3. Girls Night Out

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

'I got one less problem without you.'
-Ariana Grande-

***

"What? Kau pasti bercanda," komentar Arya nyaris tersedak ketika Poppy membuka rahasia Heath. Dia menarik tisu di depannya berbarengan Alexia yang ikutan tercengang.

"Demi Tuhan yang mau menurunkan hujan uang, Arya," ujar Poppy meyakinkan sahabatnya. "Sebentar, aku mau ambil foto buat laporan ke Joey." Dia memasang kacamata hitam lalu mengacungkan jari tengah dengan ketiga temannya di belakang berlatar kafe dekat Golden Skate. Tak peduli lalu lalang orang mengatainya aneh, Poppy mengirim foto tersebut kepada sang kakak.

"Testosteronnya yang ya... bisa kita lihat bersama-sama kalau hal itu tidak menunjukkan Heath punya ketertarikan seksual terhadap sesama," sambung Alexia. "Maksudku wujud teman Joey lebih kekar daripada Ryder dan auranya melebihi pembunuh bayaran."

Poppy mencebik pelan selagi mengibaskan tangan. "Seseram-seramnya dia, kenapa pula tunduk dengan perintah Joey? Kakakku sendiri yang bilang alasannya meminta bantuan Heath karena dia gay."

"Korelasi dengan status gay apa?" Norah menimpali masih tak memahami jalan pikiran Joey. "Karena Heath bakal tidak terangsang saat melihat wanita, jadinya Joey percaya?"

Anggukan Poppy menjawab pertanyaan Norah.

"Tidak masuk akal. Sekarang pelaku kriminal tidak memandang status seksual mereka," gerutu Alexia geleng-geleng kepala.

"Tapi, Heath tampan," puji Arya menopang dagu. "Kuakui sangat tampan dan mataku tidak bisa berbohong."

"Sayangnya gay. Kita berempat tidak mendukung gay," ujar Norah ikut-ikutan menyangga wajah sembari menghela napas panjang. "Tuhan menciptakan lubang dan kunci, bukan kunci dan kunci atau lubang dan lubang."

Obrolan itu mengundang gelak tawa sampai Arya kembali bersuara, "Apa mungkin dia menyukai kakakmu?"

"Nah..." Poppy menepis dugaan tersebut. "Joey straight dan Dad tipikal orang religius. Pasti dia tidak segan-segan menendang Joey jika punya penyimpangan. Aku juga tahu siapa kakakku, Arya. Dia hanya terlalu protektif karena baginya aku ini masih anak-anak."

"Aku bisa memahaminya sebagai kakak Jhonny," sahut Alexia. "Kami seperti tangan panjang orang tua yang ingin melindungi adik-adik kami."

"Sudahlah, jangan membicarakan nasib malangku ini, gurls," putus Poppy meraih gelas dan menyeruput lattenya. "Aku hanya harus bertahan selama beberapa bulan. Tanpa uang. Tanpa mobil."

"Bagaimana kalau kita ke Magic Mike malam ini?" Norah mendadak mencetuskan ide yang langsung dibalas anggukan ketiga temannya dengan mata bersinar cerah. "Kita akan dandan di mobilku. Demi menghibur Poppy atas kesialannya bersama Heath."

"Oke... aku suka ini!" seru Poppy kegirangan lantas menonaktifkan ponselnya. "Sorry, aku tidak suka acara kita diganggu orang tak penting."

###

Bukan Poppy namanya bila tidak melewati batas-batas yang ditetapkan oleh Joey. Benar kata Alexia, aturan ada untuk dilanggar, hidup di Eropa yang terlalu terikat oleh orang-orang kaku menjadikan karakternya ikut-ikutan terbelenggu dan merindukan kebebasan. Ah, andai kata tabungannya cukup banyak, ingin sekali Poppy hengkang dari London dan hidup seorang diri di New York atau Los Angeles atau di negara Indonesia, Bali misalnya.

Menjadi diri sendiri di tanah orang asing tanpa peduli siapa yang akan melihatmu bertingkah aneh.

Dalam sedan hitam Norah, dia memulas lipstik merah menyala sedangkan yang lain menata rambut atau sekadar mengatur ulang riasan. Setelahnya menyemprotkan parfum Poison Dior miliknya yang bisa terendus oleh hidung-hidung para pria tampan di Magic Mike. Malam ini Poppy berharap dirinya yang ditarik ke atas panggung tuk mendapat satu buaya yang bisa digoda.

Ada alasan lain kenapa gadis itu diam-diam mengiakan ajakan Norah. Bila ada penonton lain merekamnya dan tidak sengaja viral, hal itu bisa jadi senjata agar Heath diamuk oleh kakaknya.

Kalau lelaki itu lalai mengawasi dan seharusnya menjemput Poppy pukul lima sesuai permintaan Joey.

"Indahnya memancing masalah," gumam Poppy memajukan bibir di kaca mobil dsn berlagak genit. "Come on," ajaknya keluar dari mobil dan sengaja meninggalkan ponselnya di dasbor Norah.

Udara musim panas memang sialan cocok dinikmati bersama teman daripada diam mematung di apartemen tanpa bisa melakukan apa-apa. Ditambah pakaiannya begitu minim berupa mini skirt denim yang dipadu tank top serta knee high boots. Toh, Harold memberinya libur besok jadi tidak masalah jika Poppy menguras energinya di Magic Mike kan?

"Tolong ingatkan aku sudah punya Nathan, Tuhan," bisik Arya mengepalkan tangan sembari memejamkan mata. "Nathan sorry, mataku tidak bisa mengelak pria tampan di dalam."

"Dasar kekanakan," cibir Norah lantas menggandeng Arya masuk ke dalam gedung Magic Mike yang ada di kawasan Soho.

"Aku juga begitu," bisik Alexia kepada Poppy. "Ryder melarangku ke sini."

"Kakak dan adik sama saja," ledek Poppy.

Mereka berempat diambut oleh ratusan penonton yang didominasi kaum hawa. Panggung pertunjukkan berbentuk lingkaran di tengah-tengah gedung yang memungkinkan penonton bisa puas melihat dari lantai dua. Ada pilar-pilar kayu juga tangga yang dibiarkan menggantung di sisi kiri sebab biaanya para penari pria bakal menunjukkan aksinya di sana. Lampu-lampu sorot berwarna biru dan ungu terkadang merah mendominasi seluruh tatanan panggung membuat suasana kian membangunkan gairah.

Maka pantas saja bila tempat ini selalu ramai dikunjungi perempuan sebagai pelarian atas cinta yang mematahkan hati atau sekadar mencari penyegaran diri. Selain itu, sebagai penggemar tetap Magic Mike, tentu Poppy dan ketiga temannya selalu memilih tempat duduk paling depan supaya bisa berinteraksi langsung bersama para pria menawan bertelanjang dada. Tak jarang pula, sesekali pria-pria itu berbisik meminta kenalan seperti yang dialami Alexia maupun Arya.

Poppy menaikkan bra berenda yang tertutup oleh tank top supaya belahan dadanya makin terpampang. Kemudian dia menyugar rambut panjangnya ke samping siapa tahu salah satu dari penari nanti membisikkan nama atau tempat ketemuan. Dia terkikik geli membayangkan betapa murka Joey kepada Heath nanti.

Tak berapa lama belasan pria mengenakan jeans yang memamerkan lekuk tubuh menggiurkan masuk ke arena panggung membentuk formasi. Cahaya yang tadinya bersinar lumayan terang lamat-lamat redup sesuai ketukan musik yang dimainkan oleh Ginuwine. Kontan semua yang hadir di sana menjerit karena teringat aktor tampan Channing Tatum menggunakan lagu ini dalam film yang mengusung nama yang sama.

"Holly molly," desis Norah di sebelah Poppy saat tanpa sengaja tangannya menunjuk seorang pria bertato ular di lengan juga bahunya. Pria berpotongan comma hair itu tengah mengunyah permen karet yang menjadikannya makin menggoda seperti sepotong kue yang baru keluar dari pemanggang. Menyadari dirinya diperhatikan oleh Norah, dia mengerlingkan mata. "Jesus!"

Semakin lama semakin kencang entakkan musik selaras goyangan pinggul para penari. Jeritan tak terelakkan memekakkan telinga termasuk Poppy. Apalagi saat para lelaki bersimpuh di atas lutut mengitari pinggiran panggung seraya menaik-turunkan pinggul yang pasti membuat kaum hawa meneteskan air liur membayangkan bila mana hal tersebut terjadi di atas ranjang.

Poppy tidak akan menyangkal setiap kali melihat pertunjukan ini, tubuhnya dibuat meremang dan ada sesuatu yang mendobrak-dobrak sanubarinya untuk merasakan surga dunia. Pangkal pahanya berdenyut-denyut membutuhkan sebuah pelepasan.

Sialnya, hal itu berbanding terbalik dengan pengalaman bercinta Poppy yang nyaris di titik nol. Sejak remaja, Joey selalu mencekokinya pendidikan seks dini dampak HIV/AIDS yang mengerikan. Tak segan-segan pula Joey menempel poster berbagai macam penyakit kelamin yang akhirnya mengundang rasa mual di perut.

"Kau terobsesi masuk kedokteran untuk membunuhku, Joey!" bentak Poppy melepaskan poster-poster mengerikan itu.

"Supaya kau bisa menentukan lelaki mana yang bisa kau tiduri untuk seumur hidup bukan asal main sana main sini!"

"Dasar gila!" umpat Poppy mengejar Joey.

Memang benar dia sering bercumbu bukan berarti menyerahkan tubuhnya begitu saja. Dia bakal selalu meminta teman kencannya menggunakan jari atau lidah alih-alih kejantanan mereka sekalipun telah dilapisi pengaman. Ada ketakutan tersendiri dalam Poppy bila terlalu menerobos batas yang satu ini. Tentu bayangan penyakit kelamin itu terpatri terlalu jelas di alam bawah sadarnya.

Maka dari itu, vibrator adalah penyelamatku.

Bibirnya tersenyum manakala seorang pria berambut panjang sebahu-sialnya mirip Heath menarik tangan Poppy dan mengecup pelan seraya mengerling nakal. Lelaki berotot menawan itu melingkarkan sebelah tangannya sembari berbisik, "What's your name, Pretty girl?"

"Poppy."

"Wanna dance?"

Poppy menggangguk begitu saja membuat ketiga temannya bertepuk tangan memberi semangat. Dia melempar ciuman jauh saat dirinya diangkat menuju panggung bersama penonton lain.

Dua kursi disediakan dan Poppy duduk di atasnya ketika pria itu menari-nari erotis menggoda dirinya. Dia berusaha menahan semburat merah di pipi meski bibirnya tak mampu menenggelamkan senyum ingin membalasnya dengan ciuman liar. Bola mata Poppy tidak bisa berpindah barang sedetik dari pemandangan menggiurkan di depannya, bagaimana si pria tanpa nama ini menarik tangan dan membawanya menyusuri lekukan pahatan dada yang...

Oh God...

Selanjutnya dia mengajak Poppy berdiri dan tidak disangka-sangka tubuhnya diangkat hingga tungkainya melingkari pinggul lelaki itu. "Thanks sudah melihat penampilanku, Pretty girl."

Poppy menundukkan wajah dan berbisik, "Thanks for turning me on."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro