Part 33

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Assalamualaikum, Ma! Pandu bawa Temen, nih!"

Seorang wanita bertubuh gempal berjalan ke arah ruang tamu seraya membawa sendok sayur.

Wajahnya yang awalnya tersenyum, mendadak terlihat marah ketika bola matanya menyorot ke arah Tora. "Ngapain kamu bawa si Tora?"

"Tora juga mau ikutan atuh, Mak." Tora mencebikan bibirnya sebal.

"Mukanya biasa aja. Gak usah melas kayak belum makan 1 minggu gitu."

Tora dan Mamanya Pandu, yang selalu di panggil Emak itu, memang sangat dekat.

Setiap ada masalah, pulang sekolah, malam mingguan, pasti tempat pertama yang akan ia datangi rumahnya Pandu.

Katanya, masakan Emak sangat enak. Tora enggak papa deh harus cuci piring, yang terpenting dia tidak absen masak Makanan buatan Emak.

Selain itu, Emak juga orangnya santai. Walau sudah tua, Tora dan Emak bersikap layaknya seorang teman.

"Eh, ini siapa? Ada anak cewek?"

Dara dan Melly langsung mencium punggung tangan Emak. Pandu langsung merangkul Dara dan tersenyum lebar. "Ini yang Pandu ceritain, Mak. Dara, dia yang bantuin Pandu bangun usaha."

"Tangannya mau dipotong, atau mau Emak masukin panci sekalian disayur?" Emak menatap tajam tangan Pandu.

Pandu sontak saja langsung menurunkan tangannya. Cowok itu mencebik kesal. "Dara temen Pandu dari SMP kali, Mak. Lagian Dara juga udah punya Pacar. Serius dah, kita cuman temenan. Lagian, Pandu juga gak berani kali bantah omongan Emak. Takut dikutuk jadi semut."

"Emak percaya. Soalnya gak mungkin cewek Cantik gini mau sama kamu."

Danu, dan Tora langsung tertawa keras. Sedangkan Pandu, langsung menatap tajam ke arah keduanya. "Diem, lo pada!"

"Yaudah, yuk ke meja makan. Tadinya mau Emak bagiin ke tetangga. Eh, si Pandu malah bawa pasukan." Emak berjalan memasuki dapur diikuti Dara, Danu, Pandu, Tora, dan juga Melly.

Saat sampai di meja makan, mereka sudah dihidangkan oleh bermacam-macam masakan yang pastinya membuat perut yang tidak lapar mendadak lapar.

"Bentar, Emak masak sayur nangka. Masih di kompor." Emak berjalan ke arah kompor. Tak lama setelahnya, ia kembali dengan sayur nangka yang sudah ia salin pada mangkuk besar.

"Lo harus nyobain ini, Dar." Pandu langsung mengambil piring kecil dan mengambil ayam balado masakan Emaknya.

Dara mendongak menatap ke arah Mamanya Pandu yang tengah menatap tajam ke arah putranya.

Dara menyenggol kaki Pandu menggunakan kakinya. Pandu langsung mendongak, ia tercengir lebar melihat Emaknya.

"Dara temen doang, Mak. Asstagfirullah, gak percayaan banget. Mentang-mentang Pandu bukan anak ustad." Pandu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kasian banget lo, Du. Sini tukeran jiwa sama gue, biar lo bisa rasain gimana rasanya pacaran—Aduh, Mak! Sakit-sakit!" Tora meringis pelan kala telinganya ditarik oleh Emak.

Dara tertawa melihatnya. Melly juga sama. Pandu yang melihat Dara tertawa tentunya merasa senang.

Karena, ia paling tidak suka melihat sahabatnya itu bersedih seperti tadi.

Langit … awas saja! Kalau bertemu dengan Pandu, akan Pandu jadikan pecel lele!

"Mau lagi? Mau? Sini!"

"Ampun, Mak! Iya enggak lagi-lagi!"

Emak melepas jewerannya. Ia menatap ke arah teman-temannya Pandu. "Yaudah, ayo makan!"

"Bissmillahirahmanirahim."

Satu persatu di antara mereka mulai berantri mengambil nasi dan lauk pauk. Selama acara makan berlangsung, Tora terus menerus menggoda Emak.

Dari mulai mengambil makanannya. Mencolek lengannya, dan macam-macam.

Sedangkan Danu, sibuk menawari Melly yang terlihat jaim untuk mengambil ini itu.

Pandu dan Dara malah sibuk berebut makanan karena ternyata masakan Emaknya Pandu benar-benar enak.

Pantas saja Pandu jago masak.

"Mak! Makanan Dara diambil." Dara mendengkus kesal seraya mengadu pada Emak kala ayamnya direbut oleh Pandu.

"Itu, lo ikan aja, Dar."

"Enggak mau!" Dara beranjak dan mengambil alih ayam yang ada di piring Pandu.

Emak sadar, sedaritadi yang mencari perhatian adalah Pandu. Bukan Dara.

Jika dilihat-lihat, gadis itu bukan tipe gadis yang enggak-enggak padahal mau.

Dia kalau mau ya mau, kalau enggak ya enggak. Terlihat dari cara Dara makan masakannya sekarang.

"Yaudahlah ya, sebagai lelaki baik, Gue ngalah, bye!" Pandu langsung beralih mengambil Ikan.

Dara tertawa, "Bagus, emang harus."

"Nih, Dar, cobain yang ini. Enak banget, ini kesuakaannya si Tora. Tapi kali ini Emak enggak ikhlas kalau dimakan sama dia." Emak menyodorkan sayur nangka pada Dara.

Mata Dara berbinar. Gadis itu dengan segera mengambilnya.

"Emak! Kan Tora juga mau!" Tora mendengkus kesal.

"Enggak ada! Itu khusus calon mantu Emak!"

Uhuk!

Seisi meja makan langsung mendongak bersamaan. Mata mereka membulat.

"Apaan sih, Mak? Gak ada, ya! Pandu sama Dara gak pacaran."

"Pacaran juga gak papa kok. Tapi berlaku buat Dara aja."

Melly tersenyum kecut. Gadis itu menunduk. Seharusnya dia baik-baik saja. Karena, dia kan sudah punya Danu.

"Enggak, Pandunya yang gak mau. Bisa perang sodara Pandu sama si Langit." Pandu mendengkus kesal.

Ia paling tidak suka ketika orang lain beranggapan dirinya menyukai Dara lebih dari seorang teman.

"Yeu! Lo pikir gue mau sama lo?" tanya Dara.

"Ya siapa tau kan? Gue kurang apa? Ganteng, dari lahir. Humoris? Jangan ditanya. Hidup sama gue Mah bikin awet muda, bakalan banyak ketawa lo. Terus, harta? Gue baru dapet warisan kemaren." Pandu mengusap rambutnya ke belakang bergaya seolah dirinya sangat keren.

Tora melempar potongan tempe pada Pandu. "Jatuhnya sok ganteng lo."

"Yeu bacot banget lo!"

"Lagian, lo mah bukan humoris. Tapi lebih ke putus urat malu," sahut Danu.

***

Malam harinya, Dara merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya menatap ponsel yang ia pegang.

Ia juga menyusuri instagram pribadi milik Anara.

Gadis itu sangat cantik, dan Dara akui, dirinya berbeda jauh sekali dengan gadis itu.

Jarinya terulur memencet story yang gadis itu buat. Ada empat, dan Dara lihat isinya tentang kebersamaan gadis itu dengan Langit.

Yang pertama, foto berisikan Langit dan Anara yang Melly tunjukan saat di sekolah tadi.

Yang kedua, vidio berdurasi sekitar 10 detik yang menunjukan Langit tengah makan dan tangan Anara menangkup pipi Langit dengan satu tangannya satu tangan Anara tentunya memegang ponsel menyorot cowok itu. Tidak ada keterangan apa-apa.

Story ketiga, foto Anara tengah tersenyum.

Dan terakhir, boomerang Langit dan juga Anara dengan ponsel yang dipegang oleh Anara.

Dara mengedikan bahunya tak acuh. Ia memilih menyimpan ponselnya di nakas.

Namun, belum sempat tersimpan, ponselnya tiba-tiba saja berdering.

Langit : Kangen

Dara menghela napasnya. Ia memilih mengabaikan pesan itu. Namun, tak lama setelahnya, panggilan vidio dari Langit muncul di layarnya.

Mau tak mau, Dara langsung mengangkatnya.

"Kenapa?" tanya Dara.

"Galak banget. Dar, gue sama Anara gak ada apa-apa kok. Lagian dia juga udah punya pacar, kita cuman temenan. Soal tadi siang, gue minta maaf … gue sama dia emang suka bercanda."

"Gak papa."

Langit terlihat menghela napasnya. Wajah cowok itu juga terlihat lelah. "Besok gue cuman ada 4-5 take doang. Insyaallah sore kita bisa ketemu, nanti gue ke rumah lo, ya?"

"Terserah lo, Lang. Kalau capek jangan maksain."

Langit mengangguk.

Dirinya dengan Anara hanya benar-benar berteman. Langit sudah bertekad tidak akan melibatkan perasaanya, karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri.

Selain itu, Anara juga sudah memiliki kekasih. Apa yang Langit dan Anara lakukan di sosial media hanyalah strategi promosi agar film yang mereka perankan sukses nantinya.

"Lo kelihatan capek banget. Tidur gih."

"Enggak mau." Langit mengubah posisinya menjadi tengkurap.

Cowok itu menompang dagunya dengan satu tangan. "Mau denger cerita lo hari ini, dong," pinta Langit.

"Gak ada. Yang jelas, tadi gue ke rumah Pandu. Kita makan di sana, sama temen-temen yang lain juga. Terus, masa Pandu yang awalnya gak diizinin buat pacaran, tiba-tiba direstui kalau dia pacaran sama gue." Dara tertawa.

Namun, Langit terlihat tidak suka. "Enggak, ya! Dara itu udah di booking jadi menantunya Om Ganjar."

"Oh, gue cocok sama Cakra ya? Sampe-sampe jadi menantunya Om Ganjar," ujar Dara.

"Sama gueeee." Langit merengek kesal.

Dara tertawa. Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya saja. "Iya deh sama lo."

Mereka kembali membahas hal-hal lainnya. Bahkan, tak terasa waktu sudah hampir tengah malam.

Langit juga sudah terlihat mengantuk. Cowok itu sudah beberapa kali mengubah posisi tidur.

"Dara, gue minta maaf ya kalau sekarang gue jarang ada waktu buat lo. Tapi percaya sama gue, Dar. Gue gak akan pernah selingkuh dari lo, apapun alesannya. Makasih ya udah mau bertahan sama gue."

"Iya. Tidur, gih. Udah malem."

Langit masih menatap wajah Dara. Cowok itu menghela napasnya pelan. "Sebenernya masih kangen. Tapi udah ngantuk banget. Pokonya gue janji besok sore gue dateng, oke?"

"Gue tunggu." Dara tersenyum.

Di seberang sana, Langit ikut tersenyum. Sampai akhirnya, sambungan terputus.

Saat akan menyimpan ponselnya, sebuah pesan masuk sontak membuat Dara tersenyum.

Langit : Good night, mimpi Langit. I love you, Dara

Langit : Jangan dibales, langsung tidur. Kalau dibales, nanti keterusan, tidurnya gak jadi

Langit : Terus, kalau keterusan, hari besoknya jadi lama banget. Kan mau ketemu, kan gue tuh udah kangen bangeeeet

Langit : Maaf ya atas semua rasa kecewa yang udah gue buat. Makasih juga masih tetep kasih kesempatan buat gue:)

Dara tersenyum. Dara tidak banyak berharap tentang hubungannya dan Langit. Tapi, ia akan tetap menjalani sebagaimana mestinya.

Jika takdirnya mereka harus berpisah, ya Dara akan terima. Kalau masih harus bersama, ya Dara akan mempertahankan sebisanya.

TBC

Gilaaa tembus 1000+ kaget banget aku T.T

Gimana kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Dara

Langit

Pandu

Tora

Emak

Danu

Melly

Spam Next di sini, Yuk!

400 komentar kita next besok!

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro