Bab 1 : Not My Life (1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hmm...."

Elleanor menahan lenguhan di bibirnya, tepat saat tangan pria itu menjelajah tubuh setengah telanjangnya. Memberi rangsangan pada sepasang bukit kembar yang membusung menantang. Senyuman tipis terbit di bibir lelaki tampan itu. Matanya menatap sorot emerald Elleanor yang mendamba.

"Kau nakal sekali, Ellen," dia tertawa, kemudian melahap dada Elleanor dengan rakus, "biarkan aku yang memberimu pelajaran!"

Saat rangsangan – rangsangan yang menggoda itu mulai menggelitik syarafnya, yang bisa Elleanor lakukan hanya melenguh tertahan. Tangannya meraih wajah pria itu. Kemudian mengecupnya perlahan.

"Your Grace, tolong...."

"Panggil aku Roan." Pria itu meremas dada Elleanor lagi.

Wanita itu mendesah, "Ba- baik, Roan.... hmm..."

Elleanor menahan desahan yang lolos dari bibirnya, saat melirik ke bawah dia bisa melihat pria itu sudah siap. Tegang dan keras. "Tidak ada waktu lagi, pestanya akan segera—akh!"

Sebelum Elleanor menyelesaikan kalimatnya, sesuatu sudah mendorong tubuhnya. Menyusup masuk ke area paling sensitif dan rahasia. Mengguncang seluruh tubuh wanita itu hanya dengan satu dorongan pelan, yang diikuti sentakan – sentakan penuh gairah setelahnya.

***

Tiga puluh menit kemudian....

Suara musik mengalun indah. Dansa akan segera di mulai dan Elleanor Centaury sama sekali belum menemukan pria yang akan menjadi partnernya. Wanita itu menangkat gaunnya sedikit, lalu membungkuk, memberi salam pada tuan rumah yang mengadakan pesta.

"Salam kepada Yang Mulia Grand Duke Andreas Roanoor Cassavero. Bulan yang tak pernah padam." Elleanor kembali berdiri, kemudian tersenyum lembut pada pria di hadapannya. Wanita itu masih bisa melihat letak dasi yang miring dan bagian yang kusut pada kemeja sang duke, bekas permainan mereka sebelumnya.

"Bukankah sudah berkali – kali kubilang? Panggil aku Roan saja. Bagaimana kabarmu, Lady Centaury?" Grand Duke mengambil tangannya, kemudian mengencupnyna singkat. "Apakah Juliette dan Jason makan dengan baik?"

Sambil menatap Roan, Elleanor berdecih samar. Setiap kali seallu begini. Roan akan berpura – pura bodoh di depan semua orang. Dia akan mengatakan kalau mereka tidak punya hubungan apa – apa. Bahkan lelaki itu juga tak pernah memanggil nama depannya seperti saat mereka bercinta.

Namun untuk menanggapi Roan, Elleanor tetap tersenyum malu – malu. "Keduanya sangat baik karena perhatian Anda, Your Highness."

"Syukurlah, jadi apakah Lady mau berdansa dengan...."

"Lady Alicia Javes memasuki ruangan!" Ucapan Grand Duke terpotong dengan pengumuman kedatangan seseorang.

Elleanor tersenyum, tapi tangannya mengepal. Seorang gadis muda dengan rambut keemasan yang cantik dan mata biru yang bersinar memasuki ruangan. Dia mengenakan gaun berpotongan lengan sabrina dengan renda cantik bersulam mutiara di bagian bawahnya. Wajah polos yang menunjukkan kemurnian, serta senyum secantik malaikat. Roan menghampirinya, kemudian mengambil tangannya dan membawa wanita itu ke lantai dansa.

"Alicia Javes...." Elleanor tersenyum miring. Ia membawa segelas sampanye dan menaburkan sesuatu di sana.

Sambil menunggu Alicia selesai berdansa dengan Grand Duke muda yang tampan, Elleanor menggoyangkan gelasnya perlahan. Lalu setelah lagunya selesai, wanita itu menghampiri Alicia, dan menyodorkan segelas sampanye padanya. Tanpa berkata apa – apa, Elleanor pergi sementara Alicia meneguk sampanye itu sampai tandas.

"Mari berhitung."

Seringai senyuman terukir dari bibir merah muda yang menggoda.

"Satu tangkai bunga," suaranya yang lembut bersenandung pelan. "Dua mata elang."

"Tiga tali gantung .... empat roda kereta kuda." Mata yang bersinar cerah seperti kristal emerald itu menyipit, sebelum akhirnya teralih fokus dengan hal lain yang baru saja lewat di depan mata.

Senandungnya seperti bisikan halus. "Lima ... ayo mati."

BRUK!

"KYAAAAAAAA!"

Teriakan memenuhi ruangan pesta. Semua orang panik dan keributan pun terjadi. Para penjaga di kerahkan, mereka mencari ke setiap sudut. Meja – meja prasmanan berantakan. Ballroom yang cantik seketika tercabik – cabik pasukan penjaga. Mereka mencari seseorang. Lady yang meracuni calon saintes ... Alicia Javes.

Elleanor membuka pintu ke balkon, kemudian menutupnya perlahan. Semilir angin yang menerpa wajahnya membuat wanita itu tertawa.

"Menurutmu itu lucu, Lady Centaury?" suara bariton yang sangat dikenal Elleanor terdengar dingin dan menusuk.

Grand Duke Cassavero berdiri di sana. Mata ambernya menyorot tajam bagai elang. Ekspresinya datar, dan suaranya dingin. Tak ada emosi yang terpancar, tapi Elleanor bisa merasakan aura membunuh yang kuat darinya. Di sekitar pria itu menguar energi kehitaman yang semakin pekat.

"Apa kau tahu, apa yang baru saja kau lakukan, Elleanor?" Tatapan tajam Roan sangat menusuk.

Elleanor tersenyum, ah ... itu adalah pertama kali Roan memanggil namanya, kan? Bukan Lady Centaury, melainkan Elleanor. Haruskah ia merasa bangga sekarang?

"Ku ulangi pertanyaanku, apa kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?!" nada bicara pria itu meninggi, tapi Elleanor sama sekali tidak merasa takut.

"Yang saya lakukan?" Elleanor bertanya tanpa rasa bersalah. "Membunuh Alicia Javes?"

Pedang langsung teracung di lehernya. Sang Duke baru saja menarik pedang dengan satu gerakan cepat. Elleanor tak berkutik, tapi dia tak menghindar. Ujung pedang itu menggores kulitnya. Sedikit darah mengalir dari luka sobekan kecil itu.

"Anda bisa membunuh saya sebagai gantinya, Tuan Grand Duke." Elleanor menatap mata amber yang berkilat marah itu. Dia tahu bahwa tak ada kebencian di sana, tapi tak juga ada cinta.

Pria ini hanya marah.

Marah karena Elleanor sudah mengambil satu – satunya harapan hidup Grand Duke muda yang sudah hidup selama hampir seribu tahun ini.

"Kenapa kau melakukannya?" Suara baritonnya menunjukkan kesedihan, akan tetapi kemarahan jelas lebih pekat. "Aku membantumu, tapi kenapa kau...."

"Karena saya mencintai Anda, Your Highness." Elleanor mengucapkan itu dengan wajah tanpa ekspresi.

"Alicia Javes adalah satu – satunya harapanku! Kalau kekuatan saintesnya sudah bangkit, maka dia akan-"

Tangan Elleanor menarih mata pedang yang terarah padanya. Benda tajam itu menggores tangannya, dan darah mulai merembes dari sana. Grand Duke Cassavero kehilangan kata – kata. Pria itu terperangah saat Elleanor menatapnya dengan mata kosong. Sorot emerald yang indah dan biasanya penuh harap itu kini redup. Ia dapat melihat keputus asaan di dalam mata wanita muda itu.

Elleanor Centaury .... sebenarnya kenapa? – batin Roan bertanya – tanya.

"Anda bisa membunuh saya." Elleanor tidak meringis sama sekali. "Itu lebih baik dari pada melihat Anda dengan wanita lain."

Pedang yang dipegang Grand Duke Cassavero terjatuh. Elleanor tersenyum miring. Dia mengambilnya. Elleanor tahu kalau pria yang ada di depannya saat ini sama sekali tidak seperti yang dibicarakan orang – orang. Dia bukan monster sihir seribu tahun. Dia bukan manusia terkutuk yang tak bisa mati. Dia juga bukan sosok legenda yang mengancam posisi kekaisaran. Roan hanya ... manusia biasa.

Seorang pria dengan banyak luka.

Elleanor menatap mata keemasan itu dengan lekat. Tangannya memegang handle pedang dengan terbalik. Wanita itu mengarahkan ujung pedang kepada dirinya sendiri. Roan terkejut melihatnya. Mata ambernya membola, namun terlambat.

JLEB!

Dalam satu gerakan cepat dan singkat, Elleanor menusuk jantungnya sendiri. Pedang panjang dan tajam itu menembus tubuh. Membuat nyawa dalam tubuhnya melayang dalam sekejap. Singkat dan tanpa rasa sakit.

Saat tubuh Elleanor ambruk ke depan, Grand Duke Cassavero mencoba mencabut pedangnya. Dan tak lama kemudian pasukan penjaga membuka pintu balkon. Adegan saat Roan mencabut pedangnya terkesan seperti Sang Grand Duke lah yang membunuh wanita itu.

Mereka semua mundur karena takut.

Roan menarik napas dalam – dalam, wajahnya berubah tanpa ekspresi dengan sepasang mata tajam yang terlihat dingin. Suara baritonnya penuh dengan penekanan. "Wanita ini adalah orang yang meracuni Lady Alicia Javes. Dia pantas di hukum mati, kan?"

Dengan sisa kesadaran terakhirnya, tepat sebelum kematian menjemput, Elleanor menatap sorot mata amber yang memandangnya dari kejauhan. Sampai semuanya menjadi pudar dan lebih pudar lagi. Lalu kegelapan mulai menjemput Elleanor. Menarik tubuh wanita itu ke dasar.

Menenggelamkannya ke dalam kehampaan yang nyata.

Jadi ... apakah aku sudah mati?

Sunyi.

Hening.

Gelap.

Hampa.

Di dalam kegelapan itu sesuatu seperti bintang mendadak datang.

Teng!

Teng!

Teng!

Sebuah jam besar muncul dan berdentang dengan sangat keras. Jarum jamnya berputar mundur dengan sangat cepat. Kemudian, ketika waktu sudah di putar ulang ... keadaan kembali ke titik awal. Tempat di mana semuanya baru di mulai!

Ini.... di mana?

>><<<

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro