Part 39

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dara duduk di balkon kamarnya. Matanya menatap story instagram Langit yang berisikan dirinya mengabadikan moment memberikan bunga pada Anara. Vidio itu berdurasi sekitar 6 detik, hanya ada Anara yang menerima bunga, dan tangan Langit yang memberi bunga.

Vidio itu dibuat kemarin malam.

Story selanjutnya, yaitu Langit tengah berada di studio Radio bersama pemain lainnya.

Lanjut, sore ini dan baru diunggah beberapa menit yang lalu, Langit kembali ke rumah sakit bersama pemain lainnya juga. Terlihat dari ramainya orang-orang di vidio yang Langit buat.

"Yaudahlah." Dara memilih mematikan ponselnya dan menyimpan ponselnya di samping Ia duduk.

Matanya menatap ke arah jalanan komplek yang ramai dipenuhi oleh anak-anak kecil yang tengah berlarian, bersepeda, bahkan ada yang dikejar-kejar pengasuhnya untuk makan.

Seharusnya Dara biasa saja. Tapi benar apa kata Melly, Langit sering memberi bunga pada Dara.

Namun, Langit juga memberi bunga pada Anara. Kesannya, Dara dan Anara tidak ada bedanya di mata Langit.

Hubungan Dara dan Langit sudah berjalan hampir 1 tahun. Selama ini, Dara selalu membebaskan Langit dan tak pernah menaruh curiga sampai menuntut ingin ini itu.

Seharusnya Dara bisa bertahan jika ia mengingat apa yang sudah ia lakukan selama ini. Tapi, pernyataan Melly soal itu, malah membuat pikiran Dara tiba-tiba saja menjadi gelisah.

"Yaudahlah, Dar. Kan lo sendiri yang udah janji, kalau Langit lebih milih Anara, lo yang bakalan mundur. Apa yang harus lo takutin, sih?" Dara berdecak sebal kala dia merasa tak lagi menjadi Dara yang masa bodoh.

Namun nyatanya, Dara tak sekuat itu.
Sekuat-kuatnya dia, dia juga punya hati. Diabaikan terus menerus, jika tidak diungkapkan lama-lama ya sakit.

Dara memilih meraih ponselnya. Kemudian, tangannya dengan lincah mengetikkan pesan pada Langit.

Dara : Lang, lagi sibuk? Bisa ketemu?

Tidak ada balasan. Padahal Langit tengah online.

Dara mengembuskan napasnya pelan. Ia iseng melihat story whatsapp. Namun, hatinya mendadak ngilu kala Langit membuat story whatsapp baru saja, tapi tidak membalas pesan darinya

Jangankan dibalas, dibaca saja tidak.

Dara memilih mematikan ponselnya. Kemudian, ia beranjak dan memilih masuk ke dalam kamarnya.

Meraih jaket dan kunci motor, gadis itu akhirnya memilih keluar dan turun menuju dapur.

"Reza mana, Ma?" tanya Dara kala ia melihat Ayu yang tengah membaca buku resep.

"Ada di depan. Tadi sih lagi cuci motor, Dar. Kamu mau ke mana?" tanya Ayu.

Dara meraih tangan Ayu kemudian menciumnya. "Dara mau ajak Reza jalan. Mama mau nintip apa?"

"Dari kemarin Mama pengen banget kerang ijo, Dar. Kalau enggak repot, Mama nitip, ya?"

"Yaudah, nanti Dara beliin, ya. Kalau gitu, Dara pamit. Assalamualaikum, Ma!"

"Waalaikumsalam, hati-hati!"

Dara memilih berlalu pergi setelah mengangguk. Saat ia sampai di depan rumah, ia melihat Reza yang tengah mengenakan celana jeans tanpa atasan dengan kanebo di tangannya.

"Za, jalan yuk!" ajak Dara seraya meraih hoodie milik Reza yang sepertinya memang sengaja di biarkan di teras.

Gadis itu melemparnya pada Reza. Dengan sigap, cowok itu menangkapnya. "Jalan ke mana?"

"Ke mana, kek. Suntuk banget gue. Mama juga mau kerang ijo, tuh. Ngidam kayaknya," ucap Dara asal.

Reza mengangguk. Ia menatap Dara dengan sorot mata yang terlihat serius. "Iya, gue juga akhir-akhir ini suka lihat Mama muntah-muntah gitu kalau pagi. Lo sih, bangunnya siang, jadi gak tahu," kata Reza seraya mengenakan hoodienya.

"Yaudahlah, sekalian beli testpack aja nanti buat Mama."

"Belinya sama gue? Gak takut disangka hamdun gitu?" tanya Reza seraya tertawa. Cowok itu tengah berkaca pada jendela untuk merapikan tataan rambutnya menggunakan jari.

Dara menendang tulang kering cowok itu. Reza mengaduh. "Sakit, anjir! Durhaka banget lo sama Abang sendiri."

"Cepetan. Pake motor ini enak, nih, silau. Baru dicuci." Dara menaiki motor KLX miliknya yang baru saja dicuci oleh Reza.

Reza mendengkus kesal. "Mau ngelarang, takut disangka gak tau diri udah dikasih pinjem. Mau ngebolehin, gue cuci itu sepenuh hati, langsung dibawa ke jalan lagi. Please deh, jangan bikin gue bimbang!"

"Kenapa enggak lo bawa ke steam aja, sih?" tanya Dara heran.

"Sayang duit."

Dara memilih turun lagi. Gadis itu memberikan kunci motornya pada Reza. "Pake yang metik aja. Bawa sana di garasi."

Reza tercengir lebar. Cowok itu langsung bergegas membawa motor milik Dara.

Tak lama, ia berhenti di depan Dara. "Ayo, naik."

Dara naik ke atas motor itu. Kemudian, motor melaju dengan kecepatan sedang.

Reza juga heran Dara tiba-tiba mengajaknya jalan-jalan begini. Biasanya, kalau mau pergi, ya Dara pasti akan pergi sendiri.

"Cowok kalau udah sukses, seleranya berubah ya, Za?" tanya Dara tiba-tiba.

"Kenapa? Langit nyakitin lo?"

Dara berdecak pelan. "Gue nanya, ngapain lo balik nanya?"

"Cowok lo kan si Langit. Kalau lo nanya gini, ya pasti si Langit biangnya."

Dara menghela napasnya. Reza memang paling peka jika sudah urusan begini.

Dara memilih memandang ke arah jalanan. Ia ingin kembali bertanya, namun terlihat berpikir.

"Za, kalau gue insecure sama Anara, aneh gak sih?"

"Aneh banget. Ngapain lo insecure sama orang? Gara-gara si Langit?"

Dara mencubit pinggang Reza dengan kesal. Reza tertawa. "Apaan, sih? Gue bener kan?"

"Sekarang, Langit udah sukses. Dia dikenal sama semua orang, dia bisa pilih cewek mana aja yang dia mau. Gue ngerasa, Lingkungan gue, sama lingkungan Langit itu udah beda banget, Za."

"Lo kenapa, sih?" tanya Reza heran. Pasalnya, ia tak pernah mendengar Dara mengeluh begini.

Yang dia tahu, Dara adalah orang yang santai dalam hal apapun. Tidak pernah diambil pusing, dan tidak pernah banyak bicara.

"Gue sama Langit tinggal nunggu waktu aja. Cepat atau lambat, entah gue atau Langit kita bakal masuk ke fase di mana memilih buat melepaskan."

Oke, Reza rasa, Dara sedang tidak baik-baik saja. Cowok itu memilih mengusap puncak kepala Dara sekilas sebelum kembali memfokuskan diri ke jalanan.

Dara masih mengeluarkan keluh kesahnya pada Reza. Dia bilang, semua orang hanya tahu kalau Dara ini orang yang kuat, tapi mereka tidak pernah tahu isi hati Dara bagaimana karena ia tak suka dianggap lemah.

***

"Harusnya sih, lo udah sembuh ya. Kan, tadi malem udah gue kasih buket. Bagus banget lagi."

Anara tertawa pelan mendengar ucapan Langit. Bibir gadis itu terlihat sangat pucat, namun, Langit akui kecantikan gadis itu sama sekali tidak luntur.

"Dara gimana, Lang? Dia tahu lo di sini?" tanya Langit.

Langit diam beberapa saat. Cowok itu menggeleng. "Kayaknya sih tahu. Dia lihat story gue soalnya."

"Kok, kayaknya? Emang lo enggak ada komunikasi gitu?" tanya Anara.

Langit menggeleng. Ia memilih duduk di kursi samping brankar Anara. Pemain lain tengah ke restoran untuk mengisi perut mereka.

Jadilah, Langit di sini bersama sundari dan juga Shani—salah satu pemain juga, menemani Anara.

"Kenapa?" tanya Anara.

"Gue kan lagi di sini, Ra. Dara sekalinya ngechat malah minta ketemu. Harusnya dia tahu kalau gue gak bisa buat hari ini."

"Lang, nyusul yang lain, yuk," ajak Shani pada Langit.

Dia sama seperti Langit. Menjadi pemain jalur seleksi.

Anara melirik gadis itu tak suka. "Lang, biar bagaimanapun, Dara itu pacar lo. Harusnya, sih, mau sesibuk apapun lo terus terang aja sama dia. Mau bisa ataupun enggak, Dara juga butuh jawaban," ujar Anara seraya melirik sinis ke arah Shani yang tengah melingkarkan lengannya pada lengan Langit.

"Lang, Yaudah sih, kalau pacar lo itu ngerti, dengan lo enggak ngebales pesan dia harusnya sih dia paham kalau lo gak bisa dateng." Shani membalas tatapan sinis Anara.

Anara berdehem pelan. Matanya menatap Langit seolah memberi peringatan seolah berkata ikutin apa kata gue.

"Nar, gue susul yang lain ya sama Shani. Lo cepet sembuh." Langit mengusap puncak kepala Anara.

Setelah itu, Langit dan juga Shani melangkah pergi meninggalkan Anara dan juga Sundari.

Anara menghela napasnya. Mungkin, semua orang hanya tahu jika Langit dekat dengan Anara, menganggap mereka pacaran dan sebagainya.

Namun, mereka tidak tahu yang sebenar-benarnya bagaimana. Bukan Anara, melainkan Shani.

Sejak pertama kali Langit pelatihan, Anara tahu betul jika gadis itu memperhatikan Langit. Karena kebetulan, ia ikut andil dalam pelatihan itu.

Anara dan Langit semakin dekat. Sedangkan Shani sama sekali tak ada kemajuan.

Saat Langit bercerita dirinya memiliki kekasih dan membanggakan Dara, Anara sengaja memepet pada Langit agar tidak ada kesempatan untuk Shani mendekati Langit.

Karena Anara tahu, Dara begitu penting bagi Langit.

Namun, entah apa yang terjadi sekarang. Langit dan Shani tiba-tiba menjadi dekat begini sejak proses shooting di Bandung.

Sifat friendly langit pasti akan disalah Artikan oleh Shani. Dan Langit, ia selalu asik dengan dunianya sendiri jika sudah merasa nyaman dengan siapapun.

Tidak ingat ponsel, dan tidak akan ingat siapapun.

***

Dara mendapat pesan dari Anara lewat instagram. Gadis itu meminta Dara untuk datang ke rumah sakit.

Dara melirik ke arah Reza yang tengah asik bermain dengan anak kecil di taman.

Anaralovi_ : Dar, bisa dateng ke rumah sakit? Ada hal yang mau gue omongin tentang Langit

DaraRra_ : Gue ke sana

Dara beranjak, ia menarik Reza untuk pergi. Anak-anak kecil yang tadi tengah bermain dengan Reza langsung melambaikan tangan mereka.

"E-eh, ke mana, Dar?"

"Ke rumah sakit." Dara langsung menyuruh Reza untuk naik ke atas motor dan Dara duduk di belakangnya.

Setelah itu, Dara menunjukan jalan pada Reza agar mereka segera sampai.

Tak butuh waktu lama, mereka akhirnya tiba. Dara turun, ia menatap ke arah Reza. "Lo balik aja sana. Gue ada perlu."

"Yaudah. Mau dijemput?"

"Nanti gue chat." Dara memilih masuk ke dalam dan mencari kamar yang ditempati oleh Anara.

Setelah ketemu, Dara akhirnya memilih masuk. Di sana, Anara langsung melambaikan tangannya. "Dar, sini!"

Dara memilih masuk. Ia duduk di kursi, dan melirik ke arah Sundari yang tersenyum ramah ke arahnya.

Tumben.

"Ada apa, Nar?"

"Gue ngomong ini bukan bermaksud buat adu domba atau apapun, Dar. Gue ngomong ini sebagai cewek yang enggak terima kalau perasaan sama perjuangannya di sia-sia'in gitu aja!" ucap Anara menggebu-gebu.

Dara mengerutkan alisnya heran. "Apa, sih?"

"Si Langit, kurang ajar banget itu orang. Gue—"

Ceklek

Anara dan juga Dara menoleh. Di sana, Langit dan entah siapa berasa di ambang pintu dengan lengan Langit yang dilingkari oleh lengan gadis itu.

Langit nampak terkejut. Ia sontak melepaskan tangan Shani dengan cepat. "Dara? Lo di sini?"

Lo.

Dara berdehem pelan. Ia melirik ke arah Anara yang terlihat emosi melihat Langit. "Kenapa? Anara Temen gue, kan?" tanya Dara tenang.

"Y-Ya gak papa, sih. Tapi lo kok gak kabarin gue, sih? Gue kan bisa—"

"Bisa lebih waspada?" sungut Anara sebal.

Dara terkekeh pelan. Mengapa hatinya bisa sesakit ini menyaksikan secara langsung begini?

Bukankah, saat bersama Cakra dulu Dara biasa?

Atau, karena Dara tidak tahu kalau Cakra dan Langit sebenarnya sama saja? Daranya yang terlalu percaya pada Langit, atau bagaimana?

Atau, Langit dan Cakra memang sama saja? Bedanya, Cakra menunjukan secara terang-terangan, sedangkan Langit tidak?

"Buat apa gue hubungin lo kalau pesan gue yang sebelumnya aja gak dibales?" Dara mengangkat sebelah alisnya menatap Langit tenang. Namun, tangannya sudah mengepal kuat tanpa mereka sadari.

Dara tidak boleh lemah apapun alasannya. Terlebih, di depan laki-laki! Tidak!

Dara tidak akan menjatuhkan harga dirinya dengan cara menangis hanya karena ini.

"Gue … gue gak buka—"

"Gak usah dibahas. Nar, gue pulang, ya. Cepet sembuh, sori gak bawa apa-apa." Dara tersenyum.

Langit menahan tangan Dara saat gadis itu akan pergi. Dara menatapnya, "Kenapa?"

"Pulang sama siapa?"

"Siapapun." Dara hendak melepas cengkalan Langit. Namun, Langit semakin mengeratkannya tak mengizinkan Dara pergi.

"Gue anter, ya?"

Dara melirik ke arah Shani. Dia terlihat tak suka dengan kehadiran Dara. "Cewek baru lo kayaknya lebih butuh cowoknya."

Dara menarik tangannya. Kemudian, ia memilih melangkah pergi menggalkan Langit.

"Dar, lo salah paham!" Langit hendak pergi. Namun, Shani menahannya.

"Apa, sih?" Langit menghempaskan tangan gadis itu dan memilih berlari mengejar Dara.

Anara tertawa keras merasa puas melihat wajah Shani yang memerah. "Sekuat apapun lo berjuang buat dapetin hati Langit, dari cara bersih sampe cara kotor sekalipun, lo gak akan pernah punya kesempatan."

"Posisi Dara gak akan pernah bisa digeser sama siapapun."

TBC

Gimana? Suka gak? Double up nih, gengsi dong kalau enggak seneng T.T

Kesan setelah baca part Ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Dara

Anara

Langit

Shani

Reza

650 komentar next besok!

Spam next di sini yuk!

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro