If you love me really, just let it happen.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




Aku pernah merasakan seluruh waktu seakan berhenti, masuk dalam dimensi lain dalam sekejap tanpa aku sadar. diriku tidak bisa merasakan hal-hal di sekitarku, tentang dunia, tentang segalanya. Momen momentum yang tak akan pernah ku lupa, sebuah momen sempurna, sebuah momen ketika hal lain tidak berarti kecuali dirinya

kala itu sedang sore hari, selepas pulang kerja aku dan yogi seharusnya sama-sama di tempeli oleh rasa lelah dan suntuk, terlebih hari itu adalah hari yang penting ; peresmian gedung baru dan remisnya divisiku memiliki ruang studio on air sendiri. 

sore itu ide untuk menyetel lagu lawas milik brenda lee berjudul if u love me (really) muncul saja di kepalaku, iramanya indah, alunanya menganyun-anyun, cocok untuk membuat suasana menjadi santai, menemani aku dan yogi yang akan beristirahat--tadinya begitu sampai yogi mengambil tindakan diluar dugaanku. 

di sebuah ruang tamu, masih mengunakan makeup luntur seharian suntuk, yogi menciumku--benar benar menciumku. Denyut nadiku berdetak begitu cepat sampai-sampai aku hampir lupa bagaimana caranya bernafas. Tubuhku semakin lemas seketika, jatuh kepada dirinya yang akhirnya menuntun tubuhku untuk duduk di atas sofa tanpa melepaskan kaitan bibir kami, semakin saja tubuhku berubah menjadi agar-agar kenyal yang tidak memiliki tulang. 

aku menunggu dirinya menarik tubuhnya mundur sebab kami benar-benar kehabisan oksigen, namun yogi hanya membiarkan kami bernafas dalam 3 detik. Bibirnya ditekan ke bibirku, lalu berpisah sesaat, hembusan nafasnya langsung menerpa wajahku sopan. Wajahnya menjadi merah hingga leher, matanya sayu menatapku seperti meminta perizinan--lebih seperti memohon. 

Mengikuti permainanya adalah hal yang membuatku lupa akan segalanya. Mengalungkan tanganku pada lehernya dan menjadi pemegang kendali permainan selanjutnya membuatku tidak pernah ingat tentang rasa lelahku barusan. Gerakan tegasnya membuatku seketika memiliki tenaga untuk menerima ajakan permainanya dengan semangat. 

Yogi untuk pertama kalinya menunjukan sisi lainya kepadaku, kuncianya terbuka secara tiba-tiba. 

momen sempurna, dengan suasana yang sempurna walau aku sama sekali tidak bisa merakan apapun selain dirinya, hanya ciumanya, hanya bibirnya. satu-satunya hal yang ku dengar adalah detak jantungnya. Pikiranku mendadak dipenuhi oleh dirinya. aku ingat betapa eratnya aku memegangi dirinya, mencengkram tubuhnya untuk mempertahankanya. 

kala itu aku baru tersadar, betapa aku membutuhkanya, betapa jauh aku telah jatuh padanya, betapa pentingnya ia dalam keseharianku. Yogi bagiku hanya sekedar orang yang dekat--paling dekat denganku, hingga tampa sadar dekatnya yogi dengan diriku hanya berjarak 1mm dari jantungku. 

Seperti manusia lainya yang jatuh dalam rasa cinta, impian-impian logikaku sebelumnya hilang. Alasan-alasanku untuk menunda pernikhaan, menunda kelanjutan hubungan kami, semua itu hilang melebur dari rasa yang jauh lebih besar mendominasi diriku. 

yang aku inginkan hanyalah dirinya, berada di dekatnya, menjadi pujaanya. 

Ikatan kami sore itu harus di akhiri oleh panggilan telfon yang masuk dalam ponsel yogi, tentu saja siapa lagi selain hadinata. 

jika saja rasa dendamku sudah berubah menjadi kutukan, sudah sejak lama hadinata mendapat kutukan dendam olehku.  Jika bukan kesayangan adik kecil yogi tercinta, sudah ku tendang ia jauh-jauh dari hidupku, jauh jauhhh sekali bahkan aku tidak akan membiarkanya hidup satu pijakan bumi olehnya. (ini sedikit berlebihan)

yah setelah ia menyelesaikan urusanya dengan si adik kecil kesayangan yogi, kami mendadak cangung setengah mati, AKU BAHKAN TIDAK BERANI MENATAP MATANYA?! pokoknya ini salah hadinata. 

jantungku masih berdetak cepat, merahnya yogi juga masih belum hilang, entah bagaimana kami melewati masa masa paling menegangkan bagi hidupku. otaku berfikir cepat memilih topic untuk mencairkan kembali suasana, bagaimana kami tidak cangung seperti ini karena jika boleh akan senang hati jika yogi melanjutkan kegiatanya sebelumnya kepadaku. 

lagi dan lagi, sore itu yogi kembali bertindak diluar kebiasaanya, diluaar ekpetasiku. 

Yogi mengajaku untuk kami naik ke altar pernikahan. 

menjawab dengan cepat, aku menganguk. persetanan dengan jadwal padet merayap bulan depan soal projek, menikah dengan yogi dan menjadi ibu rumah tangga sebuah gagasan impian baru yang aku impikan sejak kini. 

"aku mau, ayo menikah saja". aku tersihir oleh dirinya. 




____________



























Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro