Bab 2 : Not My Life (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Osein, Musim Semi ke-27, Tahun 1108, Kalender Kekaisaran Deandrez.

Mata emerald yang bulat dan lentik itu mengerjap beberapa kali. Semilir angin musim semi yang lembut menerpa wajahnya. Kulit halus dan kenyal itu tampak pucat kemerahan. Dari jendela tercium aroma bunga yang baru mekar di pekarangan.

Anjir! Sumpah demi apa, gue kerja sampe kebawa mimpi gini? Mana mimpinya nyata banget lagi!

Tubuh mungil itu merenggang dengan susah payah. Berusaha untuk berguling, telentang, tengkurap, dan mengangkat tangan serta kaki.

Duh .... woy! Kok badan gue kaku banget, dah? Kemaren gue abis ngapain sih? Gara- gara mabok sama si bos? Pas pulang gue nyungsep kali, ya?

Sepasang mata kehijauan jernih yang bulat itu mengerjap.

Tapi kok kayaknya semua jadi lebih gede gitu ya? Gue salah makan jamur magic kagak sih ini? Aneh banget. Kenapa rasanya gue kayak di kurung gini ya?

Pandangan matanya melirik pada sebaris besi yang berjajar rapat membentuk pagar. Di atas kepala ada sebuah mainan lucu yang berputar dan berbunyi kerincing.

Lho, ini kayak kenal deh. Bentuk ranjangnya ... mainan di atas kepala ... kayak ranjang bayi bukan, sih?

HAHAHA NGACO LO THALIA!

Mata Emerald itu sekali lagi menyisir keadaan di ruangan.

Hahaha anjir, kok jadi serem sih. Jangan bilang gue beneran jadi bayi?!

Nggak! Nggak! Sadar dong Thalia! Kerjaan lo halu mulu sih. Masa iya lo masuk ke dunia lain? Lo isekai gitu kayak yang di komik – komik korea itu?

No way! Pasti ini bercanda. Ada yang nge-prank gue kan?

Thalia menarik napas, kemudian mencoba melihat tangan dan kakinya sendiri. Kecil, mungil, dan pendek.

WHAT?!

GUE JADI BAYI?

Seriusan, Thalia, lo jadi bayi?!

Aaaarrgghhhh!

Sial! Sial! Sial!

Nggak ... ini pasti halu. Kalo bukan ya mimpi!

Tuhan Yesus, tolonglah hambamu yang sedang halu ini.

Bangunkan hamba ya Tuhan.

Hamba janji akan sering ke gereja setelah ini.

Hamba minta maaf dan mohon ampun karena selama ini kristen KTP ya Tuhan.

Hamba janji akan ke gereja tiap minggu, bukan pas natal doang ya Tuhan!

Tolong bangunin hamba ya Tuhan!

Mimpi ini lama – lama serem ya Tuhan!

Thalia terus berdoa, akan tetapi tidak ada yang berubah. Dia mencoba kembali tidur, namun itu juga tidak membuatnya kembali ke dunia nyata. Wanita itu menyadari kalau sekarang bentuk tubuhnya adalah seorang bayi. Satu – satunya hal yang bisa dila lakukan hanya telentang saja. Bahkan untuk melihat tangan dan kakinya sendiri butuh usaha ekstra!

Sialan! Sialan!

Kaki mungil nan pendek Thalia terus menendang – nendang, dan tepat pada saat itu seseorang masuk ke dalam ruangan. Thalia menoleh dengna susah payah. Pandangannya belum terlalu bagus. Tapi dia bisa melihat kalau itu adalah seorang wanita berambut ash brown dengan mata biru. Wanita itu mungkin berusia di awal dua puluhan. Bahkan Thalia tidak yakin.

Ini kek anak SMA yang hamil di luar nikah ga sih tampangnya? Mukanya bocil banget banget si anjir!

Wanita itu memiliki wajah yang cantik. Mata biru dan rambut coklatnya yang agak keabu – abuan tampak unik. Ia terlihat anggun dengan gaun panjang yang menjuntai sampai menutupi kaki. Tangannya berpotongan sedikit mengembang dengan sedikit aksen renda di pinggang dan sekitar dada.

Gilaaaaak bajunya!

Ini Mbak-nya mau kondangan apa gimana, dah?

Ini zaman apaan woy!

Dengan senyuman mengembang, wanita itu mendekati ranjang bayi Thalia dan mengangkatnya dengan mudah. Thalia sempat meronta, tapi begitu menyadari kalau dekapan wanita itu sangat nyaman, ia berhenti memberontak.

"Bayiku yang cantik, ada apa? Apa udaranya panas? Atau kau merasa bosan, Sayang?" wanita itu menimang tubuh Thalia dengan lembut.

Tak lama kemudian seorang gadis muda dengan pakaian pelayan masuk ke dalam dan membungkuk kepada wanita yang tengah menggendong Thalia.

"Nyonya, Tuan Count sudah sampai dan segera naik ke sini untuk memberi nama Nona."

Hah? Apa? Gimana? Gimana .... gue siapa? Gue di mana?

Thalia melirik wanita yang tampaknya merupakan ibu kandungnya di sini, dan wanita itu langsung tersenyum begitu menyadari kalau Thalia menatapnya.

"Baik, aku akan menunggu Joseph di sini."

Pelayan itu kemudian pergi, menyisakan Thalia dan wanita muda itu sendirian. Dia menimang Thalia dengan penuh kasih sayang. Matanya sayu, dia juga tampak sedikit lelah, tapi setiap kali mata mereka bertatapan, wanita itu akan tersenyum.

Gue jadi kangen Mama. Sekarang Papa, Mama, sama si Dede lagi ngapain ya?

Beberapa saat kemudian seseorang pun masuk. Thalia meliriknya. Kali ini seorang pria. Dia cukup tampan dengan tubuh tinggi yang atletis. Rambutnya kecokelatan dan matanya hijau jernih seperti permata. Dia mengecup wanita yang menggendong Thalia dan berganti mengangkat Thalia kecil ke dalam dekapannya.

Anjir si bapak ... nggak enak banget gendongannya.

"Putriku yang cantik, mulai sekarang namamu adalah Elleanor Centaury." Pria itu mengecup pipi gembul Thalia, kemudian memeluknya lagi. "Maaf karena ayah baru pulang sekarang, Ellen."

Duh, nama gue Thalia, bapaaaak!

Thalia Maurer!

Bukan Elleanor Taury – Taury itu!

Thalia terus meronta di dalam dekapan Joseph, dan itu membuat wanita yang ada di depannya tertawa. Thalia mengulurkan tangannya dan minta di gendong oleh wanita itu saja.

"Oh, jadi Ellen mau sama Ibu?"

Thalia mengangguk.

Joseph terpaksa mengembalikan putrinya pada sang istri. "Aku masih mau memeluknya, Carren."

"Sepertinya pelukanmu tidak nyaman, Josh."

Pria itu cemberut, kemudian merentangkan tangan pada Thalia. "Nah, Ellen ... ayo ikut ayah!"

Gue mau pulaaaaang!

Thalia memalingkan muka, dia bergelung nyaman di dalam dekapan Carren.

"Ellen menolakmu, Josh!" Carren tertawa. "Sepertinya dia marah karena kau baru kembali sekarang."

"Ayolah, Ellen! Ayah sudah memberikan nama yang cantik untukmu, kan?" Joseph masih menjawil pipi Thalia dengan gemas.

Aduh, ini bapak kenapa sih... pipi gue woooy!

Gendongan Thalia pun berpindah lagi dengan mendadak.

"Biarkan aku memberikan sedikit berkat Dewa Qirian padamu, Ellen." Joseph mengangkat Thalia ke dalam pelukannya, kemudian mengayunkan tubuh bayi Thalia selama beberapa saat.

Plisss, jangan di kocok – kocok, ntar gue muntah!

Oke, bapak. Oke, fine! Gue bakal diam. Berhenti goyang – goyangin gue dengan barbar!

Ini gue lagi di timang – timang atau lagi naik kora – kora sih?!

Thalia yang sudah lelah meronta – ronta, akhirnya diam dan membiarkan Joseph melakukan apapun padanya.

"Atas nama Dewa Qirian yang memberikan cahaya dan harapan untuk seluruh benua ini. Mohon bagikanlah sedikit berkatmu untuk putri kami yang bernama Elleanor Centaury. Lindungi dan jagalah ia sebagaimana malaikatmu menjaga Sang Dewa."

Joseph mengusapkan tangannya ke kepala Thalia, dan muncul sebuah cahaya putih bersih yang mengalir dari tangan pria itu. Dengan perlahan Joseph mengusapkan berkat Dewa Qirian itu ke wajah bayinya.

Buseeettt ini apaan lagi?

Thalia memejamkan mata saat cahaya itu diusapkan ke wajahnya.

Ajaib!

Dalam sekejap berbagai ingatan dan hal – hal yang terlupa masuk sekaligus ke dalam kepala Thalia secara bersamaan. Rasa sakit yang menusuk membuat Thalia tidak tahan dan akhirnya menangis. Namun, lebih dari pada itu ... ada satu hal yang benar – benar Thalia sadari.

Saat ia membuka mata, mendadak tubuhnya menggigil dan gemetar. Matanya mencelak ketakutan.

Tunggu sebentar ....

Elleanor Centaury kan ... salah satu tokoh novel yang gue tulis dan gue bunuh di bab pertama?!

GILAAAAAA AAAAAKKHHH...!

>>><<< 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro