Pensi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Pertemanan Leluchon terjalin semakin erat, mereka semakin sering membagi cerita satu sama lain. Jinda kembali dekat dengan Leon, Jinda bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun sebelumnya. Sesekali Jinda ikut berkumpul bersama Leluchon. Anak-anak lain sebenarnya merasa kurang nyaman karena Jinda datang kembali seperti tidak ada masalah sebelumnya namun mereka juga senang karena sepertinya mereka tidak perlu khawatir lagi tentang masalah Jinda, Leon dan Renzo.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan penghujung semester, ini berarti pensi sudah berada di depan mata. Segala persiapan sudah dilakukan, mulai dari kostum, properti hingga alat musik. Seluruh kelas juga telah melakukan gladi. Evaluasi kelas terakhir kali menunjukkan hasil yang cukup memuaskan.

"Saya rasa kita sudah mempersipkan semuanya dengan baik. Latihan dan kerja keras kita selama ini sudah memenuhi 80% dari penilaian, hari ini saatnya kita menunjukkan 20% sisanya dengan penuh semangat." Leon berdiri di depan kelas menghadap seluruh teman-temannya yang saat ini fokus memperhatikannya.

Hari ini merupakan waktu yang telah dinanti selama setengah tahun yaitu pensi. Leon memimpin teman-temannya dan menyemangati mereka. Saat itu masih pukul 6 pagi, namun lebih dari setengah anggota sudah hadir di kelas. Pertunjukkan mereka dimulai pukul 10.00 WIB.

Acara dibuka oleh sambutan kepala sekolah dan dilanjutkan dengan penampilan band sekolah. Hampir seluruh siswa SMAN STAR hadir di aula sekolah, begitu juga Leon dan teman-temannya. Pembuka pensi tahun ini adalah kelas XI IPA 3, mereka tampil dengan sangat baik. Begitu banyak pujian yang mereka terima. Hal ini membuat Leon yang sedari tadi mengamati penampilan mereka menjadi lebih gugup. Sebelum penampilan IPA 3 berakhir, Leon kembali ke kelas untuk mengarahkan teman-temannya.

"Kak, gue mau lapor." Vivi yang merupakan ketua kelompok musik menghampiri Leon.

"Oke, silakan."

"Adit baru pulang ke Palembang, pagi ini ibunya masuk UGD." Vivi memelankan suaranya saat menyampaikan hal tersebut.

"Apa?" Suara Leon berhasil membuat orang-orang yang ada di sekitarnya menoleh. Leon sangat terkejut terlebih lagi Adit merupakan vokalis band kelas mereka.

Melihat Leon yang terkejut, dengan cepat Renzo mengahampiri Leon dan bertanya,"Kenapa Kak? Ada masalah?"

Leon menarik Renzo dan Vivi keluar dari kelas karena ia tidak ingin teman-teman mereka yang sebentar lagi akan tampil jadi ikut khawatir.

"Adit balik ke Palembang, ibunya sakit. Kita gak punya vokalis dan kelas kita harus tampil membawakan 2 lagu kurang dari setengah jam lagi." Leon menjelaskan dengan suara yang bergetar.

"Tenang aja, kita punya Atha. Sebentar gue panggil dia keluar dulu."

Atha yang berpakaian preman karena perannya datang menghampiri Leon diikuti Vista dan Sri di belakangnya. Renzo sudah menjelaskan masalah yang mereka hadapi.

"Gimana Atha?" Renzo menatap Atha menuntut jawaban.

"Untuk lagu kedua gue gak hafal." Atha menggeleng pelan, tidak terlihat senyuman di wajahnya.

"Lo pasti bisa, kami percaya sama lo. Lo kan pernah jadi vokalis band. Ayo dong semangat." Vista menepuk pundak Atha.

"Lo selalu ikut mereka latihan, gue yakin lo pasti bisa tampil dengan baik." Sri menguatkan Atha dengan meremas bahunya.

Akhirnya Atha mengangguk pelan kemudian berkata, "gue harus mengingat lirik lagu kedua kalau gak mau dipelototi Bunda." Atha tersenyum. Senyum seperti biasanya. Senyum yang menunjukkan deretan gigi depannya.

"Gue mengandalkan lo Atha." Vivi memandang Atha dengan penuh harap.

"Lo bisa mengandalkan gue." Kembali senyum Atha mengembang.

Leon merasakan sedikit kelegaan karena masalahnya teratasi dengan cepat. Setelah rapat darurat tersebut selesai, Leon mengarahkan teman-temannya untuk bersiap di belakang panggung. Tepat saat penampilan IPA 3 ditutup, Leon memimpin doa bersama untuk penampilan kelas mereka.

Dwi yang berperan sebagai MC acara memanggil kelas IPA 5 dengan semangat kemudian suara tepuk tangan dari bangku penonton memenuhi ruangan aula. Detak jantung Leon semakin cepat begitu pula dengan wajah-wajah yang sedang bersiap di balik tirai. Begitu nama mereka dipanggil, Leon menatap satu persatu teman-temannya yang ada di team tari kemudian ia mengangguk sebagai tanda memberi restu untuk kelompok tari masuk ke panggung.

Dua jam berlalu begitu cepat. Seluruh penampil dari kelas IPA 5 telah tampil dengan usaha yang sangat besar dan menghasilkan penampilan yang memuaskan. Leon tidak berhenti tersenyum. Atha sempat mendapat tatapan heran dari juri karena selama evaluasi Atha bukanlah orang yang menempati posisi vokalis. Saat penilaian Bunda mengkonfirmasi ketidakhadiran Adit dan memberikan penghargaan kepada Atha yang dengan sigap menggantikan posisi Adit meski tanpa latihan.

Tanpa terduga, kelas mereka tidak mendapatkan banyak kritik tapi justru pujian yang beruntun. Usaha dan kerja keras mereka sudah terbayar. Kisah mereka yang penuh masalah saat memulai latihan dan pengorbanan dari orang-orang yang rela meluangkan waktu terbayar sudah. Tepuk tangan meriah saat mereka menuruni panggung merupakan hadiah dan penghargaan tertinggi dari usaha mereka selama setengah tahun.


Terima kasih sudah membaca ;)

Kalau penasaran kenapa tag di part ini menghilang sebelum Day30, teman-teman boleh cek work aku yang cerpen ya...


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro