Spesies Langka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'Kemarin pagi, netizen dibuat gempar dengan postingan Chef Abey, salah satu juri dalam acara Akademi Chef. Pasalnya, juri yang terkenal paling tegas itu mengunggah foto berdua dengan Chef Ale di akun instagramnya dengan caption yang menggelitik. Ia menuliskan 'Alesha Zweeta my sweetheart' dan membubuhinya dengan emoticon love. Ale yang juga merupakan juri di acara yang sama kemudian mengomentari postingan tersebut dengan kalimat 'Abey my bee' dan diakhiri dengan emoticon lebah dan love. Banyak netizen yang mengomentari postingan ini dengan doa-doa baik, namun ada juga beberapa netizen yang tidak setuju lantaran mereka berdua berbeda keyakinan. Abey beragama Islam sementara Ale beragama Katholik.....'

"Pagi-pagi udah dengerin gosip aja lu, ganti kek," tegur Tasya pada Atika, teman kostnya yang tengah duduk di depan televisi.

"Baru ngidupin tv, Sya, ini juga mau gue ganti," sahut Atika.

Kunir yang tengah memasang tali sepatu di depan pintu kost menoleh, "Eh, jangan diganti dulu dong, aku lagi dengerin ini. Mereka lagi bahas Chef Abey loh itu, my favorit artist."

Tasya menunjuk televisi dengan gerakan kepala, "Artis favorit lu dah punya pasangan noh sekarang."

"Iya ih, sebel loh aku. Chef Ale cantik sih, baik juga, tapi kan beda agama. Percuma cinta-cintaan kalau nanti endingnya ndak sampai pelaminan. Iya, to?" Kunir berdiri dan merapikan roknya yang sedikit lecek karena terlalu lama berjongkok.

"Lagian, ama pihak tvnya kok boleh, ya? Dua orang pengisi program yang sama pacaran selama masa kontrak. Mereka gak takut kalau bakal mempengaruhi profesionalitas kerja apa, ya?" sambung Atika.

"Nah, bener juga itu, harusnya kan ndak boleh, ya. Ah, pokoknya aku tim gak setuju Chef Abey ama Chef Ale," sahut Kunir.

"Sepagi ini lu berdua udah ngomongin orang yang bahkan kagak pada lu kenalin? Sarap emang!" Tasya menggeleng pelan, kemudian beranjak dari depan televisi dan berjalan keluar kost.

"Eh, mau ke kampus lu? Tumben amat, bukannya kagak punya jadwal pagi lu, ye?" Tasya mengernyitkan dahi begitu sadar Kunir telah rapi di depan pintu, padahal jam dinding di ruang tamu baru menunjukkan pukul setengah tujuh.

"Kuliah nanti jam delapan sih, tapi ada janji sama Kaprodi," jelas Kunir. Semalam, KAPRODI atau Ketua Progam Studinya menelpon dan mengajak bertemu pagi ini. Ada beberapa hal terkait lomba MTQ yang ingin beliau bahas.

"Keren lu ye, janjiannya aja ama Kaprodi. Apalah gua yang janjiannya ama anak-anak kagak ada akhlak semua," kekeh Tasya, "terus berangkat ama siape lu?" tanyanya.

Kunir mengendikkan bahu, "Sendiri. Naik angkutan umum aja lah paling."

"Ya udeh, gua anterin aja sekalian cari sarapan." Tasya kembali masuk ke dalam kos untuk mengambil jaket dan kontak motor, kemudian menghidupkan mesin motor.

Sebelum naik ke boncengan Tasya, Kunir melongokkan kepala ke dalam ruang tamu, "Eh, Tik, kamu dengerin gosipnya sampai tuntas, ya. Nanti malam ceritain ke aku, hehe."

"Gue pengen liat spongebob, Nir. Lo liat tayangan ulang di youtube aja deh ntar," tolak Atika.

"Ih, ndak asik. Ya udah deh. Aku berangkat dulu, Tik," pamit Kunir sembari naik ke boncengan Tasya. Atika hanya mengangguk dan menjawab 'iya'.

*****

"Selamat pagi, Prof Hamzah," sapa Kunir begitu masuk ke ruang Kaprodinya.

Lelaki berrambut putih yang tengah meletakkan tas di atas meja menoleh, kemudian tersenyum begitu menyadari siapa yang telah menyapanya.

"Eh, Kunir, selamat pagi juga. Ayo ayo duduk, saya juga baru datang ini." Kunir mengangguk kemudian duduk di kursi yang telah disediakan.

"Maaf ya meminta kamu menemui saya pagi-pagi. Sudah sarapan?" tanya Hamzah ramah.

Kunir menggeleng sembari terkekeh canggung, "Belum, Prof."

"Nah, ini tadi saya dibawakan bekal sama istri. Ayo kita bagi dua." Hamzah membuka tempat makannya, kemudian mengeluarkan dua tangkup sandwich dari sana. Ia mengangsurkan salah satunya kepada Kunir.

"Eh, ndak usah, Prof. Prof saja yang sarapan, saya belum lapar," tolak Kunir sungkan.

"Loh, tidak baik menolak rezeki. Ayo diterima," paksa Hamzah.

Kunir akhirnya mengangguk dan menerima sandwich itu dengan senyum canggung.

"Nah, ayo makan dulu, setelah itu baru kita mengobrol," ajak Hamzah. Ia mulai memakan sandwichnya, dan Kunir melakukan hal yang sama.

Setelah mengusaikan sarapan, Hamzah mengusap mulutnya dengan tisu, kemudian meneguk teh hangat yang telah tersedia di atas meja. Ia juga memberi Kunir air mineral gelas sebagai minuman.

"Jadi begini, kemarin Pak Wadek bagian kemahasiswaan menghubungi saya. Beliau meminta saya memberikan ini ke kamu." Hamzah menyodorkan sebuah amplop kepada Kunir.

Kunir mengernyitkan dahi, "Apa ini, Prof?"

"Uang akomodasi untuk peserta lomba. Selain itu, beliau juga meminta saya untuk menyampaikan teknis pemberangkatan peserta. Jadi, acara kan dimulai tanggal 10 Maret pukul tujuh pagi. Nah, perwakilan dari kampus berangkat tanggal 9 sorenya. Kalian berangkat naik mobil kampus didampingi dua dosen. Berhubung lomba diadakan selama satu minggu, kalian pasti paham lah apa saja yang harus dibawa dan dipersiapkan," jelas Hamzah panjang lebar.

"Kalau boleh tahu, dosen pendampingnya siapa ya, Prof?" tanya Kunir.

"Kemarin Pak Wadek bilang katanya Profesor Hanafi dan Doktor Zulfa," jawab Hamzah, "kamu tahu mereka?" lanjutnya.

Kunir mengangguk, "Tahu, Prof. Doktor Zulfa dosen Fakultas Sastra yang ngajar di program studi Sastra Arab, kalau Prof Hanafi wakil dekannya Fakultas Sastra."

"Iya, yang itu." Hamzah membenarkan jawaban Kunir. "Terus, persiapan kamu sudah sampai mana? Maaf saya tidak bisa bantu banyak ya, Nir. Kamu tahu sendiri saya dosen umum. Saya tidak banyak tahu tentang bidang lomba yang akan kamu ikuti."

Kunir tersenyum, "Ndakpapa, Prof. Prof Hamzah sudah banyak membantu di beberapa hal. Persiapan saya sudah matang insyaa Allah. Minta doanya ya, Prof, semoga saya ndak mengecewakan kampus."

"Amiin amiin. Kabar apa pun yang kamu bawa pulang nanti, tidak akan pernah membuat kampus kecewa. Menang kalah itu urusan belakang, hak prerogatif Allah itu. Yang penting, kamu sudah menampilkan versi terbaik yang kamu bisa," sahut Hamzah.

"Terima kasih sudah selalu mendukung, Prof."

"Sudah tugas saya. Lagipula, kamu adalah mahasiswa yang mengharumkan nama program studi meski bukan di bidang desain atau arsitektur. Kamu bahkan mengharumkan nama kampus, Nir." Hamzah tersenyum bangga menatap mahasiswi yang ada di hadapannya.

Kunir tersenyum canggung, "Sekali lagi terima kasih, Prof."

"Ya sudah, itu saja yang mau saya bicarakan. Kamu boleh melanjutkan kegiatan. Ada jam kuliah pagi ini?" tanya Hamzah.

Kunir menatap jam tangannya, masih jam setengah delapan, "Nanti jam 8 ada, Prof."

"Ya sudah, kamu boleh mempersiapkan kuliah. Maaf sudah mengganggu pagi kamu, ya. Soaĺnya kalau nanti siang saya tidak bisa, ada acara ke luar kota."

"Ndakpapa, Prof, saya ndak merasa terganggu kok," kekeh Kunir, "ya sudah, saya pamit, Prof. Terima kasih untuk informasinya."

Hamzah mengangguk, "Iya, silakan. Ingat pesan saya ya, Nir. Cukup berikan yang terbaik saja, hasilnya pasrahkan pada Allah SWT."

"Siap, Prof," sahut Kunir dengan posisi hormat. Hamzah tertawa menatap gerakan mahasiswinya itu.

"Saya keluar dulu, Prof. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

*****

Kunir melirik jam tangannya, masih ada waktu setengah jam sebelum kuliahnya dimulai. Ia memutuskan singgah ke kantor BEM, sebab mungkin kelasnya masih digunakan oleh mahasiswa yang memiki mata kuliah lebih pagi.

"Assalamualaikum," ucapnya lirih sembari membuka pintu kantor.

"Waalaikumsalam," sahut seseorang dari dalam.

Kunir berjingkat, ia terkejut sebab mengira jika tak ada orang di dalam kantor.

"Lek Ujik? Pagi banget udah sampek kantor," ucapnya sembari menyipitkan mata. Ia mendapati Fauzi tengah fokus mengetik di komputer sembari mengecek beberapa kertas yang baru saja keluar dari mesin print.

"Gue udah di kantor dari jam setengah tujuh malah," sahut Fauzi tanpa menoleh.

"Wih mantap, ngapain?"

"Ngerjain proposal kerjasama buat diajuin ke beberapa lembaga, Nir. Perkara perduitan ini harus cepet kelar. Kita kan juga dikejar deadline," jelas Fauzi.

Kunir mengernyitkan dahi, "Gak dibantu Shela? Kan dia bendaharanya."

Fauzi menoleh, "Di organisasi, dalam beberapa hal kita perlu saling menggantikan dan mengisi. Kita juga gak bisa ngarepin kerjaan satu orang aja. Kalau ada yang bisa kita lakuin, ya lakuin, gak perlu kelamaan nunggu. Tapi ya tetep jalin komunikasi yang baik biar gak ada salah paham di semua pihak."

"Keren emang ketuaku yang satu ini. Ndak rugi dulu pas pemilihan tak coblos hidungnya, matanya, dahinya," puji Kunir sembari tertawa, "eh ya udah, kalau gitu aku keluar lagi ya, Lek."

Fauzi mengernyitkan dahi, "Kenapa emang?"

"Ya kan kita cuma berdua aja ini. Dua orang bukan mahrom di dalam satu ruangan kan bisa menimbulkan fitnah. Nanti orang-orang mikir yang iya-iya lagi," kekeh Kunir.

Fauzi tersenyum, "Oh gitu, oke deh."

Kunir kembali mengucapkan salam kemudian keluar. Di dalam ruangan, Fauzi masih tersenyum. Ini Jakarta. Laki-laki dan perempuan yang saling berbaur sudah menjadi hal biasa. Lagipula, di kota ini tak ada orang yang peduli pada kehidupan selainnya. Dan, menemukan seorang gadis berprinsip serta pandai menjaga diri membuatnya terpana. Fauzi telah menetapkan, bahwa Kunir adalah perempuan langka, dan ia harus melestarikannya.

*****

Part empat meluncurrrrrr.....

Awalnya tujuh part yang sudah kuupload. Tapi ada beberapa yang kerasa aneh, jadi kuunpublish lagi, hehe. Alhamdulillah sudah publish lagi sampai part empat. Baca lagi deh, beda pembahasan.

Selamat membaca dengan penuh cinta 💛.

Jangan lupa,
Tetap jadikan Allah sebaik-baiknya tempat bersandar, ya.

Semarang, 04 Maret 2021.
Disunting 15 Maret 2021.

Naya Zayyin

Eh btw, tanggal cantik, nih! 4321 🤣. Pada punya momen apa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro