Part 40

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dar, dengerin gue dulu, please."

Dara langsung menghentikan langkahnya kala tangan Langit mencengkal pergelangan tangannya.

Gadis itu menoleh. Ia mengangguk. "Kenapa?" tanya Dara.

"Gue sama Shani gak ada hubungan apa-apa." Langit menatap Dara dengan dada yang berdebar karena takut.

Dara tersenyum dan mengangguk. "Yaudah."

"Dar, please. Percaya sama gue." Langit menghela napasnya pelan. Cowok itu hendak mengusap pipi Dara. Namun, Dara dengan segera menepisnya.

"Kapan gue gak percaya sama lo, Lang?"

Langit diam. Ia menelan salivanya susah payah melihat Dara yang masih saja terlihat tenang, padahal matanya menunjukan jelas rasa kecewa yang begitu dalamnya.

"Dar, gue salah. Gue minta maaf."

"Lo merasa terkekang sama gue ya, Lang?" tanya Dara tiba-tiba.

Langit menggeleng cepat. "Enggak, Dar. Enggak gitu. Kenapa nanya kayak gitu, sih, hm?"

Dara tertawa pelan. Namun, tawaan itu malah mengiris hati Langit. Dara tertawa dengan mirisnya, Langit tahu tawa itu sebagai pengganti tangis yang tak akan mungkin Dara perlihatkan pada Langit.

"Gue sadar kok, Lang. Setelah gue perhatiin hubungan kita, makin sini kita makin jauh. Maksud gue, lo yang menjauh."

"Awalnya gue mikir, gak mungkinkan hubungan yang awalnya baik-baik aja bisa berubah dengan tiba-tiba kayak gini? Gue coba mikir positif, Lang. Gue ngerti lo sibuk, makannya gue gak mau ganggu walau cuman sekedar pesan singkat doang." Dara mendongakkan kepalanya mengerjapkan matanya yang terasa panas.

"Pandu, Danu, Melly, Tora, mereka marah sama gue. Gue terlalu percaya sama lo, gue selalu kasih mereka pengertian kalau apa yang lo lakuin sekarang itu karena kerjaan lo. Lo tahu, Lang? Gue kelihatan bego banget di depan mereka." Dara terkekeh pelan.

"Salah gue tuh apa sih, Lang?" tanya Dara.

Langit diam. Ia memejamkan matanya mencoba berpikir untuk menjawab pertanyaan Dara.

Dara tidak salah, dirinya yang salah. Langit membuka matanya menatap Dara. "Lo gak salah, Dar …."

"Gue yang salah." Langit menghela napasnya pelan.

Cowok itu menatap lekat kedua bola mata Dara yang sudah memerah tapi tidak mengeluarkan air mata sama sekali. "Gue gak tahu diri. Gue iri sama pemain lain yang ditengok sama pacarnya pas lagi shooting. Pacar mereka datang tiba-tiba, kasih mereka surprise—"

"Selama di Bandung, gue selalu berharap gue ada di posisi mereka. Gue selalu nunggu lo datang, Dar. Tapi gue rasa semuanya gak akan mungkin terjadi karena gue tahu lo. Lo gak akan dateng kalau gue gak minta." Langit tersenyum tipis.

"Cuman karena itu dan lo cuek sama gue sampai berbulan-bulan? Terus lo deket sama cewek tadi, kalian PDKT, terus apa … jadian?" tanya Dara.

Langit menggeleng. "Enggak, Dar. Gue sama dia gak jadian. Gue akuin gue sama Shani deket pas di Bandung, Shani yang deketin gue. Terus—"

"Lo baper?"

"Dar …."

Langit menghela napasnya. Ia menunduk, "Maaf."

"Kenapa?" tanya Dara.

Langit menggeleng. Ia kembali menatap ke arah Dara, "Gue gak tahu, Dar. Semuanya terjadi gitu aja. Gue sama Shani ketemu tiap hari, setiap break, dia yang selalu nemenin gue. Bercanda, minta anter ke sana ke sini. Gue ngerasa kalau gue itu bener-bener dibutuhin sama dia. Selain selalu ada, gue juga seneng karena ada perempuan yang akhirnya manja sama gue."

"Gue berharap Shani adalah lo, Dar. Lo yang nemenin gue dari awal, gue pengen lo yang minta ini itu sama gue. Lo manja sama gue, gue pengen rasain itu, Dar."

Langit mengepalkan tangannya melihat Dara yang kini diam mematung. Setetes air mata gadis itu lolos membasahi pipinya.

"Lo itu susah ditebak, Dar. Gue bawa ke sini mau, ke sana mau. Gue kasih ini mau, itu mau. Lo gak pernah minta, lo gak pernah kasih tahu apa yang sebenarnya lo mau ke gue, Dar."

"Gue dapet semuanya dari Shani. Dia kasih apa yang selama ini gue mau. Dia kasih apa yang selama ini gue harapkan." Langit memejamkan matanya kuat.

Cowok itu menatap Dara. "Kenapa, Dar? Kenapa bukan lo?" tanya Langit lirih.

"Karena gue bukan pengemis, Lang. Lagian buat apa sih gue minta sama lo? Lo itu pacar gue, bukan suami gue. Orang yang berhak atas apa yang lo usahakan itu bukan gue. Tapi isteri lo kelak." Dara mengepalkan tangannya.

Napasnya memburu menahan emosi yang masih bisa ia tahan. "Oh, gue sadar sekarang. Lo pertahanin gue semata-mata bukan karena lo cinta sama gue. Tapi ngerasa gak enak, kan?"

"Lo selalu merasa kalau lo ada di posisi sekarang karena gue. Itu sebabnya, lo gak enak buat ninggalin gue, gitu?" tanya Dara.

Masa bodoh dengan Dara yang tenang menghadapi masalah. Dia tak dapat menahan kesabarannya lagi.

Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Langit seberengsek ini.

"Enggak, Dar. Gue beneran cinta sama lo, gue—"

"Kalau lo cinta sama gue, lo gak akan kayak gini, Lang. Nyaman sama cewek lain, deket sama cewek lain sampai perlakuin cewek itu layaknya dia adalah pacar lo. Lo gak akan gitu, Lang. Lo sama aja selingkuh dari gue namanya."

Dara tersenyum tipis. Tangannya terulur menepuk pundak Langit beberapa kali.

Dara sudah tahu jawabannya sekarang. Bukankah Dara sering bilang, jika Langit yang mengatakan langsung pada Dara, dirinya suka gadis lain, Dara yang akan mundur.

"Hubungan kita udah gak sehat, Lang. Kita putus aja, ya."

Tubuh Langit mematung. Dadanya terasa sesak, dunianya seakan berhenti berputar saat itu juga.

Otaknya berusaha mencerna apa yang keluar dari dalam mulut Dara.

Putus? Bukankah itu artinya, hubungan mereka berakhir?

"D-Dar, yang kita butuhin itu masalah kita yang selesai. Bukan hubungan kita, gue—"

"Masalah kita gak akan pernah selesai kalau lo masih cari apa yang lo mau lewat cewek lain, Lang. Gue sama lo, kita udah sama-sama tahu rasanya diselingkuhin kayak apa. Bedanya, gue dua kali jadi korban. Sedangkan lo, jadi korban sekaligus pelaku."

Dara melepas gelang yang sudah berbulan-bulan melingkar di tangannya. Setelah terlepas, ia meraih tangan Langit dan memberikannya pada cowok itu. "Makasih, Lang. Gue bahagia pernah jadi bagian dari hidup lo."

Setelah mengatakan itu, Dara memilih pergi. Namun, Langit tidak tahu ketika Dara berjalan, air matanya jatuh begitu saja.

Sedangkan Langit, ia menatap nanar ke arah gelang yang kini berada di tangannya.

Jadi, hubungannya dengan Dara benar-benar selesai?

Sampai di sini? Dan benar-benar secepat ini?

Langit tertawa pelan, dadanya sesak sekali, bahkan air matanya jatuh begitu saja.

***

Dara tidak pulang. Dia memilih datang ke rumah Pandu. Karena, saat di rumah sakit tadi, Danu memberi tahu bahwa dirinya tengah berkumpul di rumah Pandu.

Saat turun dari ojek, Dara membayar, kemudian ia memilih berjalan ke arah Danu, Pandu, dan Tora yang tengah bermain kartu di teras.

"Eh, Dar! Sini-sini." Danu menepuk tempat di sebelahnya.

Dara memilih bergabung. Setelah duduk di samping Danu, yang artinya di depan Pandu, cowok itu memperhatikan mata Dara yang terlihat begitu sembab.

Alisnya berkerut. "Lo nangis, Dar?"

"Iya, mata gue kecolok. Air matanya keluar, Yaudah gue lanjutin nangis aja," jawab Dara asal.

Tora dan juga Danu sontak menatap ke arah Dara.

Tangan Danu terulur menangkup pipi Dara dan memperhatikan mata gadis itu. "Siapa yang bikin lo nangis, Dar?"

"Lo gak akan nangis kalau orang itu gak bener-bener nyakitin lo. Gue tahu lo kayak gimana," sambung Danu dengan nada serius.

Dara menepis tangan cowok itu. Ia memilih mundur dan menyandarkan punggungnya pada tembok.

Menggigit bibir bawahnya seraya menatap ke arah langit yang nampak begitu cerah.

Air matanya kembali menetes.

Pandu yang melihat itu sontak saja langsung beranjak dan duduk di depan Dara.

Tangannya terulur mengusap air mata gadis itu dengan lembut. "Siapa yang nyakitin lo, Dara?" tanya Pandu menatap lekat kedua bola mata gadis itu.

"Diri gue sendiri." Dara menjawab dengan nada bergetar.

Iya, dirinya sendiri yang menyakiti hatinya.

Jika saja Dara tidak sok kuat, tidak terlalu percaya pada manusia, dia pasti tidak akan merasa sakit sampai kecewa berlebihan begini.

Pandu langsung menarik Dara ke dalam pelukannya. Dara membalas pelukan Pandu dan meremas kaos yang Pandu kenakan.

Tangan Pandu mengusap puncak kepala Dara dengan lembut. "Nangis aja, gak papa. Gak akan gue sebarin kok kalau Dara yang sok kuat sekarang lagi mewek di pelukan gue," kata Pandu.

Danu masih menatap Dara. Danu yakin, hanya ada satu orang yang akan membuat Dara begini.

Orang itu, adalah penyebab Dara dibully di real life sampai sosial media.

Ya! Langit!

Danu akan memberi perhitungan pada cowok itu!

TBC

Aku tak tahu apa yang terjadi, antara aku dan kau … yang ku tahu pasti, ku benci untuk mencintai mu~

Gila sih, 2000+ komentar, jebol bangett. Makasih banget guys! Kalian bener-bener mood banget T.T

Gimana kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Langit

Dara

Danu

Pandu

See you!

Spam komen di sini yuk!

700 komentar, next besok!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro