Kuncup · 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Wow~ Kamu jadi apa nih, Rantika? Princess abad pertengahan? Atau, cottage fairy? Lucu banget!"

"Iya, gayanya kayak vintage gitu. Ditambah rambut kamu udah curly dari sononya, cocok banget."

"Mirip none-none Belanda lho kamu, Ran. Bagus gini, beda tapi keren!"

Komentar dari Oliv, Monic, dan Carol selaku geng VIP membuat Ran tak henti tersenyum.

Baju idaman pemberian Selin digunakan Ran dengan bangga, berhias rambut ikal yang dipadu setengah kunciran hasil karya Bunda, juga sepatu terbaik yang Ran punya.

Selin dan geng VIP sendiri mengenakan pakaian trendy dan riasan wajah senada, dengan highlighter dan kelopak mata ber-glitter ala idol Korea. Ceritanya, mereka sedang menjadi sekelompok girl band.

"Makasih, semuanya..." Ran berkata dengan senyum tulus. Berbaikan dengan Selin ternyata memberikan kelegaan dan kebahagiaan sekaligus.

Mereka lanjut mengobrol ringan sambil berjalan ke arah panggung pentas seni. MC mengumumkan pertunjukan pembuka akan dimulai sebentar lagi. Detik-detik berikutnya, suara intro musik bergema. Geng VIP langsung menjerit kompak.

"OMAYGAAATTT! Dengerin, tuh! Mereka nge-cover lagunya Bad Boy!" Olivia memekik kegirangan, diikuti Selin dan dua personil geng VIP lainnya. Mereka langsung menyerbu area depan panggung.

Tak lama berselang, komentar Carol turut mengudara. "Gila ya OSIS kita, bisa banget manggil professional dancer buat cover gini! Eh, eh—denger tuh! Lagunya mash up sama Fantastic Baby! AAAAAA!"

Jejeritan kembali terdengar.

Ran, yang tahu beberapa potong lagu BigBang juga, turut menikmati lebih dari biasanya.

Sepotong ingatan akan percakapannya dengan Kak Varda timbul, saat Ran menyarankan cover lagu K-pop yang ternyata kini jadi kenyataan. Sedikit Ran akui, hal ini membuatnya merasa bangga.

Di sela pergantian lagu, Ran sengaja menyebarkan pandang untuk mencari di mana letak kakak senior yang baik hati itu. Mata Ran berhenti di sudut lapangan, di mana Kak Varda tampak mengobrol akrab dengan gerombolan OSIS lain.

Ran mengernyitkan mata, mendapati satu sosok familier yang terasing dari percakapan itu, namun tak ayal mata Kak Varda berkali-kali terpaku pada orang itu. Matteo.

Mereka kelihatannya akrab banget, batin Ran tanpa sadar.

**

Rasanya aneh. Kenapa semakin tinggi matahari memanggang, mood Ran terasa semakin menciut?

Padahal dia dan Selin CS sempat menjajal beberapa stand camilan yang digelar tiap kelas. Cukup enak-enak. Juga pentas seni yang lumayan seru, mulai dari dance cover, band, teater, hingga stand-up comedy.

Kini saat ishoma, Ran meneguk es teh leci yang dibelinya dari stand kelas 11-Mataram. Selin merangkul pundaknya, satu tangan menggenggam permen kapas dari stand 12-Kediri.

"Ran, liat abangku, nggak? Uang jajan dari mama ada di aku semua, belom sempat kukasih."

Ucapan Selin sontak membuat Ran menoleh. "Emmm... Matt, ya? Loh, tunggu, jadi dia nggak bisa jajan dong dari tadi?"

"Tenang aja, kayaknya sih dia masih ada uang. Dia selalu ada uang. Hm, heran deh, kita sama-sama anak mama-papa, tapi kayaknya dia lebih tajir dari—"

"Sel," potong Ran. "Itu, deket WC cowok."

Telunjuk Ran tepat menuding sosok kakak Selin. Matt tampak santai memainkan ponsel di tengah keramaian. Tanpa buang waktu, Selin melepas rangkulannya pada Ran dan berlari ke sana. Layaknya magnet yang menarik dengan kasat mata, Ran mengikuti.

Serah terima uang saku itu berlangsung dengan cepat, meskipun ada perseteruan singkat berbunyi 'lama banget, kenapa baru dikasih sekarang?' dan dibalas 'kan uangnya gede, harus kupecahin dulu lah!'.

Ran yang mengintil di belakang Selin, diam-diam mencuri pandang ke arah Matt yang menekuk wajah. Cowok itu mengenakan baju bebas biasa, kaos katun dan celana jins. Agak sedikit berbeda dengan cowok-cowok kelas lain yang rata-rata mengeluarkan effort lebih.

Demikian, Matt tampak menawan dengan gaya effortless-nya. Tanpa banyak mencoba, sulung Lafleur-Tan ini sudah menjadi magnet banyak pasang mata.

"Hey! Matt, di sini kamu rupanya!" Suara sapaan dari Kak Varda memecah udara. Ran mendapati senior itu langsung menggayut di lengan Matt.

"Hm, ya." Matt berkomentar pendek, tampak acuh. Cowok itu lebih fokus menjejalkan uang kertas biru ke dalam dompetnya.

"Hai, Kak Varda... tadi keren banget dance cover K-popnya—"

"Eh! Kita udah dipanggil, tuh. Yuk ah, duluan!"

Ucapan Ran terpotong tatkala Kak Varda menarik Matt dengan terburu-buru.

Gadis itu hanya bisa melepas kepergian mereka dengan pandangan pasrah. Ada sebuah sensasi aneh di relung dadanya. Sesuatu yang tak biasa.

**

"Ran? Hey, kok cemberut aja dari tadi. Nanti cantiknya luntur loh!"

Perkataan Selin barusan membuat Ran tersadar. Mereka sedang duduk di halte seberang gerbang sekolah, menunggu jemputan dari Ayah Sakti.

"Sorry, maaf, emmm... apa, barusan?" Ran lupa sampai sejauh mana obrolan mereka.

"Tadi aku nanya, rencana SMA kamu masih lanjut di sini, kan?"

"Oooh. Iya lah. Udah pasti itu." Ran melemparkan pandangan ke gedung Dharma Sunya yang berdiri kokoh.

"Bagus! Anak-anak VIP juga pada fix lanjut sini. Katanya, salah satu tujuan papi mami mereka daftarin ke sini ya biar bisa masuk SMA-nya."

Ran mengangguk. "Iya, kita kan juga."

"Iya, ya. Hehehe." Selin terkekeh. Obrolan masa depan yang sudah dalam genggaman itu sepertinya tak begitu menarik untuk diteruskan. Si bungsu hanya butuh konfirmasi bahwa dia tidak akan kehilangan teman.

"So, kenapa bete gitu? Harusnya kamu happy tauk, kan besok lusa kita bakal liburan ke puncak." Selin menyikut sisi rusuk Ran, membuat gadis ikal itu tertawa menahan geli.

"Iya, iya. Aku cuma ngerasa agak aneh aja..."

"Masalah apa?"

"Kak Varda."

"Siapa...? Oooh, ketua OSIS yang sering caper ke Oppa itu?"

Ran membelalakkan mata atas kalimat Selin. Tak biasanya sahabat berhati riangnya ini mengatakan sesuatu yang begitu ofensif.

"Dia baik, kok." Ran mengajukan pembelaan.

"Hmmm, gitu ya." Selin tersenyum miring. Nadanya sarkastis.

Ran mengernyitkan dahi, dan tidak sempat mencerna kejanggalan ini karena mobil kumbang Ayah Sakti sudah tiba.

**

Ran melempar gumpalan kain itu ke dalam mesin cuci. Warna putihnya menyembul lembut, seakan tak rela ditanggalkan begitu saja.

Ran sendiri jujur belum terlalu rela melepaskan dress spesial pemberian Selin tersebut. Tapi, Ran juga tidak ingin memakainya terlalu lama. Takut kotor.

"Jangan dicampur sama baju warna, Nduk. Kumpulkan sama yang putih-putih juga. Takut luntur." Bunda berujar dari ambang pintu kamar mandi.

Ran menoleh dengan cepat.

"Iya, Bun," jawab gadis itu.

"Sudah siapin baju buat dibawa ke puncak?" tanya Ajeng sambil melangkah masuk, membantu anak semata wayangnya memilah cucian.

Ran menjawab dengan gelengan.

"Sana, siapkan dulu. Biar cucian kotor Bunda yang urus," titah Ajeng sembari mengelus pucuk kepala ikal Rantika.

Sang anak menurut dengan ucapan 'iya, Bun' lagi, sebelum keluar dari ruangan.

Pasalnya, mereka hanya punya satu hari sebelum berangkat menuju liburan yang sudah berbulan-bulan diimpikan.

"Micin nanti jadi kita titipin ke pet hotel kan Yah, Bun?!" jerit Ran saat melihat kelinci abu-abu yang sedang tidur di dalam kandangnya.

"Aman, Nyonya!" Ayah balas berteriak dari ruang keluarga.

Ran mengangguk pasti dan meluncur ke kamarnya, mulai membedah isi lemari dan menyiapkan baju ganti untuk perjalanan tiga hari dua malam mereka.

À Suivre.
1073 mots.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro