BAB 1: Rash Gadis Berambut Merah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Kerajaan Yuemeda terletak diantara benua besar, pusat pemerintahannya berada di pinggir pesisir pantai dan menjadikannya sebagai pusat perdagangan antar benua. Suasana kota selalu ramai, terutama daerah dermaga. Dimana para pedagang dating dan pergi setiap hari, mungkin ada sekitar ratusan orang menginjakan kaki di dermaga kerajaan Yuemeda.

Rambut merah panjangnya sangat cantik, bersinar begitu matahari menerpanya. Beberapa orang berkumpul mengelilinginya. Mendengarkan gadis berusia 17 tahun itu bernyanyi dengan gitar tua yang Nampak begitu lapuk, namun ajaibnya masih bertahan menjadi alat mencari makan seorang gadis yatim piatu yang sebatang kara di kota sebesar ini.

Rash, nama gadis itu. Suaranya sangat lembut, meluluhkan pejalan kaki yang melalui jalan ini menuju dermaga atau pulang dari dermaga. Sebenarnya ibu kota punya Pelabuhan yang sebenarnya jauh lebih sibuk. Kebanyakan orang memilih transit di dermaga karena pajak di sini tidak sebesar saat berada di Pelabuhan. Alasan lain penjagaan di sini juga tidak seketat Ketika di Pelabuhan, maklum saja kebanyakan kapal di sana adalah milik para bangsawan. Alasan itu juga Rash memilih bernyanyi sebagai penyanyi jalanan di sini. Dia tidak perlu khawatir ada seseorang yang mengusirnya.

Senyumnya begitu lebar di wajahnya yang cantik. Beberapa orang tidak hanya tertarik dengan suara Rash saja, melainkan dengan wajahnya yang menawan dan sifat Rash yang sangat periang. Mereka mengyukai gadis cantik yang periang namun memiliki latar berlakang yang kelam. Tidak peduli dengan itu, Rash hanya ingin terus bernyanyi, membiarkan dunia mendengarkan suaranya, dan menggapai mimpinya untuk bernyanyi di depan Raja Yuemeda. Imipain yang sangat besar.

-0-

Amara baru selesai mandi, dia melepas handuknya dan memakai seragam putih abu-abunya yang kusut tak tersetrika. Matanya sayu, bisa dilihat jelas lwarna hitam kecoklatan yang menyatu dengan warna kulit wajahnya di bawah mata. Memakai kemeja Panjang putih dengan name tag di sebelah kanan bertuliskan 'Amara'. Tak lupa dia memakai manset hitam dikedua tangan. Sulit dijelaskan kepada orang-orang yang menganggap memakai manset pada kemeja lengan panjang dan saat matahari bersinar begitu Terik adalah hal aneh. Fungsi manset ini adalah menutupi bekas goresan-goresan pada lengan mlulai dari pergelangan hingga mendekati siku. Beberpa masih Nampak basah, tentu saja, karena baru dibuat tadi malam.

Suara gitar terdengar, petikan gitar dan senandung suara lembut menggema dalam kamar yang berantakan ini. Aneh sekali, padahal Amara tidak bisa main gitar, bernyanyi saja suaranya sangat kacau. Dia menoleh ke meja belajarnya. Gadis berambut merah Panjang duduk di mejanya, menduduki tumpukan buku yang belum ditata Kembali. Pakaian gadis itu aneh, orang macam apa yang mengenakan gaun abad pertengahan di jaman sekarang dan di daerah tropis seperti ini. Tentu saja Amara mengabaikan penampakan gadis itu. Dengan wajah datar tak berkespresi dia mengambil tas punggungnya yang juga ada di atas meja, sebelah gadis itu memainkan gitar, dan pergi menuju sekolah.

Bis kota adalah transportasi utamanya. Meski harus bersesak dengan banyak orang yang memiliki kesibukannya masing-masing. Gadis itu masih ada. Dengan percaya diri dia berdiri melewati garis kuning bis, dekat pintu, dan sangat antusias melihan pemandangan yang dilewati. Gadis berambut merah itu juga masih ada Ketika Amara sudah berada di kelas.

"Sangat berbeda dengan di Kerajaan Yuemeda. Di sini banyak sekali rumah dan bangunan-bangunan tinggi. Jalannya penuh dengan mesin-mesin aneh. Di Yuemeda hanya ada kereta yang ditarik kuda," ujar gadis situ berharap Amara memperhatikannya.

Ketika jam Pelajaran, gadis itu berdiri di depan kelas sambil bermain gitar. Menghalangi papan tulis yang sudah penuh coretan dari spidol hitam dan biru. Jam istirahat tiba, gadis berambut merah itu duduk menemani Amara yang dibangkunya sendirian. Sedangkan teman sekelasnya sudah berkelompok, mengobrol, atau sekedar bermain Hp meski duduk Bersama. Amara sendirian, menikmati satu gorengan dengan satu air mineral gelas. Kepalanya tertunduk, dan menonton Youtube. Dia suka menjadikan penelusuran horror sebagai temannya makan. Amara benar-benar mengabaikan gadis berambut merah itu. Seolah si gadis tidak ada meski dengan penampilan yang begitu amat mencolok.

Bahkan saat dia sudah pulang. Amara melepas tasnya yang berbandol kupu-kupu besar berwarna hitam, yang ia dapat saat jalan-jalan di Mall bulan lalu, tentu saja jalan-jalan sendirian. Melepas seragamnya, Amara melakukan rutinitas wajibnya. Menyapu lantai, mencuci piring, dan memasak lauk juga nasi untuk makan malam Bersama. Disaat kesibukan itu si gadis rambut merah itu duduk di depan TV yang dimatikan, entah apa yang sedan gada di fikirannya sekarang. Semua tugas telah selesai. Ruamhnya masih kosong. Seolah memang hanya dia yang tinggal sendiri di rumah ini.

Amara merebahkan badannya pada Kasur tipis di atas ranjang. Tubuhnya terlentang dan menatap lampu kamar. Tatapan kosong, dan ekspresi datar.

"Aku ingin mati," kalimat itu keluar dari mulutnya.

Gadis berambut merah itu tidur di sebelah Amara. Dia memiringkan badan dan menghadap Amara. Senyumnya lebar, "jangan mati, jangan sekarang, selesaikan dulu tulisanmu, baru setelahnya ayo mati Bersama," bisik gadis itu.

Amara akhirnya menoleh ke samping. Gadis itu masih tersenyum. Gadis berambut merah yang memiliki nama Rash.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro