Part 31

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah satu minggu sejak kepergian Langit, mereka masih suka bertukar pesan. Namun, hanya di waktu-waktu tertentu.

Biasanya, malam hari setiap jam 8 malam. Saat subuh, dan saat jam 12 siang Langit akan menghubunginya.

Hari ini, Dara dan Pandu ada janji. Mereka akan berkunjung ke tempat sablon.

Rupanya, Pandu masih kekeuh dengan tekadnya yang ingin membuka usaha bersama Dara.

Dia bilang, Mamanya dapat warisan dari mendiang orang tuanya. Dan Pandu kebagian, dia bingung harus dibagaimanakan uangnya.

Akhirnya ya dia mengajak Dara. Karena, jika mengajak Tora tidak akan benar. Jika mengajak Danu, dia mana mau usaha begini.

Hasil akhir, ia memilih Dara.

"Jadi, Pak, saya kan rencana mau jualan baju kaos gitu, kan. Saya mau ngajak Bapak kerja sama. Nah, jadi nanti saya yang bikin design sama temen saya, saya kasih ke Bapak gambarnya gimana? Buat awal pemesanan, saya pasti kasih DP dulu, kalau barang udah selesai, saya bakal bayar full langsung. Gimana?'

"Boleh, kalau sudah fiks tinggal hubungi saya saja."

Pandu melebarkan senyumnya. Cowok itu langsung menjabat tangan si pemilik kios sablon ini dengan semangat. "Makasih, Pak! Saya bakal hubungi Bapak secepatnya."

Setelah itu, Pandu dan Dara memilih melihat-lihat dulu hasil sablonan yang ada di sana.

Setelah merasa puas, akhirnya mereka memilih pergi meninggalkan tempat itu dan berjanji akan kembali lagi nanti.

Saat ini, mereka duduk di taman dengan es cendol yang berada di plastik masing-masing.

"Gue juga ada tabungan, Du. Gak enak lah masa lo ngajak gue tapi gue gak modal apa-apa," ujar Dara.

Pandu mengangguk. "Bagus, sadar diri emang perlu."

"Yeuu! Gue ngomong basa-basi doang, loh. Malah jadi beneran." Dara mendengkus kesal mendengarnya.

Pandu tertawa. "Lagian, sok banget basa basi."

"Eh, ini cendol lo yang bayar, kan?" Dara mengangkat plastik berisikan cendol itu.

Pandu mengangguk. "Santai, beli cendol gak akan buat gue jadi miskin kok."

"Dih, sombong banget. Jatoh miskin, mewek lo."

Pandu melotot. Enak saja! Ini, Dara mendoakan Pandu jatuh miskin, begitu?

"Doain orang harus yang baik-baik. Biar sesuatu yang baik nanti baik-baikin lo." Pandu menaik turunkan alisnya.

Dara beranjak. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada seraya menatap ke arah Pandu.

"Berdiri. Ayo pulang," ajak Dara.

"Baperan banget lo, Burung Dara hinggap di jendela. Heran, masih ada ya orang yang lebih galak daripada Emak gue."

***

Hari demi hari, dan bulan demi bulan telah berganti. Kini, Dara dan Pandu tengah disibukan dengan usaha mereka yang baru saja di mulai.

Hari ini, di koridor kelas 10, Pandu dengan lantangnya berteriak layaknya orang berjualan sayur. Cowok itu berdiri di atas kursi dengan buku yang ia jadikan toa.

"Kaos murah, tapi bahan berkualitas. Beli banyak, dapet diskon, bisa design sablon sesuai keinginan. Baju kelas, bisa banget nih! Coba di lihat-lihat dulu!" teriak Pandu.

"Gak pesen, gak beli, gak friend kita!"

Sedangkan di bawahnya, Dara tengah mengurusi orang-orang yang tengah melihat-lihat kaos yang akan Dara dan Pandu jual.

"Kak Dara, kita mau ngomongin dulu ya sama anak-anak kelas. Kebetulan anak kelas aku emang mau bikin baju kelas gitu. Nanti kalau misalkan jadi, aku hubungin Kakak."

"Sip, simpen aja nomor gue." Dara menuliskan nomornya di kertas kemudian memberikannya pada gadis itu.

Banyak juga yang berkata mereka akan berunding dengan teman-teman kelasnya terlebihdahulu.

Setelah sepanjang jam istirahat dihabiskan dengan berteriak dan mengurusi siswa kelas 10, akhirnya Pandu dan juga Dara kembali ke dalam kelas mereka dalam keadaan gerah.

Dara mengipasi wajahnya dengan buku ttulis miliknya sendiri.

"Dar, udah hampir 1 semester. Tapi si Langit enggak balik-balik. Itu orang ke mana, deh? Bukannya dia bilang cuman 3 bulan?" tanya Danu tiba-tiba.

Dara diam beberapa saat. Gadis itu menegakan tubuhnya. "Gue gak tau. Dia juga udah jarang kasih kabar ke gue."

"Eh, tapi gue denger-denger sih ya lihat di instagram katanya Langit terlibat project film baru gitu. Gue lihat di insta storynya Anara yang suka main film itu loh." Melly memperlihatkan ponselnya pada Dara.

"Ada si Langit juga," sambungnya.

Dara diam beberapa saat. Ya, benar, itu Langit. Dia terlihat tengah berkumpul semacam syukuran dengan pemain lainnya.

Bukan hanya dirinya yang menjadi pemain baru. Ada dua orang lainnya, dan mungkin itu sama-sama peserta seleksi yang terpilih seperti Langit.

Di sana tertulis, Cinta dan Rahasia. Yang di maksud mungkin adalah judul filmnya. Dara tidak tahu, ia tidak pernah mengikuti perkembangan soal itu.

"Hokinya keren banget ya si Langit. Udah mah iseng-iseng berhadiah, eh langsung ditarik main film," ujar Pandu.

Dara mengabaikan ucapan Pandu. Gadis itu memilih berjalan ke arah toilet dan mencoba menghubungi Langit.

Namun, yang Dara dapatkan adalah, Langit mematikan sambungnya.

Dara menghela napasnya. Mungkin saja, Langit tengah sibuk. Makannya ia sudah jarang menghubungi Dara.

Dara memutuskan untuk keluar. Matanya menangkap sosok Cakra yang tengah menongkrong bersama teman-teman cowok itu.

"Cakra!" langgil Dara.

Cakra menoleh. Cowok itu mengerutkan alisnya. Berpamitan pada teman-temannya, Cakra langsung berjalan menghampiri Dara.

"Kenapa, Dar?"

"Langit masih pelatihan?"

"Lah? Dia kan sekarang lagi ngurus project gitu. Lagian, dia selesai seleksi kan udah dari dua bulan yang lalu," ucap Cakra.

Dara diam beberapa saat. Dua bulan yang lalu?

"Terus, kok dia gak masuk sekolah?"

"Dia udah gak sekolah di sini. Sekarang kan dia udah terikat kontrak gitu, pihak mereka minta Langit buat home schooling aja. Kenapa sih nanya-nanya? Emang Langit gak bilang sama lo?" tanya Cakra lagi.

Dara menggeleng. Justru, jika ia tidak bertanya pada cakra, mungkin, ia tidak akan pernah tahu bahwasannya langit tak lagi bersekolah di sini.

"Serius?!" Cakra membelakkan matanya.

Cowok itu menggeleng tak suka. Ia meraih ponselnya kemudian mencoba menghubungi Langit.

"Hallo, Bang? Kenapa?"

Dara tertawa miris mendengar suara samar Langit yang berasal dari ponsel milik Cakra.

Ketika Dara menghubunginya, Langit malah memutuskan sambungannya. Apa salah Dara sebenarnya?

"Hari ini lo pulang?" tanya Cakra.

"Ini mau pulang."

"Gue tunggu." Cakra mematikan sambungannya.

Cowok itu menghela napas dan menatap ke arah Dara. "Maaf ya, Dar. Gue bakal kasih pelajaran buat—"

"Gak usah." Dara tersenyum. Gadis itu memilih pergi meninggalkan Cakra yang diam mematung di tempatnya.

***

"Jebol ya instagram gue di tag sama lo, Nar." Langit tertawa pelan melihat notifikasi masuk di sana.

Anara Alovi, artis cilik yang kini sudah beranjak remaja dan tumbuh menjadi Gadis yang sangat cantik.

Selain itu, ia juga gadis yang ramah. Dia akan menjadi lawan main Langit. Sebenarnya, Langit tidak pede tiba-tiba menjadi peran utama begini. Padahal kan, dia masih baru banget.

"Bilang apa sama gue?"

"Makasih, Anara." Langit mencubit pipi Anara dengan gemas.

Anara menepis tangan Langit dengan pipi mengerucut. "Sakit tau!"

"Lebay." Tangan Langit terulur mengacak puncak kepala gadis itu.

Beberapa bulan terus menerus bertemu dengan Anara, karena gadis itu ikut andil menjadi juri dalam seleksi dan pelatihan, membuat Langit tahu jika gadis itu bukan tipe gadis yang sombong.

Maksud Langit, biasanya, ada artis yang di balik Layar bagaimana, dan saat tidak sengaja bertemu berbeda sekali.

Dan Anara tidak begitu.

Ponsel Langit berdering, menujukkan panggilan masuk dari Dara.

"Lang, ke ruangan sebentar!" panggil manager barunya.

Langit melirik ke arah ponselnya dan juga ke arah ruangan dengan bimbang. Sampai akhirnya, ia memilih memencet tombol merah.

"Gue ke sana dulu."

Anara mengangguk. Tak lama kemudian, Langit kembali, cowok itu meraih tas miliknya. "Gue udah boleh pulang, nih. Lo mau pulang?" tanya Langit.

"Eh, iya. Nanti."

"Yaudah, gue duluan ya."

Saat Langit akan melangkah pergi, ponselnya kembali berdering menampakan nama Cakra di sana.

Akhirnya, ia memilih mengangkatnya.

"Hari ini lo pulang?"

"Ini mau pulang."

"Gue tunggu." Kemudian, sambungan terputus.

Langit mengerutkan alisnya. Ada apa dengan Cakra? Mengapa cowok itu terdengar marah pada Langit.

Akhirnya, ia memilih berjalan ke arah parkiran untuk menaiki mobilnya. Saat sampai di mobil, Langit kembali menatap ponselnya.

Ia menatap layar ponselnya yang menunjukan foto Dara. Hatinya bimbang, ia belum berani bertemu dengan gadis itu.

Dia pasti marah karena Langit tidak memberitahu perihal kehidupannya sekarang. Harusnya, ia dan Dara bertemu dua bulan yang lalu.

Dan sekarang, sudah menginjak bulan ke 5 bahkan hampir menuju 6. Tapi Langit malah masih begini-begini saja.

Menghubungi Dara juga sudah jarang.

Perasaannya mendadak kacau ketika ia bertemu Anara. Ya, Anara.

***

Sore ini, di rumah Langit, Cakra menatap tajam ke arahnya. Cowok itu melipat kedua tangan di depan dada seraya menatap ke arah Adiknya itu. "Lo masih anggap Dara gak, sih?" tanya Cakra.

"Maksudnya?"

"Gue kira lo udah bilang soal lo yang enggak lagi sekolah di SMA Angkasa, soal lo yang terlibat project, terus soal lo …."

"Apa? Gue mau bilang kok sama Dara hari ini," jawab Langit ragu.

Cakra tertawa. Cowok itu menggelengkan kepalanya pelan. "Gila lo! Lo bilang, Dara yang buat lo ada di titik ini. Tapi, dia malah jadi orang terakhir yang mau lo kasih tau sekarang?"

"Emang salahnya apa sih? Yang penting gue tetep kasih tau dia, kan?"

Cakra mengepalkan tangannya dan menunjukannya tepat di wajah Langit. Satu alisnya terangkat. "Kalau dia kena kepala lo, otak lo bakalan mikir gak?" tanya Cakra menatap kepalan tangannya sendiri.

"Gak usah macem-macem lo, Bang! Gue bakal bilang sama Dara sekarang!" Langit langsung meraih jaketnya dan memilih pergi meninggalkan Cakra sendirian di rumah.

Ganjar sudah kembali ke Amsterdam beberapa minggu setelah Langit berangkat pelatihan beberapa bulan lalu.

Beberapa menit kemudian, mobil milik Langit sampai di depan rumah Dara. Cowok itu menatap ragu ke arah bangunan itu.

Ia menghela napas pelan. "Perasaan gue kenapa, sih?" gumam Langit.

Akhirnya Langit memilih menghubungi Dara dan memintanya keluar. Tak lama, sosok itu muncul dan masuk ke dalam mobil milik Langit.

Jantungnya berdetak tak karuan.

Berarti, perasaannya untuk Dara masih sama, kan? Lantas, perasaan nyaman saat bersama Anara … apa?

"Sombong banget ya Mas Artis," ujar Dara seraya tertawa.

Gadis itu tidak terlihat marah sama sekali.

"Dar, mau peluk." Langit merentangkan tangannya.

Dara masuk ke dalam sana dan menenggelamkan wajahnya di dada Langit.

Ia rindu kekasihnya. Langit juga merasa hatinya menghangat saat mereka saling berpelukan seperti sekarang.

Namun, tetap saja ada yang mengganjal. Ia masih belum paham soal perasaannya pada Anara.

"Kok lo kecil banget sih, Dar? Tahu gitu, gue beli makanan ayam buat lo."

"Harus banget makanan Ayam?" tanya Dara kesal.

Langit belum berniat melepas pelukannya. Ya, rasanya masih sama, itu artinya dia masih Sayang Dara.

Soal perasaanya pada Anara, mungkin hanya sekedar nyaman saja karena mereka satu frekuensi. Entahlah, Langit akan mengurus itu nanti saja.

"Katanya, lo sekarang udah enggak sekolah di SMA Angkasa? Sombong banget gak kasih tahu gue."

"Iya, maaf ya."

Bukan itu yang ingin Dara dengar. Dara hanya ingin Langit mengatakan apa alasannya.

"Katanya, lo juga terlibat project Cinta dan rahasia ya? Sama Anara? Dia cantik ya Lang? Lo suka gak?"

"Suka.…"

Dara tersenyum kecut. Gadis itu melepas pelukannya dan menatap ke arah Langit berusaha tersenyum. "Gue bangga lo udah bisa kayak sekarang. Inget, jangan sombong, orang gak suka sama manusia sombong."

"Iyaaaa, Dara." Langit mengacak puncak kepala Dara dengan gemas.

"Eh, jalan-jalan, yuk. Udah lama gak ketemu, masa enggak jalan-jalan? Emang gak kangen?"

Dara tersenyum tipis dan mengangguk. "Boleh."

Langit mengangguk. Cowok itu memilih melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan. Sebelah tangannya menggenggam tangan Dara dan sesekali mengecupnya.

"Lo selama enggak ada gue gimana, Dar?" tanya Langit.

"Gimana, ya? Gue sama Pandu baru aja mulai usaha jualan kaos sablonan. Ya bukan kita yang nyablon sih. Kita pesen sablonan ke tukang sablon, tapi designnya dari gue sama Pandu."

Langit mengangguk-anggukan kepalanya. "Bagus."

"Lang, kalau suatu saat lo bosen sama gue, bilang, ya."

TBC

Ooooooo kena tipuuuuu

Gimana-Gimana? Seneng gak Langit Dara masih berlanjut? Wkwk

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Dara

Langit

Cakra

Pandu

Anara

Spam next di sini yuk!

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro