Bumbu Petis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bunda Renzo belum pernah melihat anaknya seceria ini sebelumnya. Akhir-akhir ini Renzo sering tersenyum dan terlihat lebih ramah pada orang lain. Berbeda dengan Renzo yang dulu selalu murung saat pulang sekolah.

"Sepertinya ada hal baik yang terjadi. Bunda lihat kamu senyum-senyum gitu. Habis menang tanding bola?" Bunda mendekati Renzo yang sedang melepaskan sepatunya di teras rumah.

"Lagi senang, Bun. Kelompok aku dipilih sebagai kelompok dengan iklan terbaik satu angkatan. Jadi nilai praktik bahasa kelompok kami semester ini pasti sempurna. Kan jarang-jarang aku dapat nilai sempurna."

"Wah, bagus dong. Bunda bangga sama kamu."

Renzo meletakkan sepatunya di rak yang berada pada sudut teras, kemudian duduk di samping ibunya.

"Besok Renzo undang teman-teman ke rumah. Boleh kan Bun?" Renzo sudah tahu pasti ibunya akan dengan senang hati menyambut teman-temannya tapi ia tetap memastikan.

"Teman-teman?" Bunda tidak bisa menyembunyikan raut terkejut di wajahnya. Renzo belum pernah sekalipun membawa teman-temannya ke rumah kecuali Edo yang merupakan tetangga mereka.

"Iya teman-teman kelompok aku yang menang itu, tapi ada yang lain juga sih. Gak apa-apa kan, Bun?"

"Ini benar teman-teman kamu? Maksud bunda, benar-benar teman?"

"Bunda, kok masih gak percaya sih. Mereka teman aku. Kalo Bunda gak percaya tanya aja sama mereka besok." Renzo sedikit kesal karena bundanya terlihat tidak mempercayainya.

"Bukan gitu, ini pertama kalinya kamu bawa teman-teman kamu ke rumah. Wajar dong bunda kaget."

"Bunda jangan cerita yang aneh-aneh loh ya."

"Iya."

"Janji." Renzo mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking bunda. Hal ini merupakan kebiasaan kecil yang Renzo dan bundanya miliki. Sejak kecil Renzo memang lebih dekat dengan bunda dibandingkan dengan ayah.

"Janji." Bunda tersenyum menatap anak sulungnya.

Cuaca hari ini tidak begitu cerah, hujan baru saja mengguyur. Seperti biasa, kolam cokelat di beberapa titik sekolah ini sudah terbentuk. Beruntung karena pembangunan jalan setapak yang dilapisi paving block sudah selesai minggu lalu jadi Renzo dan teman-temannya tidak perlu mengorbankan sepatunya bermandikan cokelat.

"Itu ngapain si Sri ikut segala?" Leon berbisik pada Vista yang berjalan di sampingnya.

"Atha yang ajak tadi. Katanya biar bisa akrab sama lo." Vista tersenyum geli melihat Leon yang tidak nyaman.

Setelah sampai di tempat parkir, Renzo menyapa Jinda dan Dika yang sudah berada di atas motor.

"Kalian mau kemana? Kok ramean?"

"Kami mau makan-makan ke rumah gue. Kalian mau ikut? Kan searah, sekalian aja mampir." Renzo mengajak Jinda dan Dika yang merupakan anggota OSIS.

"Pak ketos juga ikut?" Dika bertanya karena melihat Ardi yang ada di rombongan tersebut.

"Iya, yuk gabung aja. Kalian kan teman Leon juga."

"Oke deh. Kita ikut." Jinda mengangguk antusias.

Akhirnya motor mereka berjalan beriringan menuju rumah Renzo. Rumah Renzo terlihat sederhana dengan halaman yang cukup luas. Renzo yang tiba lebih dulu telah siap di halaman rumahnya untuk mengatur parkir. Ternyata bunda Renzo telah menyiapkan tikar besar yang terbentang di teras rumah yang cukup luas dan dapat menampung kurang lebih 10 orang.

Bunda Renzo berdiri di depan pintu rumah terlihat cukup terkejut melihat banyaknya teman yang dibawa Renzo. Setelah melepaskan sepatu dan mencuci tangan satu persatu teman Renzo menghampiri bunda dan memberi salam.

"Bunda gak nyangka kamu bawa teman perempuan juga." Bunda menyikut lengan Renzo kemudian tersenyum jahil.

"Buuuun." Renzo menatap bundanya dengan tatapan yang mengatakan tolong Bun jangan sekarang.

Setelah semua anak duduk, Renzo mengenalkan teman-temannya pada bunda.

"Yang di sebelahku ini Ardi, ketua OSIS dan anggota pramuka juga. Itu Atha, teman satu tim sepakbola aku. Sebelahnya ada Dika dan Jinda, teman OSIS aku. Itu Leon, Vista dan Sri teman satu kelas aku."

"Terima kasih sudah mau berteman dengan anak Bunda. Silahkan dinikmati, maaf Bunda cuma bisa hidangkan ini."

"Bun, Bunda gak mau masuk aja?" Renzo menarik-narik tangan bunda karena bunda terlihat sangat asik mengobrol dengan Vista, Leon, Jinda dan Sri.

Atha dan Dika sudah berbincang layaknya teman lama sedangkan Ardi sibuk mengalunkan musik dengan gitar yang sengaja Renzo sediakan. Suara klakson motor yang bertubi-tubi membuat mereka semua melihat ke arah sumber suara. Bunda yang melihat Fras langsung berdiri kemudian menghampirinya.

"Adek, tumben kesini bawa belanjaan banyak." Bunda membantu Fras yang kerepotan membawa banyak belanjaan.

"Ini Bun, Renzo suruh-suruh aku beli buah-buahan untuk buat petisan katanya. Aku disuru beli nanas,bengkuang, jambu, pepaya, mangga, kerupuk, gula merah. Terus Bun, pesannya kamu sendiri aja biar gak ngerepotin yang lain." Fras bercerita sambil membawa kantong belanjaan yang memenuhi tangannya.

"Kasihannya anak Bunda."

Melihat keakraban Fras dan bunda Renzo, Leon jadi penasaran.

"Mereka akrab banget sampai bundanya aja panggil Fras adek." Loen berbisik pada Vista.

Vista yang juga penasaran akhirnya bertanya, "Fras sudah sering main ke sini ya? Dia akrab banget sama bunda kamu. Sudah seperti anak sendiri."

"Fras memang anak bunda, secara garis keturunan sih gitu. Fras itu anak kakaknya bunda." Renzo menjelaskan dengan santai.

"Jadi kalian sepupu kandung?" Vista tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Tapi kalian gak ada miripnya sama sekali." Sri menimpali tidak percaya.

"Kakak adik kandung aja bisa gak mirip, apalagi kami yang sepupuan." Renzo tertawa kecil melihat ekspresi terkejut dari teman-temannya. Kemudian Renzo membuka kantong belanjaan yang Fras bawa.

"Ini kenapa ada semangka juga?" Renzo bertanya pada Fras yang kini sedang sibuk menuangkan es jeruk ke gelasnya.

"Protes aja lo. Gue gak berhasil menemukan pepaya, yaudah diganti semangka aja."

Renzo melemparkan kerupuk ke arah Fras karena tidak setuju dengan digantinya papaya menjadi semangka. Atha yang berada di dekat Fras menangkap lemparan Renzo dengan tepat kemudian ia membuka bungkusan kerupuk untuk ia makan sendiri. Mereka semua tertawa melihat adegan itu.

"Ayo Leon, bantu bunda ambil ulekan."

Dengan sigap Leon bangkit dari duduknya kemudian mengikuti bunda ke arah dapur.

"Kamu sudah kenal lama sama Renzo?"

"Kalau kenal sih baru Bun, satu bulan sepertinya. Tapi kami dulu satu SMP."

"Renzo itu baru pertama kali bawa temannya ke rumah, makanya bunda senang sekali. Dia memang terlihat dingin tapi anak itu sebenarnya sangat perhatian. Bunda harap kalian bisa berteman baik dengan Renzo. Bunda lihat kalian anak baik-baik."

Leon bingung harus menanggapi perkataan bunda. Akhirnya Leon hanya menganggukkan kepalanya.

Leon dan bunda kembali dengan ulekan, mangkuk dan beberapa pisau. Pisau dibagi-bagikan pada Vista, Jinda dan Sri, tapi Sri menolak pisau tersebut.

"Saya aja yang buat bumbunya, Bun." Vista, Leon dan Jinda terlihat kaget.

"Sri jago loh buat bumbu petis." Atha yang tadinya sibuk mengobrol dengan Dika tiba-tiba memecah keheningan yang terjadi di sekeliling ulekan.

Leon yang melihat Sri terus bercanda dan tertawa dengan bunda mulai berpikir mungkin selama ini dia salah menilai Sri. Sri pasti punya alasan menjadi bagian dari geng Lovely.

Setelah semua buah dan bumbu siap, mereka makan petisan bersama. Canda yang dilontarkan Atha mampu membuat suasana menjadi ceria. Sesekali Ardi menyayikan lagu yang diminta oleh teman-temannya. Suasana sore itu menghangat meskipun matahari hampir tak terlihat.

Ternyata Renzo dan Fras adalah sepupu kandung.

Terima kasih sudah membaca ;)

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day17

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro