Tempat Sampah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Satu hari sebelum pengakuan Jinda.

Atha menghampiri Leon yang sedang asyik dengan novel di tangannya, "Kak, gue boleh ngomong sebentar sama lo?"

"Tumben. Ada apa?"

Atha bergerak mendekat ke telinga Leon dan berbisik, "keluar sebentar sama gue. Penting."

Leon segera menutup buku yang dibacanya dan bergegas mengikuti Atha yang berjalan ke luar kelas. Mereka memutuskan untuk duduk berdampingan pada salah satu bangku taman di pinggir kolam.

"Gue mau bahas tentang Jinda."

Leon menghela nafas kemudian menghadapkan tubuhnya ke arah Atha tanda ia mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan teman barunya ini.

"Ini menurut gue dan hanya pendapat gue, tapi gue yakin 100% kalau Jinda suka sama Renzo."

"Gak usah bercanda. Jinda pacaran sama Dika sudah 5 tahun."

"Lo gak lihat sudah hampir dua minggu dia selalu gabung sama kita? Dia ikut makan siang di kelas kita, dia ikut waktu kita kumpul sepulang sekolah bahkan dia juga ikut waktu kita latihan pensi. Gue perhatiin dia selalu ada di dekat Renzo. Lo mungkin gak sadar tapi tatapan dia ke Renzo itu beda."

"Oke, tapi gue rasa lo salah paham."

"Gue bukannya berburuk sangka tapi gue bicara berdasarkan fakta yang gue lihat. Sebaiknya lo ngomong baik-baik deh sama dia. Gue gak mau hubungan Renzo sama Dika jadi rusak karena masalah ini."

"Jadi ini alasan lo selalu menghela nafas setiap Jinda gabung sama kita?"

"Jujur iya, gue bukannya gak suka sama Jinda tapi gue gak suka cara dia."

"Oke, nanti gue coba tanya Jinda deh."

***

"Gue suka sama Renzo."

Leon yang sedang meminum teh gelas seribuan tersedak dan batuk-batuk hingga mengeluarkan air mata. Jinda menepuk pelan punggung Leon.

"Lo gak bercanda?" Leon memastikan kembali apa yang didengarnya bukan sebuah kesalahan.

"Gue suka sama Renzo."

Leon tidak bisa berkata-kata. Rasanya ia ingin lenyap dari hadapan sahabatnya ini sekarang juga. Jika Leon yang disuruh memilih mana yang lebih penting sahabat atau kekasih, jelas Leon akan memilih sahabat karena ia belum pernah merasakan memiliki kekasih. Tapi hari ini Leon dihadapkan dengan pilihan sahabat atau sahabat.

"Gue sudah lelah sama Dika yang terlalu posesif. Dika baik dan perhatian tapi dia selalu melihat semua hal dari sudut pandang dia, dia gak pernah pertimbangkan perasaan gue."

"Hmm..." Leon menjawab sekenanya. Pikirannya masih melayang-layang membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.

"Gue suka Ren karena dia terlihat dingin tapi perhatian. Waktu kita di rumah Ren, dia tunjukin perhatiannya dengan ambilin gue buah yang mau di potong, ambilin gue gelas yang sudah dia isi dengan es jeruk, dia juga beberapa kali mendekatkan duduknya dengan gue. Dia juga keren, apalagi kalau sudah memimpin rapat, auranya misterius tapi juga hangat. Lo tahu kan?" Jinda menjelaskan dengan sangat antusias.

"Tunggu, gue butuh waktu untuk berpikir." Leon memijit keningnya yang sudah berkerut sejak tadi, Leon benar-benar tidak menyangka apa yang dikatakan Atha benar adanya.

"Lo bisa bantu gue buat dekat sama Renzo kan? Gue lihat lo yang paling dekat sama dia." Jinda membisikkan kalimat pertama dengan penekanan yang membuat Leon tidak nyaman.

"Lo sadar gak sih sekarang?"

"Sepenuhnya sadar, kenapa?"

"Lo masih pacar Dika sekarang dan Dika sahabat gue. Lo gak merasa bersalah sedikitpun?"

"Ini soal perasaan Kak, begitu adanya. Gue sudah mencoba jujur sama lo."

Leon bangkit dari tempat duduknya kemudian mengambil tasnya yang tergeletak di samping Jinda dengan kasar. "Gue cabut duluan. Hati-hati pulangnya."

***

Leon tiba di rumah 15 menit kemudian. Tidak ada siapapun di rumahnya karena kedua adiknya sedang berada di tempat les. Leon masih mengalami sakit kepala karena pernyataan Jinda yang tiba-tiba. Setelah masuk ke kamarnya, Leon langsung merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Bunyi yang terus menerus muncul dari benda yang terletak di meja belajar membuat Leon terpaksa harus bangun dari posisi nyamannya.

"Halo, kenapa Dika?"

"Gue boleh main ke rumah?"

Sebenarnya jika Jinda tidak membuat kepala Leon sakit maka ia akan menjawab pertanyaan itu dengan sangat cepat tapi saat ini ia sedang tidak bisa berpikir jernih. Akhirnya Leon menolak rencana kunjungan dari Dika.

Setelah sambungan telepon putus, Leon menimbang-nimbang harus menghubungi siapa di saat seperti ini. Indra dan Yessa jelas akan langsung kebakaran jenggot dan malah memperkeruh suasana. Bicara dengan Vista mungkin kurang tepat karena ia juga kurang menyukai Jinda. Menghubungi Fras tentu bukan pilihan baik karena ia pasti akan ceramah berkepanjangan. Akhirnya Leon menelpon Atha untuk meminta pendapatnya.

"Halo, lo dimana?"

"Di lapangan, baru selesai latihan."

"Bisa ngobrol sebentar?"

"Mau ketemu dimana? Gue lagi sama Renzo juga nih."

Leon betulan panik mendengar jawaban Atha, "jangan ajak Renzo, please."

Terdengar suara tawa dari seberang sana, "gue mencium bau-bau konspirasi."

"Di kafe depan lapangan, setengah jam lagi."

"Oke."

Atha tidak langsung pulang seusai latihan merupakan hal yang jarang terjadi, bahkan beberapa kakak tingkat yang melihatnya masih nongkrong di pinggir lapangan sempat meledek Atha.

"Ngapain jomblo nongkrong sendirian di pinggir lapangan?"

"Gue jomblo berkelas ya."

"Berkelas kok nongkrongnya di pinggir lapangan sudah macam gembel lo hahahaha"

Atha malah ikut tertawa dengan beberapa seniornya itu.

"Tumben lo belom balik?"

"Kepo banget sih lo Ren, yang jelas gue gak nungguin lo."

"Terserah deh, gue cabut duluan ya." Renzo dan Atha bersalaman sebelum berpisah.

Leon mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Atha yang akhirnya ditemukan duduk di sudut ruangan dekat dengan sebuah jendela kecil.

"Sini, sayang." Atha berdiri kemudian melambaikan tangannya ke arah Leon.

Leon menatap Atha horor, "Sayang-sayang, ini bukan kencan ya." Leon menepuk kepala Atha dengan lembaran menu yang ada di atas meja.

"Santai Kak, santai." Atha tersenyum memperlihatkan deretan gigi depannya.

Setelah memesan minuman dan beberapa makanan ringan, Leon menopang dagu dengan tangan kirinya kemudian mulai berbicara. "Gue bisa stress betulan tau gak?"

Bukannya penasaran, Atha justru tertawa dengan nada mengejek. "Jinda ngaku kalo dia suka sama Ren?"

Leon dibuat tercengang dan kehabisan kata-kata.

"Kan gue sudah bilang. Makanya lo tuh gak boleh terlalu sayang sama kawan akhirnya jadi bego beneran kan?"

"Lo ngatain gue bego?" Leon jadi naik darah karena kata-kata Atha.

"Gue tahu lo sebenarnya sudah sadar dari lama, tapi lo menyangkal itu semua dengan alasan gue kenal Jinda, dia gak mungkin suka sama Renzo. Ini cuma perasaan gue aja. Iya atau iya?"

Leon hanya mengembuskan nafasnya dengan kasar kemudian menghadapkan wajahnya ke arah lain.

"Vista pernah cerita sama gue kalo lo dari SMP sudah dekat dengan Jinda dan lo seringkali dimanfaatkan sebagai tempat sampah dia. Setiap dia ribut sama Bhaladika lo pasti jadi tempat sampahnya dan setiap dia happy sama Bhaladika lo akan dianggap transparan tak terlihat. Gue tadinya gak tahu kondisi lo semenyedihkan itu tapi terima kasih pada Sri dan teman-temannya di Lovely yang sudah kasih tahu semua detail cerita ini ke gue."

Leon dibuat kembali tercengang dan ia tidak mampu berkata-kata, kemampuannya untuk berbicara seakan telah hilang.

"Pertemanan lo sama Jinda gak sehat. Gue cuma gak mau lo jadi korban terus menerus. Saran gue lo gak perlu bantu dia buat dekat sama Renzo karena itu akan buat masalah ini semakin rumit. Anggap lo gak tau apa-apa, karena ada saatnya kita perlu mengabaikan orang lain demi kepentingan diri sendiri."

"Tapi... gue jadi terlihat egois."

"Lo gak egois, sekarang lo bisa memilih untuk gak menjadi bagian dari masalah ini."

Leon hanya mengangguk. Sejujurnya ia tidak mengira kalau Atha yang kerjanya hanya bercanda bisa menanggapi masalahnya seserius ini. Bahkan sebelum Leon mulai bercerita, Atha sudah mengetahui semuanya.



CATATAN:

Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata dan karakter yang ada di cerita ini terinspirasi dari teman-teman dalam kehidupan nyata namun beberapa adegan merupakan fiksi.


Terima kasih sudah membaca ;)

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro