Carratha Gunandar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siapapun yang menyukai sepak bola pasti mengenal Carratha Gunandar – sejak SD ia sudah sering turun ke lapangan - atau yang lebih dikenal dengan Atha atau Aa. Atha mendapat panggilan Aa bukan karena ia keturunan sunda, tetapi karena Atha memiliki seorang fans setia di SMP yang selalu menempelinya seperti lem super yang kebetulan gadis itu berdarah sunda.

Karena terlalu sering berada di sekitar Atha, bahkan gadis itu sering dikira pacarnya. Tetapi Atha bersikeras bahwa gadis itu hanya adik kelasnya. Meskipun setelah SMA Atha sudah terbebas dari adik kelas itu -setidaknya sampai kelas 2- panggilan Aa sudah terlanjur tertanam pada ingatan teman-temannya. Hampir seluruh teman perempuannya memanggil Atha dengan panggilan Aa. Atha sebenarnya adalah keturunan Palembang tulen.

Panggilan Aa hanya berlaku untuk teman teman perempuannya, karena Atha ogah dipanggil Aa oleh teman laki lakinya.

"Atha, jangan ngelamun aja kali. Lo ada masalah?"

Atha pun tersadar dari lamunannya. Entah apa yang membuat Edo tiba tiba menyapa Atha. Seingat Atha mereka tidak sedekat itu untuk saling menanyakan masalah.

"Eh, enggak ngelamun kok kak" Atha menjawab dengan senyuman yang membuat giginya terekspos penuh.

"Kalo lo ada masalah cerita aja." Edo menepuk bahu Atha dengan cukup keras kemudian diiringi senyuman ramah.

Atha sebenarnya merasa tidak perlu membicarakan masalahnya dengan Edo tapi ia merasakan ketulusan dari Edo yang membuatnya ingin menceritakan masalahnya.

"Hmmm jadi gini kak,...." Belum selesai Atha mengatakan apa yang ada dipikirannya, pluit pelatih berbunyi tanda para pemain harus segera memasuki lapangan untuk memulai latihan "gak jadi deh kak, kapan kapan aja"

"Oke kalo gitu. Lo jangan keseringan mikir gitu ntar gak fokus kalo main." Edo beranjak dari duduknya setelah mengikat ulang tali sepatunya.

Atha masih mematung di pinggir lapangan hingga seseorang yang Atha kenal – hanya kenal karena mereka satu tim sepak bola – memasuki lapangan.

"Woy, Atha, lo mau dihukum?" Renzo melewati Atha dengan tatapan dingin.

Tanpa menunda nunda lagi, Atha akhirnya memasuki lapangan.

Satu minggu lagi mereka akan mengikuti kompetisi antar SMA, seluruh anggota tim sepakbola diwajibkan mengikuti latihan khusus. Hari ini mereka dibagi menjadi 2 tim yaitu tim senior dan tim junior. Pertandingan berlangsung sengit. Tim senior tidak mau dipermalukan sedangkan tim junior berusaha mati matian untuk membuktikan diri.

Tepat 15 menit sebelum waktu babak pertama berakhir, Atha tiba tiba berjalan ke pinggir lapangan dan mengisyaratkan meminta pergantian pemain. Atha berjalan dengan pincang. Beberapa rekannya terlihat khawatir namun kembali fokus pada pertandingan.

Pluit tanda berakhirnya babak pertama berbunyi. Papan nilai yang menunjukkan skor sementara masih bertuliskan angka 0:0. Seluruh pemain menghampiri Atha baik itu dari tim senior maupun tim junior. Tentu sangat mengkhawatirkan saat salah satu pemain andalan tim mengalami cedera. Ada satu hal yang membuat mereka heran, sebelum Atha keluar dari lapangan tidak terjadi benturan apapun selama permainan. Jika hanya mengalami kram, biasanya tidak harus meminta pergantian pemain.

"Lo baik-baik aja kan?" Tanya Edo.

"Santai kak, sudah biasa" jawab Atha santai.

"Jangan bilang kalo kaki lo sering begini?"

"Kaki gue pernah patah kak, tepat disini. Kecelakaan." Atha menunjuk bagian tulang kering di kaki kanannya sambil mengumbar senyum lebar khasnya.

"Kalo gak bisa main gak usah ikut main" Renzo tiba tiba duduk di samping Atha. Tidak ada raut khawatir di wajah nya.

"Ini udah biasa. Gue udah lapor pelatih soal masalah ini dan beliau juga sudah mengizinkan. Yaa, asalkan gue tau diri. Saat gue gak mampu, gue harus mundur." Jelas Atha santai.

"Lo gak bisa masuk tim inti, kita bakal rugi kalo lo masuk tim inti" Renzo berkata kata tanpa melihat Atha maupun Edo.

"Lo gak bisa mutusin itu. Itu hak pelatih." Edo menimpali sambil berusaha mengamati perubahan wajah Atha.

"Gue tau lo sayang kan sama gue, lo takut terjadi sesuatu sama gue." Atha kemudian tertawa.

Respon Atha yang tidak terduga membuat Renzo dan Edo terkejut. Bahkan mereka sampai melihat satu sama lain untuk meyakinkan diri.

Atha merangkul mereka berdua kemudian menepuk pundak mereka. "Thanks, Bro. Selama gue masih bisa main bola, gue bakal tetep turun ke lapangan."

Pluit tanda babak kedua pun berbunyi, hal ini membuat Renzo dan Edo beranjak dari duduknya.

"Itu anak memang seceria itu ya?" Tanya Edo pada Renzo dengan suara pelan.

"Dia memang begitu." Sesudah Ren menyelesaikan kalimatnya, ia berlari menuju posisinya.





Terima kasih sudah membaca :)

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day5

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro