Part 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Brak!

"Lihat-lihat kalau jalan!"

Bentakan yang keluar dari mulut Dara, sontak membuat seisi kelas menghentikan aktivitas mereka dan menatap ke arah Dara.

Gadis itu akan masuk, dan sialnya ia malah bertabrakan dengan Danu. Ya, Danu. Si preman kelasnya yang cupu.

"Maaf, Dar. Lo masuk ke kelas gak ngasih kode, sih."

"Lo nyalahin gue? Sini lo, gue hajar!" Dara hendak mencengkeram kerah seragam Danu. Namun, hal itu tak berlangsung saat Jessica menarik Dara.

"Danu, lo keluar aja, sana!" perintah Jessica.

Ia tahu, jika Dara sudah begini, itu artinya gadis itu sedang berada di mood yang tidak baik.

Dara menepis tangan Jessica yang berada di bahunya. Gadis itu memilih berjalan ke arah bangku dan duduk di sana.

"Lo kenapa sih, Dar?" tanya Jessica setelah ia duduk di samping Dara.

Dara mengusap wajahnya pelan. Gadis itu menempelkan keningnya pada meja. "Gue gak papa." Dara menjawab dengan sangat pelan.

Tak seharusnya ia merasa kesal sampai menjadikan orang lain sasaran.

Dara menegakkan tubuhnya. Gadis itu menatap ke arah ambang pintu kelas. Terlihat Langit yang baru saja masuk, cowok itu menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Dara, disertai senyum yang terlihat menyebalkan.

Dara membuang arah pandangnya.

"Lo deket sama Langit juga?" tanya Jessica kala melihat adegan tadi.

"Enggak. Lo tahu sendiri gue bucin sama Cakra."

"Tapi dia kok kayak genit banget ya sama lo? Dar … gue gak ada kesempatan dong buat memperbaiki keturunan sama Langit?!" rengek Jessica.

Dara mendengkus kesal. Gadis itu mengedikan bahunya tidak acuh, "Dia genit sama semua cewek. Ibu-Ibu sampai Nenek-Nenek juga dia genitin!"

***

Dara baru saja mengganti bajunya menggunakan seragam olahraga. Gadis itu berjalan menyusuri koridor sendirian.

Melly dan juga Jessica masih berganti baju.

Saat akan menuruni tangga, gadis itu mendengkus kesal melihat anak laki-laki kelas 12 yang tengah berkumpul memenuhi tangga.

"Cak, doi."

Dara mendengar salah satu di antaranya memberitahu Cakra bahwa ada Dara yang tengah berdiri di anak tangga paling atas.

Cakra yang posisinya duduk di anak tangga terakhir, langsung membalikan badannya. Ia menatap ke arah Dara.

Tak lama setelahnya, Cakra beranjak kemudian berjalan menghampiri Dara. "Ayo gue anter, biar gak digodain."

Cakra menggenggam tangan Dara kemudian mengajak gadis itu berjalan melewati teman-temannya.

Saat keduanya sudah sampai di Koridor kelas 10, Cakra melepas genggamannya. Cowok itu tersenyum, "Maaf, ya, Dar. Soal tadi pagi, harusnya gue gak—"

"Gak papa."

"Jangan dibahas, ya. Gue lagi gak mau ribut soalnya," sambung Dara.

Gadis itu menatap sepatu yang ia kenakan. Cakra yang melihat Dara menunduk, langsung mengusap bahu gadis itu dengan lembut. "Pulang bareng gue, ya?"

"Beneran bisa? Kalau gak bisa, gue bisa naik angkutan umum."

"Dar … gue beneran bisa, kok."

Dara mengangguk pelan. Gadis itu tersenyum tipis dan menepis tangan Cakra pelan. "Gue mau ke lapang."

Setelahnya, Dara memilih pergi meninggalkan Cakra sendirian. Melihat perubahan Dara, entah mengapa dirinya merasa tidak rela.

Ia merasa sesak, ia juga takut apa yang Langit katakan akan menjadi kenyataan.

Dara bisa pergi kapan saja.

Di pinggir lapang, Dara menatap lapangan yang masih kosong. Teman-temannya belum ada yang memasuki lapangan.

Gadis itu menyadarkan kepalanya pada batang pohon. "Dulu gue percaya Cakra bakal jadi satu-satunya orang yang bisa bikin gue bahagia. Tapi nyatanya dia sama aja."

"Gue aja deh yang jadi satu-satunya, mau gak?"

Dara tersentak. Gadis itu menatap kaget ke arah Langit yang masih mengenakan seragam sekolahnya.

Cowok itu tersenyum dan memilih duduk di samping Dara.

"Bisa gak kalau mau muncul itu permisi dulu?" Dara menyindir dengan nada kesal.

"Permisi, Dara. Izin muncul." Langit mengangguk sopan. Namun, entah kenapa malah terkesan lucu dan juga menyebalkan.

"Nama gue Dara, bukan Dakha!" ujar Dara membenarkan ucapan cadel Langit.

Langit melipat kedua tangannya di depan dada. Cowok itu terlihat sok ngambek dengan wajah yang ia buang ke sembarang arah. "Cadel gue itu, cara memikat cewek-cewek, tahu!"

"Dih, narsis."

Langit kembali menatap ke arah Dara. Cowok itu mencubit sebelah pipi Dara dengan gemas. "Apa sih? Sensi terus cewek ini."

"Gak usah pegang-pegang gue." Dara menepis tangan Langit dengan kesal.

"Biarin, orang gue mau, kok."

Dara menghela napasnya kasar. Ia memilih menatap lapangan lagi. Langit yang melihat Dara mendadak diam, berpindah tempat duduk menjadi di depan Dara dan menghadap ke arah gadis itu.

"Dar, mau denger gue cerita, gak?"

Dara mengangkat sebelah alisnya.

"Pada zaman dahulu …."

"Apaan, sih?" Dara memukul lengan Langit seraya tertawa.

Ada-ada saja kelakuan cowok itu. Bukan masalah apa yang dia ucapkan, ekspresi sok serius yang Langit perlihatkan di depan Dara, itu benar-benar lucu menurutnya.

"Apa sih? Gue serius. Dengerin, jangan ketawa dulu."

"Oke-oke, gue gak ketawa." Dara meredakan tawanya.

Langit berdehem pelan. "Gue lupa mau cerita apa, Dar." Langit tercengir lebar seraya menggaruk rambutnya.

"Gak jelas lo."

"Nah gitu dong ketawa."

Dara menghentikan tawanya. Gadis itu merubah rautnya menjadi datar menatap Langit.

Dara berdehem pelan dan memilih membuang arah pandangnya.

"Yah, kok malah cemberut lagi, sih? Gue salah ngomong, ya?"

***

Dara berjalan di pinggir danau bersama Cakra yang menggenggam tangannya. Cowok itu benar-benar menepati janjinya pada Dara.

Ia menunggu Dara saat pulang sekolah di depan kelas. Dan berakhir mereka berada di Danau sekarang.

"Udah lama banget ya kita gak kayak gini," ucap Cakra memecah keheningan.

Dara mengangguk. "Baru sadar?"

"Ternyata gue baru sadar, gue kangen banget sama momen ini. Lo juga sama gak?" Cakra menatap Dara.

Dara tersenyum tipis, "Lo Baru sadar hari ini. Sedangkan gue setiap hari berharap momen kayak gini bisa terulang lagi kayak dulu. Berarti, selama ini cuman gue yang berharap ya, Cak?"

"Dara, gak gitu." Cakra menghela napasnya.

"Lo berubah semenjak Sonya pindah ke sekolah kita, Cak. Lo lebih perhatian sama dia, sering habisin waktu sama dia, dan semuanya lo kerjain bareng dia. Sampai lo lupa, ada gue yang juga butuh lo, Cak."

Dara memilih duduk di pinggir Danau. Cakra ikut duduk di samping Dara. "Kadang gue mikir, Cak. Perasaan lo ke gue masih ada gak, sih?"

"Hei, apa sih? Jangan ngomong kayak gitu. Sampai kapan pun, perasaan gue ke lo gak pernah berubah, Dar." Cakra mengusap pelan puncak kepala Dara dengan sangat lembut.

Dara membuang arah pandangnya. Gadis itu beranjak, "Ayo pulang."

TBC

Yeay! Part 5 up!

Semoga suka yaa!

Perasaannya setelah baca part ini?

Aktor Indonesia yang cocok jadi Langit?

Aktris Indonesia yang cocok jadi Dara?

Aktor Indonesia yang cocok jadi Cakra?

Ada yang ingin disampaikan untuk Cakra, Dara, dan Langit?

Terimakasih buat kalian yang udah bersedia membaca cerita ini sampai part ini, huhu^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro