Part 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dara keluar dari dalam kelasnya. Saat itu juga, ia mendapati Cakra dan juga Sonya yang tengah berdiri di depannya.

Saat Dara akan melangkah pergi, Cakra mencengkal pergelangan tangan Dara. "Dar," panggilnya.

Dara menatap tangannya yang dicengkal dan juga Cakra secara bergantian.

"Pulang bareng, ya?" ajak Cakra lembut.

Dara melirik ke arah Sonya. "Gak usah, gue bawa motor," ucap Dara seraya menatap ke arah Cakra kembali.

"Motor lo bisa dianter sama temen gue. Lo pulang sama gue, ya?"

"Nanti gue duduk di belakang, lo sama Sonya di depan?" tanya Dara seraya tertawa miris.

Cakra melirik ke arah Sonya sebentar. Kemudian, ia menatap Dara lagi. "Lo kan tau Sonya gak bisa duduk di belakang."

"Terus, urusan gue?" Dara menarik tangannya dengan kasar. Di saat Dara sedang marah pada Cakra pun, cowok itu masih sempat-sempatnya mementingkan Sonya.

Dara memilih melangkah pergi meninggalkan koridor dengan langkah cepat.

Saat sampai di motornya, Dara mengusap air matanya pelan. Gadis itu hendak menyalakan mesin motornya. Namun, ia merasa pergerakan seseorang naik di jok belakang.

"Jalan, Mbak!" Satu tepukan di bahu Dara, cukup membuat gadis itu mengenali suaranya.

Langit. Cowok itu tersenyum menatap Dara lewat kaca spion.

"Turun, Lang."

"Enggak mau."

"Lang, gue bilang turun!"

"Enggak mau, Dara. Anter gue pulang, ya? Gue males balik bareng Cakra."

Dara menghela napasnya. Gadis itu akhirnya pasrah dan memilih melajukan motornya dengan Langit yang duduk di boncengan.

Selama perjalanan, cowok itu tak henti-hentinya menganggu Dara. Dia bahkan tak ada malunya menyapa Ibu-Ibu yang mengendarai motor ketika berhenti di lampu merah.

"Dar, lihat muka gue lewat spion."

Dara meliriknya. Dara sontak tertawa melihat wajah Langit yang dibuat sok imut dengan bibir yang ia majukan ke depan.

"Lang! Apaan, sih? Gue lagi nyetir, gak lucu kalau kita nyusruk gara-gara ketawa," kata Dara.

"Iya juga, ya? Eh, Dar! Nyetir yang bener." Langit menepuk pundak Dara beberapa kali.

Langit diam-diam tersenyum melihat Dara yang akhirnya bisa tertawa. Ia tahu betul suasana hati Dara saat ini.

Langit tentunya menyaksikan percakapan antara Dara dan juga Cakra, tadi. Karna, Langit posisinya memang belum keluar dari dalam kelas saat itu.

Motor Dara berhenti tepat di depan pekarangan rumah milik Cakra dan juga Langit.

Langit turun. Cowok itu merapikan rambutnya. Kemudian, dengan rusuh Langit melihat ke arah spion. "Gila, Dar!" Langit memekik histeris.

"Apaan, sih?"

"Gue ganteng banget!" sambung Langit.

Dara mendorong pundak cowok itu dengan kesal. Apa-apaan cowok itu? Membuat Dara kaget saja.

Langit menoleh menatap Dara, ia tersenyum. "Makasih udah anter gue pulang."

Tin! Tin! Tin!

Suara klakson di belakang Dara berbunyi dengan tidak santai. Dara dan juga Langit menoleh, di sana, Mobil milik Cakra berhenti.

Namun, Dara bisa melihat jelas wajah datar Cakra yang tertera jelas.

Dara menoleh ke arah Langit, cowok itu juga sama. Ia melayangkan tatapan tajam pada Cakra.

Cakra turun, cowok itu dengan tidak santainya langsung menarik Dara turun dari atas motornya.

Dara yang kaget, langsung menurunkan standar dan menatap Cakra tajam.

"Lo gak mau pulang sama gue, karna lo mau pulang sama dia?" Cakra menatap Dara tajam.

"Enggak, tuh."

"Lo, Lang! Bisa gak, sih, jangan ganggu hubungan gue sama Dara?" Cakra menunjuk Langit tepat di wajahnya.

Sonya turun dari mobil. Gadis itu langsung berdiri di samping Cakra. Dara yang melihat Langit disalahkan begitu, langsung menarik tangannya yang masih dicengkal oleh Cakra.

"Bagus, Cak. Kalau misalkan gue bilang gitu ke Sonya, gimana?"

"Bilang apa?"

"Lo, Nya! Bisa gak sih, gak usah ganggu hubungan gue sama Cakra?" Dara menjuk Sonya.

Cakra menepis tangan Dara. "Dar, apa-apaan, sih? Sonya gak salah."

"Oh iya, Sonya gak pernah salah. Yang salah gue! Dan lo juga gak seharusnya salahin Langit. Langit gak salah." Dara menatap Cakra dengan tatapan menantang.

Cakra mengacak rambutnya kesal. "Lo gak ngerti, Dar!"

"Lo yang gak pernah ngerti gue." Untuk pertama kalinya, Dara menjatuhkan air matanya di depan Cakra.

Cakra mendadak bungkam. Tangannya hendak mengusap air mata Dara. Namun, Dara menepisnya. "Gak usah pegang gue!"

"Dar, lo egois banget tahu. Cakra itu cemburu, harusnya lo ngerti." Kali ini, Sonya menyahut.

"Terus, lo sebagai cewek pernah gak lo sadar? Gue juga cemburu selama ini! Tapi lo sama dia, kalian gak pernah perduli." Dara menunjuk Cakra dan Sonya secara bergantian.

"Dar," panggil Cakra.

Dara memilih naik ke atas motornya dan pergi meninggalkan mereka.

Setelah kepergian Dara, Cakra tanpa aba-aba langsung mencengkeram kerah seragam Langit. "Lo kan yang udah hasut Dara?"

"Santai! Gue gak dapet keuntungan sama sekali. Atas dasar apa lo nuduh gue?!"

"Lo! Lo selalu rebut apapun yang gue punya. Harusnya lo gak usah pindah ke sini!"

"Satu-satunya yang bikin mereka pergi itu diri lo sendiri. Egois, mau menang sendiri. Dara pergi, itu karna ulah lo sendiri. Gak usah nuduh gue!" Langit menepis kasar tangan Cakra.

Langit melirik Sonya, "Tingkah lo ke Sonya itu udah gak wajar, Cak. Dara bisa pergi ninggalin lo kapan aja."

Setelah mengatakan itu, Langit memilih masuk ke dalam rumahnya.

***

Malam hari di Kediaman Dara. Gadis itu tengah duduk di balkon kamar sendirian.

Rumah besar ini sangat sepi. Tidak ada Ayah, tidak ada sosok yang berperan sebagai Ibu, tak ada juga saudara.

Bukan, Dara bukan anak sebatang kara. Dia punya keluarga, tapi mereka sibuk dengan dunianya.

Cakra : Dar, gue minta maaf soal tadi
Cakra : Lo udah makan?

Dara menghela napasnya. Gadis itu tak berniat membalas pesan Cakra sama sekali. Namun, tak lama setelahnya sebuah panggilan masuk dari Cakra tertera di layar ponselnya.

Dara mengangkatnya.

"Dar, lo marah, ya? Gue bener-bener minta maaf soal tadi. Gue cemburu, Dar."

"Gue gak papa."

"Gue depan gerbang rumah lo. Bisa buka gak?"

Dara sontak beranjak, gadis itu bisa melihat jelas Cakra yang tengah menenteng sebuah kresek.

"Tunggu." Setelah mengatakan itu, Dara langsung mematikan sambungannya.

Gadis itu berlari ke arah gerbang melewati beberapa ruangan tentunya.

Setelah membukanya, Dara menatap Cakra yang tengah tersenyum ke arahnya. "Gue ganggu lo tidur, ya?" tanya Cakra.

Dara tanpa aba-aba langsung memeluk Cakra. Gadis itu menangis, ini kali pertama Dara menangis di pelukan kekasihnya itu.

"Gue capek, Cak. Gue capek."

"Dar, gue minta maaf." Cakra mengusap pelan punggung Dara.

"Gue pacar lo, Cak. Bukan Sonya. Kenapa lo selalu pentingin dia?"

"Maaf." Cakra menjatuhkan dagunya di puncak kepala Dara.

Cakra mengusap air mata Dara. Entah mengapa rasanya begitu sesak. Dara menangis karenanya. Gadis itu menangis karna ulahnya.

"Lo sering nangis tanpa sepengetahuan gue ya, Dar? Gue jahat banget, kan?"

"Iya, lo jahat." Dara mengigit bibir bawahnya.

Cakra tersenyum kecut. "Dar, maafin gue."

"Kapan gue gak maafin lo, Cak?"

"Makasih." Cakra tersenyum tipis. Cowok itu memberikan kantung kresek yang ia pegang pada Dara. "Makan, ya? Gue gak bisa nemenin lo. Udah malem, gak enak sama tetangga."

"Tapi …." Cakra merapikan rambut Dara dengan lembut.

"Gue janji, besok kita berangkat sama pulang sekolah bareng. Tanpa Sonya, oke?" Cakra tersenyum sangat manis.

Sudah lama Dara menantikan momen ini. Momen yang ia dapat saat Tahun pertama jadian. Sebelum tahun berikutnya, Sonya hadir, dan perhatian Cakra terbagi.

Dara tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. "Janji?" Dara mengangkat jari kelingkingnya di depan Cakra.

Cakra tanpa ragu langsung menautkan jari kelingkingnya pada Dara. "Janji."

"Sana masuk, nanti lo sakit."

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Semoga suka!

See you!

Tipe kalian Langit atau Cakra nih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro