kursi di barisan paling ujung kemudian menyandarkan senapannya pada dinding kelas. Tanpa memedulikan di mana berada, ia selalu membawa Arctic Warfare Magnum kesayangannya beserta bayonet dan granat yang tersimpan di dalam holster. Selain ketiga benda tersebut, blazer hitam yang ia kenakan setiap hari juga merupakan tanda bahwa dirinya bagian dari Destone.

Netra hijau jamrud itu menyapu pemandangan di luar jendela sebelum melebar ketika pendengarannya dikejutkan oleh sebuah ledakan. Selang beberapa detik setelah itu, sesuatu tiba-tiba berdering. Graxey lantas mengambil ponselnya kemudian menjawab panggilan yang masuk hingga sosok sahabatnya terlihat dalam hologram.

“Sam!”

“Aku tahu kau merindukanku, tapi simpan semua itu untuk nan—”

“Apa kau mendengar sesuatu? Ledakan apa itu, Sam?” tanyanya sembari terus menatap keluar jendela untuk memastikan tak ada hal aneh di luar sana. Sebagai salah satu anggota Destone, ia memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh makhluk di Globerst, lebih tepatnya Egrelavill.

“Sebaiknya kau pergi ke markas sekarang, kami belum mengetahui ledakan itu berasal dari mana. Ingat satu hal, berhati-hatilah. Aku menyayangimu, Grax.”

Sosok Sam menghilang ditelan oleh hologram setelah kalimat itu diucapkan. Graxey terdiam beberapa saat kemudian menggeleng. Kalimat terakhir yang diucapkan pemuda itu membuat fokusnya sedikit terganggu. Ia mendesah pelan sebelum menggendong kembali senapannya kemudian masuk ke dalam imagination door atau pada zaman dahulu bisa disebut pintu ke mana saja.

☆★☆

Rambut pirang dengan gradasi kehijauan pada bagian bawahnya itu mengayun seirama angin yang berembus perlahan. Sang pemilik menggerakkan tangannya di depan sebuah portal hingga serbuk keperakan berterbangan tak tentu arah. Bibir tipisnya menggumamkan sesuatu bermaksud untuk membuka portal di depannya, tetapi hal itu tak membuahkan hasil yang diharapkan.

Thalaswa mundur beberapa langkah ke belakang untuk melihat ketinggian portal di depannya. Ia memperhitungkan risiko yang akan terjadi jika dark magic digunakan. Namun, ia menggeleng setelah berpikir beberapa saat. Meskipun keinginan untuk mengunjungi kota penuh teknologi canggih itu sangat besar, tetapi ia takkan mengorbankan sekitarnya demi keinginan itu.

Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru The Lux kemudian bertolak pinggang. Thalaswa telah berdiri di depan portal sejak satu jam yang lalu dan dalam waktu selama itu, ia tak kunjung menemukan cara untuk pergi ke Egrelavill. Jika ia tidak memikirkan keselamatan penyihir lain, maka ia akan menggunakan dark magic sekarang juga.

“Gimashi.” Netra hijau itu melirik hewan peliharaannya yang tiba-tiba datang setelah dipanggil. Thalaswa tersenyum kecil kemudian berjongkok untuk mengusap tubuh kecil hewan berbulu itu. “Bantu aku membuka portal ini.”

Gimashi terbang menggunakan kedua telinga untuk mendekati portal kemudian membuat bentuk tak beraturan di permukaannya hingga portal tersebut terbuka; terbelah sesuai bentuk yang diciptakan hewan berwarna kecokelatan itu. Suara ledakan sempat terdengar sebelum portal itu terbelah, tetapi Thalaswa tak memedulikannya karena lebih terkagum pada keberhasilan yang diberikan Gimashi.

Tak ingin membuang waktu lebih banyak, ia segera menembus portal keemasan itu kemudian mengambil satu kali putaran untuk mengamati keindahan tempatnya sekarang. Egrelavill nyaris sama dengan The Lux; dipenuhi oleh bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dengan arsitektur megah. Yang membedakan hanyalah satu; tempat ini tidak dipenuhi oleh kekuatan magis melainkan teknologi canggih.

The Lux memang merupakan bagian dari Globerst, tapi bangsa mereka tak memiliki izin untuk memasuki kawasan manusia, begitu pula sebaliknya. Namun, rasa penasaran yang menguasai dirinya membuat Thalaswa melanggar kebijakan tersebut. Ia hanya mampu berharap takkan membuat kekacauan di tempat ini karena hal itu berisiko terhadap kehidupan bangsanya.

Thalaswa membenarkan kupluk yang melindungi kepalanya kemudian mulai mengambil langkah pertama untuk menyusuri Egrelavill. Tak jarang ia melambaikan tangan pada hewan yang ditemuinya. Kecintaannya terhadap hewan sangatlah besar. Oleh karena itu, ia menggunakan hewan tertentu, seperti Gimashi untuk dijadikan sebagai senjata. Tentu saja hal itu bukan merupakan pelanggaran.

Ketika asyik mengagumi transportasi umum yang hampir digunakan semua orang, langkahnya mendadak terhenti setelah berpapasan dengan seorang gadis bersurai kecokelatan. Mereka berdua saling melempar pandangan setelah hal yang sama dilakukan oleh gadis itu; Graxey.

Tahi lalat di sudut mata serta lesung pipi tunggal itu tak asing lagi dalam penglihatan Thalaswa, begitu pula dengan tatapan tajamnya. Ia nyaris tersenyum jika gadis itu tidak mendekat kemudian berucap, “Penyihir dilarang datang ke Egrelavill, begitu juga dengan manusia yang dilarang datang ke The Lux. Tapi, kenapa kau lancang memasuki kawasan ini?”

“Kau tahu aku seorang penyihir?” Alih-alih menjawab, Thalaswa lebih tertarik memberi pertanyaan pada Graxey yang mengetahui spesiesnya.

“Kau harus menyembunyikannya lebih baik lagi.”

Graxey semakin mendekat ke arah Thalaswa untuk membenarkan penutup kepala gadis itu kemudian tersenyum. Setelah mengambil dua langkah ke belakang, ia menaikkan sebelah alis. Dalam beberapa detik, ingatannya tiba-tiba dihampiri oleh tatapan yang sama dengan gadis bernetra hijau itu hingga sebuah pertanyaan terlontar dari bibir penuhnya.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”

Thalaswa terkejut setelah mendengar pertanyaan itu kemudian mengusap lengannya sembari tertawa canggung. Beberapa tahun lalu, Graxey pernah datang ke The Lux. Mereka berteman baik karena gadis itu hampir setiap hari mengunjungi tempatnya. Saat itu, seluruh makhluk benar-benar hidup berdampingan tanpa ada pembatasan.

Bangsa penyihir serta manusia saling bahu-membahu sebelum terjadi kekacauan tujuh tahun lalu. Hal itu bermula ketika Thalaswa kehilangan kendalinya hingga berubah menjadi penyihir hitam. Gadis itu bukan sepenuhnya spesies half-love fairy karena di dalam dirinya terdapat sebagian jiwa Andramalech; penyihir hitam. Jika kepanikan menguasai dirinya, maka ia akan berubah menjadi penyihir yang jahat dengan mata biru dongker kehitaman.

Thalaswa nyaris memusnahkan dirinya sendiri serta menghancurkan The Lux pada masa itu. Graxey merupakan satu-satunya manusia yang melihat kejadian itu. Namun, bukan berati masyarakat Egrelavill tidak merasakan dahsyatnya angin serta ledakan dari The Lux.

“Mati.”

“Apa?” Gumaman aneh Graxey benar-benar membuat Zatena; ibu dari Thalaswa, terkejut hingga tak mampu untuk berpikir nyata. Wanita itu sempat berkeinginan untuk membunuh Graxey jika Aphorodite tidak berucap, “Sebaiknya kau menghapus ingatan Graxey.”

“Jangan hanya menghapus ingatannya, hapus ingatan seluruh bangsa penyihir, kecuali kita. Sementara itu, aku akan mengisolasi Thala ke Khavary Republic.”

Thalaswa diasingkan oleh Wekilocha ke suatu tempat yang menampung seluruh penyihir bermasalah. Saat itu, kekuatan gelapnya pun sempat dikunci oleh sang bibi. Namun, karena mendiang ayahnya merupakan penyihir hitam terhebat, kekuatan gelap yang mengalir di darah Thalaswa tidak bisa dimusnahkan begitu saja, kecuali seseorang dapat mematikan jiwa Andramalech di dalam dirinya.

Oleh karena kejadian tanpa adanya manusia yang menjadi saksi mata selain gadis bertubuh jangkung itu, pemerintah Globerst memutuskan secara sepihak bahwa ledakan dahsyat berasal dari The Lux meskipun benar adanya. Sejak saat itulah penduduk Egrelavill tidak diizinkan untuk berurusan dengan bangsa penyihir dari The Lux.
Graxey memiringkan kepala karena Thalaswa tak kunjung memberi jawaban. Ia menatap arloji di pergelangan kirinya kemudian menyadarkan gadis itu dari lamunan. “Aku harus pergi sekarang.”

“Ah, benarkah? Maaf, aku tiba-tiba teringat sesuatu.”

“Tidak masalah, eum … siapa namamu?”

“Thalaswa.”

“Baiklah. Sampai bertemu kembali, Thala!” Thalaswa berbalik untuk menatap punggung Graxey yang mulai menjauh kemudian tersenyum ketika menyadari bahwa gadis itu telah menjadi sosok yang hebat sekarang.

☆★☆

Graxey dilempar oleh tatapan Thalaswa hingga beberapa meter dari posisi semula sebelum terguling di atas jalanan, ia terdiam beberapa saat kemudian menatap sosok penyihir di depannya yang mulai mendekat. Beberapa jam lalu, ia tiba di markas Destone dan dikejutkan oleh ucapan sahabatnya.

“Aku tidak tahu pasti, Grax. Tapi, sepertinya ledakan itu berasal dari portal.” Itulah yang dikatakan sahabat sekaligus pemuda yang ia sukai saat itu. “Jika benar, maka ada penyihir yang berkeliaran di Egrelavill dan kita harus menemukannya.”

“Apa yang harus kita lakukan setelah menemukannya?”

“Memintanya kembali secara baik-baik atau menembaknya jika hal itu tidak bisa dilakukan.”

Graxey tentu tak menyetujui usulan kedua itu, tapi Sam memaksa dirinya untuk mengikuti apa yang diperintahkan pemimpin mereka. Setelah melakukan perdebatan panjang dengan sang pemimpin, ia meninggalkan markas tanpa menyadari bahwa anggota Destone yang lain menaruh curiga dan mengikuti dirinya.

Graxey sendiri tak mengerti kenapa ia harus menyembunyikan kebenaran tentang seorang penyihir yang berkeliaran di Egrelavill. Ia merasa gadis yang ditemuinya tadi takkan membawa kekacauan, tapi di lain sisi ia juga merasa kehancuran sedang menanti. Setelah menemukan gadis itu di taman kota, ia menjelaskan bahwa pasukan khusus Globerst sedang mencari keberadaannya. Thalaswa hampir meninggalkan Egrelavill setelah mendengar penjelasan itu jika anggota Destone tidak mengepungnya sebelum kekacauan ini terjadi.

Kepanikan mulai menguasai gadis itu hingga ia berubah menjadi sosok yang lain. Rambut pirangnya berubah menjadi biru dongker dengan gradasi hitam keunguan, kedua netranya pun tak lagi berwarna hijau. Kemarahan tergambar sangat jelas di wajah gadis itu.

Embusan angin kencang serta pepohonan yang mulai berjatuhan seolah menjadi melodi pelengkap bagi teriakan Thalaswa. Graxey yang sejak tadi bertahan pada posisi telungkup akhirnya memutuskan untuk berdiri kemudian berlari ketika api menyembur ke arahnya. Ia kembali terguling untuk menghindari api serta pohon yang nyaris meremukkan tubuh atletisnya.

“Daripada kalian hanya berdiam diri, sebaiknya jauhkan semua orang dari sini!” teriaknya pada anggota Destone yang lain.

“Biarkan aku membantumu, Grax.” Sam lantas mendekat sebelum berhenti ketika Graxey memberi tatapan tajam padanya. “Melindungi Globerst dengan kemampuan sendiri merupakan cita-citaku, Sam.”

Senyuman manis penuh keyakinan memenuhi penglihatan Sam hingga ia perlahan melangkah mundur sebelum berteriak ketika Graxey terlempar akibat serangan mendadak dari Thalaswa. Perasaan cemas menguasai dirinya seiring tangannya yang semakin terkepal, tapi kecemasan itu perlahan menghilang setelah melihat sang pujaan hati tak menunjukkan rasa sakit sedikit pun.

Graxey terus menghindar tanpa memiliki keinginan untuk membalas ketika Thalaswa terus melemparkan serangan. Sembari berlari serta melompat, ia memaksa otaknya agar memikirkan cara lain untuk menenangkan gadis itu. Namun, ketika Thalaswa semakin melancarkan serangan yang berbahaya, ia pun terpaksa menembakkan peluru AWM-nya kemudian menusukkan bayonet yang terpasang di ujung senapan ke dada gadis itu.

Thalaswa tak mampu membendung teriakan yang sangat dahsyat hingga nyaris menerbangkan manusia di sekitarnya. Tidak ingin merasakan sakit untuk kedua kali, ia pun menggunakan protection tanpa menyadari bahwa hal itu bisa membunuhnya lebih cepat. Ia memanggil Gimashi kemudian menyuruh hewan sejenis anjing itu untuk menyerang Graxey, tapi serangannya dapat dihindari dengan mudah.

Graxey terbatuk sesaat karena debu yang berterbangan kemudian menusukkan kembali bayonet-nya. Tanpa melepaskan tusukan, ia menembakkan peluru secara brutal tepat di dalam dada Thalaswa hingga gadis itu terpental ketika berusaha membebaskan diri. Ia merasa sangat senang meskipun tak tahu pasti apakah kemenangan berhasil didapatkannya.

Serbuk kehitaman mengelilingi tubuh Thalaswa seiring wujudnya serta keadaan tenang yang mulai kembali seperti semula. Graxey berusaha menghampiri gadis itu meskipun kaki jenjangnya tak begitu sanggup untuk menahan beban. Setelah tiba di sana, ia dikejutkan dengan kelopak mata yang mulai terbuka kemudian menunjukkan warna hijau terang.

“Terima kasih,” ucap Thalaswa sembari tersenyum. Senyuman itu jelas menunjukkan kebahagiaan, tapi Graxey tidak tahu kebahagiaan seperti apa yang ditunjukkan orang waras setelah dirinya nyaris dimusnahkan.

“Untuk apa? Aku hampir membunuhmu, Thala.”

“Kau telah memusnahkan garis keturunan penyihir hitam di dalam diriku. Terima kasih.”

Meskipun tak mengerti, Graxey tetap mengangguk kemudian memeluk Thalaswa sebelum tubuhnya ditarik ke dalam dekapan seseorang. Ia tersenyum sembari mengusap puncak kepala Sam ketika tubuh pemuda itu mulai bergetar serta dekapannya menjadi semakin kuat.

Pada akhirnya, kebahagiaan mengampiri dua gadis cantik berbeda spesies itu. Thalaswa akan mendapat ketenangan karena garis keturunan Andramalech telah musnah dari dirinya meskipun tak sepenuhnya, sedangkan Graxey berhasil mewujudkan mimpinya untuk menyelamatkan Globerst tanpa bantuan orang lain.

Graxey melepaskan pelukan Sam ketika ponselnya bergetar kemudian menjawab panggilan yang masuk hingga sosok ibunya terlihat. Wanita paruh baya itu menatapnya dengan kedua mata yang menyipit.

“Seharusnya aku tidak pernah mengizinkanmu bergabung dengan pasukan itu, Graxey.”

“Ibu!”

Semua yang terjadi memang tidak sekeren cerita dalam acara televisi pada zaman dahulu, tapi Graxey merasa bahwa hal itu sudah cukup keren untuk ia sombongkan pada sang ibu karena selama ini Xealyz menentang cita-citanya yang mempertaruhkan nyawa. Begitu pula dengan Thalaswa yang hingga sekarang tak percaya bahwa dirinya dapat dikalahkan oleh gadis yang dulunya senang menangis karena panik.

The End

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro