Masa Lalu Renzo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada satupun yang berbicara hingga punggung Jinda tidak terlihat lagi. Leon menangis, Vista yang ada di sampingnya merangkul Leon berniat menguatkan. Melihat Leon yang tidak berhenti menangis membuat Renzo akhirnya bersuara.

"Semua sudah selesai. Gak ada yang perlu lo tangisi."

"Gue gak yakin ini sudah selesai. Kita harus lihat apa yang akan Jinda lakukan setelah ini." Atha menjawab pernyataan Renzo.

Sri mendekati Leon kemudian ia berjongkok di hadapan Leon. "Lo akan baik-baik aja. Kami ada di sini, bersama lo."

"Soal Jinda lo tenang aja. Kita gak semudah itu untuk menyerah sama dia. Walaupun kalian gak bisa kembali seperti dulu, lo gak usah terlalu khawatir. Kami akan tetap menjadi temannya. Sekarang dia butuh waktu sendiri untuk berpikir." Indra menepuk pelan pundak Leon.

Yessa ikut mendekat ke tempat duduk Leon. "Kak, lo gak boleh sakit karena masalah ini. Jinda biar kami yang urus."

"Diantara kalian ada yg bisa antar Leon balik? Gue sama Yessa harus cabut duluan, sepertinya Leon belum tenang." Indra mengusap pelan puncak kepala Leon.

"Gampang, semua yang ada di sini siap buat antar Leon pulang."

"Kalau begitu kami cabut duluan ya." Indra pamit pada Leluchon dan diikuti Yessa di belakangnya.

Setelah beberapa menit, tangis Leon mereda. Fras ikut mengambil tisu yang sedari tadi dipegang oleh Vista. Melihat pergerakan Fras seluruh orang yang ada di ruangan tersebut menatapnya penuh tanya.

Sebelumnya semua orang hanya fokus pada Leon yang menangis sehingga tidak memperhatikan Fras yang juga turut meneteskan air mata.

"Lo kenapa?" Atha bertanya setengah bercanda.

"Gue udah kelar nangisnya, kenapa lo baru nangis?" Leon menatap Fras dengan mata yang sembab akibat terlalu banyak menangis.

"Gue benar-benar terharu. Mungkin kalian gak sadar tapi gue bangga banget sama sepupu gue. Dari tadi Renzo bisa duduk dengan tenang dan berusaha gak berkomentar sama sekali. Kalian pikir mungkin gue aneh tapi gue cuma mau bilang terima kasih. Terima kasih buat kalian yang sudah membuat sepupu gue jadi lebih dewasa."

Semua orang kecuali Renzo menatap Fras dengan tatapan penuh tanya. Untuk menjawab semua tatapan tersebut Renzo menarik kursinya dan ia duduk di pusat lingkaran. Semua perhatian kini tertuju padanya.

"Kalian pasti tahu kalau gue Renzo Laberdo terkenal dengan label anak nakal. Dari SMP gue sudah gabung sama anak-anak yang katanya terkenal sering buat masalah. Tapi kalian tahu, gak ada satu orang pun yang tanya alasan gue gabung sama mereka. Dan gue juga sama sekali gak berminat untuk menjelaskan karena menurut gue pandangan jelek mereka terhadap gue gak akan berubah meskipun gue jelasin."

"Ren..." Sri menatap Renzo dengan iba.

"Sri mungkin sudah tahu ceritanya, seperti lo tahu kalau Fras mantan hacker. Oh iya karena gue menganggap kalian benar-benar teman Fras makanya gue kasih tahu faktanya."

Atha cukup terkejut, begitu pula dengan Leony dan Vista. Mereka semua menatap Fras meminta klarifikasi.

"Iya itu fakta. Nanti gue jelasin detailnya. Sekarang kita harus dengar abang gue ngomong."

"Gue sudah terbiasa menyelesaikan masalah dengan kasar. Tak terhitung sudah berapa kali hari ini gue hampir melayangkan tinju, syukur ada Fras yang selalu mengingatkan gue. Dia membisikkan sesuatu yang gak bisa gue lawan..."

"Lo bisa kehilangan teman kalau gegabah." Fras melanjutkan kata-kata Renzo dengan senyuman.

"Kalian harus tahu, saat SD gue pernah dirundung karena pekerjaan ayah gue. Gue gak dihargai karena latar belakang keluarga gue. Pendapat gue gak pernah di dengar, gue gak punya teman kecuali Edo. Gue sama Edo bisa berteman karena ayah kami punya pekerjaan yang sama jadi ia selalu mengerti kondisi gue. Karena itu saat SMP gue memilih bergabung sama anak-anak yang katanya nakal. Gue gak pernah merasa mereka nakal karena mereka menghargai gue. Mereka menghargai keberadaan gue. Tapi tanpa sadar gue jadi seperti mereka."

"Beruntung dia punya sepupu yang setia seperti gue. Kalau gak sekarang dia pasti masih ada di jalan sesat." Fras kembali memotong penjelasan Renzo.

Renzo tersenyum, "Ya, Fras jadi salah satu alasan kenapa gue bisa punya teman selain teman-teman SMP gue. Salah satunya adalah kalian. Dalam satu semester ini gue belajar banyak dari kalian. Atha yang gak pernah putus asa untuk terus turun ke lapangan, Sri yang ternyata punya alasan mulia di balik Lovely, Vista yang selalu siap menjadi tempat curhat dan Leon yang mengajarkan gue tentang persahabatan. Gue merasa kita seperti keluarga yang tertawa dan menangis bersama. Kita selalu berbagi emosi yang kita rasa."

Renzo menyentuh tengkuknya yang tidak gatal kemudian ia menunduk. "Terima kasih sudah jadi sahabat gue."

"Gue rasa lo terlalu cepat menyimpulkan kalau kita bersahabat." Atha menatap Renzo dengan serius.

"Gue rasa label teman lebih baik. Lo bisa aja kecewa seperti Leon jika menganggap kita sudah bersahabat. Kita perlu melewati lebih banyak hal untuk disebut sebagai sahabat." Atha melanjutkan kalimatnya.

"Jadi ceritanya ini tahap PDKT gitu ya?" Sri tersenyum jahil kemudian menyenggol lengan Atha.

"Udah deh gak usah gengsi. Kita kurang apa coba? Makan bareng udah. Nyanyi bareng udah. Ketawa bareng udah. Nangis bareng udah. Lo juga waktu itu hampir nangis kan waktu Sri mau keluar dari Lovely? Bilang aja kalo lo takut kehilangan kita." Vista ikut menggoda Atha yang kini wajahnya sudah memerah.

"Dianggap sahabat atau bukan gue gak peduli. Gue cuma mau kita terus begini. Jujur satu sama lain dan saling menghargai keberadaan masing-masing." Renzo menghampiri Atha kemudian merangkulnya.

Mereka tertawa bersama seperti tidak terjadi apapun sebelumnya. Kemudian tawa mereka terhenti ketika Fras mendekati Vista dan bertanya dengan serius, "Lo sudah menolak Ardi?"

Ruangan tersebut mendadak hening dan semua mata menatap Vista yang kini telinganya berubah menjadi merah karena malu.

Terima kasih sudah membaca 😊😊😊

Apakah yang terjadi antara Vista dan Ardi?

Sedikit lagi menuju akhir 🤔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro