8. Ara sakit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pa, makasih ya udah anterin Ara?" ujar Ara.

Devan tak menjawab. Pria itu memilih menyibukan dirinya pada ponsel. Ara tersenyum maklum. Lagipula, orang tua mana yang tidak kecewa dengan kejadian itu.

"Ara masuk ya, Pa? Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Ara memilih turun. Ara menatap sendu mobil Papanya yang melaju meninggalkan kawasan sekolah Ara.

Tak ada sapaan dipagi hari, tak ada kecupan dan pelukan dari sang Papa, dan tak ada lambaian tangan setelah Papanya mengantar Ara ke sekolah.

Sarapan hari inipun, rasanya sangat asing. Biasanya, Ara dan Fatur akan ribut perihal apapun di meja makan. Namun, yang Ara dapat di meja makan tadi hanyalah wajah Fatur yang nyaris tanpa ekspresi.

Jika biasanya Adel menanyakan menu sarapan apa yang Ara inginkan setiap pagi, tadi sama sekali tak ada pertanyaan itu.

Ara menunduk, gadis itu meremas roknya dan menangis. Ara tak mau diposisi ini, Ara ingin hidupnya seperti kemarin, seperti minggu lalu, bulan lalu, atau bahkan tahun-tahun yang sudah berlalu.

"Jangan nangis."

Ara mendongak. Gadis itu mengusap air matanya dan menggeleng pelan. "Kak Danis?" kaget Ara.

"Lo kenapa?"

"Ara gak papa. Kalau gitu, Ara permi—"

Danis berdecak, cowok itu memilih mengusap pipi Ara yang sedikit berair. "Lo tau kan Ra? Gue gak suka liat lo nangis."

Ara terpaku menatap wajah Kakak kelasnya itu. Ara menganggukan kepalanya pelan. "Lo kenapa?" tanya Danis.

"Ara gak papa, Kak."

"Kak Danis, Ara!"

Danis dan Ara mengalihkan pandangan mereka. Ara sontak menepis tangan Danis yang masih berada di pipi Ara. "Ngapain?" tanya gadis itu.

Dia--Jenny. Danis memutar bola matanya malas. Cowok itu memilih pergi meninggalkan Ara dan juga Jenny.

Jenny menatap nanar punggung Danis yang kian menjauh. "Lo pacaran sama kak Danis?" tanya Jenny.

"Gak. Ara sama kak Danis gak ada hubungan apa-apa."

"Ra, lo tau kan gue suka kak Danis? Lo gak ada niatan buat nikung gue, 'kan?" tanya Jenny.

Ara berdecak. Gadis itu hendak pergi, namun Jenny menahan pergelangan tangannya. "Ra, gue aduin Kak Leo ya lo deket-deket sama Danis," ancam Jenny.

Ara menepis tangan Jenny, "Apa sih? Siapa yang deket-deket sama Kak Danis? Jenny kenapa sih sewot banget?" tanya Ara kesal.

"Heh! Kenapa sih?"

Ara dan Jenny mengalihkan pandangan mereka. Keduanya sama-sama diam. Ara memilih pergi meninggalkan Jenny dan juga Hasya yang baru saja datang.

"Ra, tadi berangkat sama siapa?"

Ara menoleh, gadis itu langsung mempercepat langkahnya. Namun, Leo dengan sigap menahan tangan Ara agar menghentikan langkahnya. "Ara lagi ngehindarin Leo?" tanya Leo.

"Leo, Ara piket. Leo ke kelas Leo aja, ya?" ujar Ara.

"Ra, Ara benci sama Leo?" tanya Leo lagi.

Ara melepas tangannya yang dicengkal oleh Leo. Gadis itu kemudian memilih masuk ke dalam kelasnya tanpa memperdulikan Leo yang mematung di tempatnya.

Tangan Leo terkepal di sisi jaitan celananya. Cowok itu mengacak rambutnya dengan kasar.

Di dalam kelasnya, Ara duduk dengan tangan yang menutup wajahnya. Gadis itu lagi-lagi menangis.

***

Jam istirahat, Leo tak menemukan keberadaan Ara di kantin. Cowok itu akhirnya memutuskan untuk berkunjung ke kelas Ara. Namun hasilnya sama, gadis itu tak ada di sana.

Leo mengusap wajahnya kasar. "Ara ... Ara di mana, sih?" gumam Leo.

Leo berjalan dengan lesu menyusuri koidor. Namun, saat di sela-sela perjalanannya, seseorang menepuk pundak Leo.

Leo dengan sigap berbalik, "Apa?" tanya Leo.

"Bang, Ara tadi dibawa ke UKS waktu perlajaran olah raga."

Leo menepuk pundak lelaki berbaju olah raga itu beberapa kali dan berterima kasih. Setelahnya, Leo berlari menuju ke arah UKS.

Cowok itu membuka pintunya kemudian masuk. Di sana, Ara terbaring dengan wajah pucatnya.

Ada Jenny dan juga Hasya yang menemani Ara.

"Ra," panggil Leo.

Leo duduk di kursi yang tersedia. "Ara kenapa?" tanya Leo pada Hasya.

"Ngelamun, kesenggol bola," jawab Jenny cuek.

"Kak, Ara kayanya lagi banyak fikiran deh. Soalnya gak biasanya Ara ngelamun," ujar Hasya.

Leo menghela nafasnya pelan. Ini karnanya. Ara banyak fikiran disebabkan olehnya.

Tangan Leo terulur mengusap kepala Ara dengan pelan. Jempol tangannya terulur mengusap pipi gadis itu dengan lembut. "Ara bangun," bisik Leo.

Hasya yang duduk di samping Leo tersenyum kecut. Gadis itu menundukan kepalanya melihat wajah khawatir Leo.

Jenny yang menyadari perubahan wajah Hasya beralih menatap Leo. "Kak, lo suka sama Ara?" tanya Jenny.

"Bukan urusan lo."

"Kak, gue duluan ya," pamit Hasya.

Hasya langsung beranjak dan pergi meninggalkan UKS. Jenny langsung berlari menyusul Hasya.

Leo mengenggam tangan Ara yang terasa dingin. Diangkatnya tangan itu kemudian mengecup punggung tangannya berkali-kali.

"Ara jangan sakit," pinta Leo.

Ara membuka matanya. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali. Saat mendapati Leo, Ara langsung memiringkan posisi tidurnya memunggungi cowok itu.

Leo menyentuh bahu Ara. "Ara mau sendiri," ujar Ara.

"Ra, maafin Leo."

"Ara mau sendiri, Leo," tekan Ara.

Leo menggeleng, "Ara butuh Leo," ujar Leo.

Ara memejamkan matanya sesaat. Gadis itu kembali menangis tanpa sepengetahuan Leo.

"Tinggalin Ara, Yo."

"Ra," lirih Leo.

Ara mengusap pipinya cepat. Leo membalikan tubuh Ara. Tubuh Leo bergetar kala melihat wajah Ara yang basah akibat air mata gadis itu yang menetes.

Leo terulur mengusapnya, "J-jangan nangis, Ra," pinta Leo.

"Leo yang bikin Ara nangis," isak Ara.

"Ra, Leo---"

"Papa berubah, Mama berubah, bang Fatur juga berubah. Semuanya benci sama Ara. Itu semua karna Leo!" Ara bangkit dan memilih duduk.

Gadis itu menepis tangan Leo yang hendak mengusap pipinya lagi. "Ara benci sama Leo!" tekan Ara.

Leo diam. Cowok itu menganggukan kepalanya dan tersenyum, "Leo emang pantes dibenci."

"Sekarang Ara maunya apa? Leo pergi dari sini? Jauhin Ara? Atau Leo susul Mama Leo aja, Ra?"

Ara menggeleng, "Yo, bukan---"

"Leo juga nyesel, Ra. Kalau Leo sadar, Leo juga gak akan lakuin itu sama Ara."

"L-Leo---"

"Ara mau Leo pergi kan? Leo pergi sekarang."

Leo beranjak. Cowok itu langsung pergi meninggalkan Ara sendirian. Gadis itu mendongak dan mengigit bibir bawahnya menahan tangis.

Namun sialnya, air mata gadis itu kembali menetes.

***

Leo duduk di samping makam Ibunya. Tangannya terulur mengusap batu nisan itu.

Setetes air mata jatuh membasahi pipinya. "Leo kangen sama Mama," lirih Leo.

Sejak bertengkar dengan Ara tadi, Leo memilih membolos dan berkunjung ke tempat peristirahatan Ibunya.

Cowok itu menatap lurus ke arah batu nisan. "Leo pengen ikut Mama," ujar Leo.

"Mama kenapa harus pergi ninggalin Leo?"

Gina meninggalkan Leo sejak cowok itu menginjak usia 7 tahun. Kala itu, Gina meninggal karna ulah Reno yang membawa seorang gadis yang katanya---Hamil anak Reno.

Mamanya syok dan langsung dilarikan ke rumah sakit saat itu. Awalnya Leo tak mengerti. Namun, sejak kejadian dimana Mamanya meninggal, Reno menghilang selama sebulan.

Pria itu kembali dan bilang akan menikah dengan Amel. Malik--Abangnya tak terima, mereka bertengkar dan Reno melakukan kontak fisik pada Malik.

Malik langsung dilarikan ke rumah sakit karna terbentur sisi lemari. Dan Leo menyaksikan darah Malik yang mengucur saat itu.

Di sanalah awal Leo membenci Papanya. Setelah pria itu membuat Leo kehilangan Mamanya, Reno nyaris membuat Malik orang satu-satunya yang sudi mengurus Leo meninggal.

Untungnya Malik masih bisa bertahan sampai saat ini.

Leo menyayangi Malik. Namun, sepertinya Leo sudah mengecewakan Abangnya itu.

"Leo mau nikah sama Ara, Ma. Tapi Ara benci sama Leo."

"Leo iri sama Kenzie yang dapet kasih sayang Papa. Leo mabuk, terus Ara dateng. Semuanya terjadi gitu aja, Ma. Kalau Mama masih ada, Mama juga pasti kecewa sama Leo, kan?" ujar Leo.

Cowok itu memilih berdoa untuk Mamanya. Setelah selesai, Leo langsung mencium batu nisan itu. "Leo pulang ya, Ma?" pamitnya.

Leo beranjak dan memilih pergi meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Gina.

***

"Tapi lo beneran bisa otak-atik mesin motor, kan?"

Leo mengangguk. Setelah pulang dari TPU Leo memilih berkeliling mencari pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh seorang pelajar seperti Leo.

Setelah mencari ke sana kemari, akhirnya Leo berhenti tepat di sebuah bengkel motor yang tidak terlalu besar.

Letaknya tentu saja jauh dari kediamannya.

"Bang, ganti oli."

"Tuh, coba lo ganti. Kalau bisa, lo gue terima."

Leo mengangguk dan memilih membuka seragam sekolahnya. Dengan kaos hitamnya, Leo memilih mengganti oli si pelanggan itu.

Si pemilik bengkel mengangguk-anggukan kepalanya.

"Udah?"

"Udah, Bang."

Si pelanggan membayar. Setelahnya, Leo kembali duduk di depan si pemilik bengkel. "Gimana, Bang?" tanya Leo.

"Yakin, lo? Gajinya gak seberapa soalnya. Apalagi lo mulai kerjanya pas pulang sekolah," ujarnya.

"Gak papalah, Bang. Daripada gue luntang lantung gak jelas," ujar Leo.

"Ya udah, lo gue terima. Di sini ada kamar, kalau misalkan lo males pulang, lo bisa nginep di sini. Gak gede sih, tapi lumayanlah buat tidur doang mah," ujarnya.

Leo mengangguk dan tersenyum, "Makasih, Bang."

TBC

Hallo! Ada yang nunggu AraLeo?

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Ara

Leo

Jenny

Hasya

Danis

Kang bengkel;v

Oke guys see u!

Novel Dari Hanin untukMalik masih bisa dipesan lewat penerbitya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro