Part 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cakra menatap Dara tanpa mengatakan apa-apa. Kemudian, tatapannya kembali beralih pada Langit yang tengah terbaring di brankar.

"Langit kenapa, Kak?" tanya Dara.

"Panggil gue Cakra, Dar." Cakra menghela napas kasar kala mendengar embel-embel yang keluar dari mulut Dara.

Melihat Dara yang sama sekali tak menjawab, Cakra mengembuskan napasnya pelan. "Ini alasan lo minta putus sama gue?"

"Maksudnya?"

"Lo suka sama Langit?"

"Lo lagi nuduh gue?" Dara menatap Cakra menantang.

Cakra membuang arah pandangnya. "Lo gak pernah deket sama cowok, selain gue, Dar."

"Terus, masalah buat lo?" tanya Dara.

Cakra menelan salivanya susah payah. "Enak banget ya jadi lo, lo yang deket sama cewek lain, gue yang dituduh," ujar Dara lagi.

Cakra meraih tangan Dara. Cowok itu menggenggamnya kuat. "Dar, gue sama Sonya gak ada hubungan apapun. Kita cuman sahabatan, gak lebih."

"Kelakuan lo yang berlebihan ke dia." Dara menepis tangan Cakra kasar.

"Dar, gue—"

"Udah ya? Kita kan udah selesai, gue rasa, semuanya udah bener-bener selesai. Gak ada lagi yang perlu kita bahas." Setelah itu, Dara memilih pergi meninggalkan UKS.

Cakra memejamkan matanya. Rasa sesak itu masih ada, ia masih tidak rela dirinya putus dengan Dara.

Tapi ini juga salahnya.

Dara berjalan melewati koridor dengan langkah tergesa. Saat akan menaiki tangga, Dara memicing melihat beberapa kakak kelas yang tengah berkumpul di sana.

"Ayolah, man! Buat rokok doang masa gak ada?"

"Gak ada, Bang."

"Yah, gue dipanggil Abang. Lo kelas berapa emang?"

"D-dua belas."

Kemudian, salah satu di antara mereka berusaha mengobrak abrik isi tas orang yang tengah mereka kroyok itu.

Dara berjalan menghampiri mereka. Tangannya terulur menepuk pundak Kakak kelasnya itu dengan berani. "Woi! Miskin lo?" tanya Dara.

Dara merampas tas itu dengan kasar.

"Dar lo gak usah ikut campur, ya!" Cowok itu menunjuk wajah Dara dengan emosi.

Dara menepis tangan itu dengan kasar. "Gimana gue gak ikut campur? Orang yang lo ganggu Abang gue!"

Reza, orang yang tengah dipalak itu adalah Reza. Tidak mungkin kan Dara diam saja?

"Oh, Abang lo? Cupu."

"Cupu? Bukannya lo ya yang cupu? Malak satu orang doang kok keroyokan. Udah jadi ciri khas Kakak kelas, ya?" tanya Dara menantang.

Cowok itu hendak menampar Dara. Namun, Dara dengan cepat menangkis dan melayangkan pukulan tepat di wajahnya.

Bugh!

Riko, nama Kakak kelasnya itu Riko. Salah satu teman Cakra, Dara tentu saja tahu dia.

Ia langsung menyentuh sudut bibirnya yang mungkin terasa perih akibat pukulan Dara.

Setelahnya, Dara menarik Reza untuk pergi meninggalkan sekumpulan orang-orang itu.

"Makasih ya, Dar."

"Hm." Dara menyerahkan tas milik Reza.

Reza menerimanya. "Dar—"

Dara melangkah pergi meninggalkan Reza begitu saja. Reza menghela napas pelan.

***

Jam istirahat, Langit baru masuk ke dalam kelas. Wajahnya terlihat pucat, bahkan, ia memegang perutnya sendiri yang terasa nyeri dan juga mual dibagian sana.

Dara yang melihat itu, langsung berjalan mendekat ke arah Langit. Ia duduk di sampingnya, "Gue minta maaf, Lang. Gara-gara gue, lo jadi kayak gini."

Langit menoleh, cowok itu tersenyum. "Apaan, sih? Gue gak papa, lo tenang aja, ini salah gue kok."

"Lo sakit apa, Lang?"

"Sakit hati kalau lihat lo belum bisa move on dari Abang gue." Langit menaik turunkan alisnya.

Dara memukul pundak cowok itu kesal. "Gue serius. Gak mungkin lo tiba-tiba pingsan kayak tadi, Lang."

"Lo khawatir?"

Dara memutar bola matanya malas. "Kepedean lo. Udah ah, gue mau ke kantin. Lo mau apa? Gue traktir."

"Mau lo di sini aja deh sama gue. Gimana?"

Dara mengembuskan napasnya kesal. Gadis itu memilih pergi meninggalkan Langit begitu saja.

Langit tertawa pelan melihatnya. Saat Dara pergi, kursi di sebelahnya kini ditempati oleh orang lain.

"Lang, kenalin gue Jessica. Kita belum kenalan secara resmi, kan?" Jessica tersenyum ke arah Langit.

Langit melunturkan senyumnya. Wajahnya berubah menjadi datar, ia mengangguk tanpa minat.

"Eh, gue bawa bekal di rumah. Banyak banget, lo mau?"

"Lo aja."

Langit melihat kelasnya yang sangat sepi. "Bisa pindah ke bangku lain? Gue mau istirahat," ucap Langit.

"Yaudah, ini gue simpan di sini ya. Kalau lo laper, lo bisa makan." Jessica tersenyum tipis dan menyimpan kotak makannya di meja Langit.

Setelah itu, ia memilih beranjak dan pergi meninggalkan Langit.

Langit berdecak pelan. Selang beberapa menit, Dara kembali. Gadis itu membawa satu mangkuk bubur.

"Eh, udah dapet kiriman lo? Enak banget jadi orang ganteng." Dara tertawa pelan melihat tepak makan di depan Langit.

"Gue ganteng?" tanya Langit.

"Gantengan Cakra sih. Nih makan, atau mau yang itu aja?" tanya Dara.

"Itu aja." Langit mengambil alih mangkuk bubur yang tengah Dara pegang.

Dara mengangguk, ia memilih kembali ke bangkunya dan mengambil bekalnya sendiri. Buatan Mama tirinya.

"Dar, makan di sini dong." Langit berdecak kesal.

Dara menghela napasnya. Ia menurut dan memilih makan bersama Langit.

Baru beberapa suap, Langit sudah berhenti. Bahkan, mangkuk bubur itu masih penuh. "Gue kenyang, Dar."

"Diet lo? Baru juga berapa suap, itu masih penuh."

Dara mengambil sendok itu, kemudian menyodorkannya pada Langit. "Buka mulutnya."

"Gue beneran kenyang, Dar. Perut gue udah penuh banget."

"Tiga kali lagi, deh. Gue beli pake duit, Lang."

Langit membuka mulutnya dan menerima suapan Dara. Namun, belum sempat bubur itu Langit telan, Langit berdiri dan berlari ke luar.

"Lang!" teriak Dara panik. Dara langsung mengikuti langkah cowok itu.

Langit berhenti di toilet dan membuang semua isi perutnya di sana. "Sembuh, sembuh, sembuh! Gue mau sembuh!" Langit mengacak rambutnya kesal.

Bugh!

Langit memukul tembok dengan kesal. Cowok itu meraih obat di saku celananya, ia memilih menelannya dengan susah payah.

Tok! Tok! Tok!

"Lang! Lo kenapa?"

Langit merapikan penampilannya. Membuka pintu, ia tersenyum melihat wajah panik gadis itu. "Kenapa sih? Panik banget." Langit mencolek dagu Dara dengan genit.

Dara menepisnya kasar. "Lo lari kayak keracunan, sialan!" Dara mengumpat kesal.

Akhirnya, gadis itu memilih pergi meninggalkan Langit. Langit yang melihat itu, memilih berlari mengejar Dara.

Tangannya terulur meraih tangan Dara dan memaksa gadis itu agar menghadap ke arahnya. "Kok ngamuk?" tanya Langit.

"Lepasin, gak?"

"Enggak."

"Langit!"

"Apa, Daraku?"

Dara membuang arah pandangnya. Langit yang melihat itu tersenyum lebar, akhirnya Langit memilih menarik Dara untuk kembali ke dalam kelas.

Tanpa mereka sadar, di lorong kelas 12 IPS, Cakra memperhatikan keduanya. Tangannya mengepal tak terima.

***

Dara memicingkan matanya kala melihat Reza yang lagi dan lagi dicegat oleh beberapa kakak kelas Dara.

Dara mengurungkan niatnya menaiki motor. Ia memilih berjalan ke arah lapangan dan menepis tangan orang yang mencengkeram kerah seragam Reza. "Yang sopan dong kalau mau ngobrol," kata Dara.

"Eh, lo gak usah ikut campur, ya!" ujarnya nyolot.

"Eh lo biasa aja dong ngomongnya." Dara tak terima. Gadis itu melepas tas gendong dan juga jaketnya, melemparnya ke lapang.

"Oh, lo nantang? Berani banget nih cewek."

"Dar, udah." Reza menahan Dara.

Dara menepis tangan Reza. "Lo diem!" Dara menunjuk wajah Reza.

Kakak kelasnya itu menyentuh rambut Dara untuk ia mainkan. Namun, dengan sangat cepat Dara menamparnya.

Plak!

"Kurang ajar!" Dia hendak melayangkan balasan pada Dara. Namun, tertahan.

"Bro, cewek gue, nih. Ada apa?"

Dara sontak menoleh. Cakra. Cowok itu menahan tangan cowok yang hendak memukul Dara.

"Cewek lo, Cak?"

"Iya, ada masalah apa sama cewek gue? Sini, cerita baik-baik sama gue, bro."

"Oh, sorry, gue kira bukan cewek lo, Cak. Kalau gitu, gue duluan." Segerombolan itu memilih pergi meninggalkan Cakra, Dara, dan juga Reza.

Cakra mengambil jaket dan juga tas milik Dara. "Nih."

Dara menerimanya. Ia memilih memakainya kembali.

"Makasih."

"Cakra, ayo pulang, Mama udah nunggu—Oh, maaf."

Dara menatap sinis ke arah Sonya yang sudah berdiri di samping Cakra. Namun, ada tatapan berbeda dari Cakra sekarang.

Cakra terlihat tidak suka dengan kehadiran Sonya. Terlihat jelas dari tatapannya.

"Gue duluan, Dar, Bro!" Namun pada akhirnya Cakra memilih menarik Sonya pergi.

Dara mengepalkan tangannya kuat. Gadis itu membuang pandangannya ke sembarang Arah.

"Dara, makasih udah nolongin gue lagi."

"Baru sehari lo sekolah, lo udah repotin gue dua kali." Dara mendorong pundak Reza dengan kesal.

Setelah itu, ia memilih pergi meninggalkan Reza sendirian.

Reza tersenyum tipis. "Dara itu baik, cuman dia punya cara tersendiri."

TBC

Hallo! Kangen Dara gak? Atau kangen Langit? Atau Cakra?

Semoga suka ya!

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Dara

Langit

Cakra

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro