Leony Adiandra Rose

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebagian besar orang menganggap nama Leony Adiandra Rose adalah nama anak laki-laki jika tidak sampai pada kata ketiga dari rangkaian namanya. Leony adalah gadis tomboy yang cukup dikenal di sekolahnya. Kebanyakan teman Leony adalah laki – laki.

Nama Leony mulai tidak digunakan lagi sejak serial Upin Ipin mulai tenar pada semua kalangan. Bisa ditebak, teman-teman Leony membuat nama belakangnya menjadi Kak Ros. Kak Ros adalah kakak dari Upin dan Ipin yang terkenal dengan kegalakannya.

Sejak kelas 3 SMP, eksistensi nama Kak Ros sudah menutupi nama Leony yang menurutnya lebih keren jika dipanggil Leon. Apa boleh dibuat? Teman - temannya sudah terlanjur memanggilnya dengan sebutan Kak Ros. Bahkan orangtua dan adiknya juga memanggilnya dengan sebutan itu. Ayah bilang nama Kak Ros sangat cocok dengan kepribadian Leon, meskipun Kak Ros dalam serial Upin Ipin terlihat lebih feminim. Leon seringkali mengikat rambutnya asal dengan pulpen atau pensil sebagai pengganti pengikat rambut.

Sejak kecil hanya Prana yang memanggil Leon dengan nama LA yaitu singkatan dari Leony Adiandra. Mereka sudah satu sekolah selama ± 10 tahun terakhir dan sialnya mereka selalu satu kelas. Bukannya Leon tidak menyukai Prana tetapi kepribadian mereka begitu berbeda. Prana anak yang cerdas dan sangat pendiam tetapi akan menjadi cerewet jika berhadapan dengan Leon sedangkan Leon adalah tipe anak cuek yang kadang bisa tertidur di kelas saat jam pelajaran. Meskipun demikian mereka bersahabat baik, bisa dibilang Leon adalah satu satunya sahabat Prana.

"Ada angin apa seorang LA gak telat?" Prana sangat terkejut melihat seorang Leon bisa datang pagi ke sekolah.

"Ayah buru-buru ke kantor, kalo gue gak ikutan buru-buru gue bisa berakhir dengan naik angkot." Leon duduk di bangkunya kemudian melipat tangan di atas meja. Tepat sesudah Leon menyandarkan kepalanya di atas meja untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, Prana sudah duduk di depan Leon dengan wajah kesal.

"LA please deh, lo itu jarang banget dateng pagi, lo kan bisa bantu gue nyapu dan buang sampah. Biar gue perjelas, lo gak pernah piket. Selama ini gue selalu melindungi lo dengan gantiin lo piket tapi..." Prana menjelaskan panjang lebar "LA lo denger gue gak sih?"

Leon mengangkat kepalanya malas, kemudian terpaksa duduk dengan tegap. "Siap Pak Ketua Kelas."

Prana terperangah karena Leon langsung menuruti kata-katanya. Prana mengerjapkan mata berkali kali untuk meyakinkan dirinya bahwa dia benar - benar melihat Leon dan bukan hantu. "Ini masih sangat pagi, apa dia bukan LA? Atau itu hantu penunggu kelas?" Prana berkata kata dengan suara pelan.

Leon yang mendengar kata kata Prana dibuat takjub dan kemudian tawa Leon pecah, "Gue cuma mau nunjukin rasa terima kasih aja buat lo, temen sekelas gue selama 10 tahun," Leon memperlambat pengucapan 10 tahun agar terdengar dramatis.

"LA, lo belum mau mati kan? Inget lo belum punya pacar. Jangan mati dulu dong." Prana mendekati Leon dan menepuk pelan pundak Leon.

"Elaaah, gue belum mau mati kali. Gue yakin seorang Pranata Febryan pasti masuk jurusan IPA sedangkan gue pasti terdampar ke IPS karena emang gue gak minat masuk IPA. Jadi sebelumnya gue mau berterima kasih sama Tuhan karena sudah memisahkan gue dari lo hahahaha."

"Terserah lo deh ya." Prana ikut tertawa, tapi entah mengapa Prana yakin takdir pasti akan mempertemukan mereka kembali.

Lima menit sebelum bel masuk berbunyi, teman teman Leon memasuki kelas. Tiga dari mereka menghentikan langkah seperti melihat setan di pagi hari dan satu lainnya langsung menghampiri Leon dengan senyuman, tentu dia Jinda.

"Hai, Kak"

"Akhirnya kalian datang. Gue udah lelah berhadapan sama Pak ketua kelas yang cerewet," keluh Leon pada teman temannya.

"Tumben kak udah dateng jam segini?" tanya Dika.

"Sayang, kamu gak boleh kepo sama Kak Ros, nanti jadinya perhatian." Jinda menatap Dika dengan wajah kesal. Bhaladika adalah pacar Jinda sejak SMP kelas 1. Kisah cinta "Ayah Bunda" mereka sudah viral di seluruh sekolah bahkan hingga ke sekolah lain.

"Oke cukup dramanya. Heh, Prana, lo gak ngapa-ngapain Kak Ros kan? Awas aja ya kalo...." Indra belum menyelesaikan kalimatnya, Prana sudah pergi meninggalkan mereka.

Prana memang tidak cocok dengan teman - teman Leon, bahkan mereka hanya bicara seperlunya saja. Prana tidak ingin berurusan dengan teman teman Leon yang super protektif.

"Untung aja ketua kelas terus pinter pula, kalo gak udah gue sleding tadi" tukas Yessa dengan gaya berlebihan.

"He, inget dia sahabat gue. Cuma dia gak cocok aja sama kalian," kata Leon sambil menarik bagian belakang baju Yessa yang sedang bertingkah layaknya pemain sepak bola.

"Besok udah pembagian jurusan, rasanya gak mau pisah sama kalian," kata Jinda dengan wajah sedih.

"Gue sama Indra sih gak ada harapan masuk IPA, jadi cuma mau bilang selamat berjuang buat kalian bertiga," kata Yessa dengan semangat.

"Gue juga pilih IPS kali," jawab Leon kesal.

"Gue cuma mau ingetin ya Kak, pembagian jurusan bukan hanya berdasarkan minat tetapi nilai. Jadi menurut analisis gue lu bakal masuk IPA," jelas Dika yang diikuti anggukan setuju dari Indra dan Yessa.

"Gue gak bakal sanggup pisah sama kawan kawan gue yang anaknya sosial abis, ya kan?" Tanya Leon menatap Indra dan Yessa bergantian.

"Betul, betul, betul" jawab Indra dan Yessa kompak.

***

Setelah bel istirahat berbunyi, Leon dan teman-temannya duduk di bawah pohon beringin dekat kolam.

"Kalian tahu gak?" Yessa mengatakan kalimat itu dengan nada menyelidik.

"Ada apa memang?" Dika membalik halaman buku yang ia pegang. Ia kelihatan tidak tertarik tapi tetap menyimak pembicaraan teman-temannya.

"Gosip baru?" Indra menimpali dengan semangat.

"Tadi gue dapet info dari salah satu anak Lovely, katanya Ren anak X-3 habis adu jotos sama teman sekelasnya." Yessa berbisik pelan.

"Renzo anak OSIS?" Jinda bertanya dengan nada terkejut.

"Iya, Renzo anak OSIS." Yessa menjawab dengan suara yang heboh.

"Dari dulu kan memang begitu. Gue heran kok dia bisa diterima jadi anggota OSIS." Leon yang memang satu SMP dengan Renzo tersenyum maklum. Kejadian seperti itu hanyalah agenda rutin seorang Renzo Laberdo.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro