1. Sign of the Times

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Just stop your crying. It's a sign of the times." - Harry Styles

Tidak ada firasat apa pun selama perjalanan pulang menuju apartemen keluarga kami. Ayah memintaku dan Vita untuk hadir pada makan malam keluarga kecil kami hari ini. Untunglah bertepatan dengan jadwal kepulanganku dari Stockholm, Swedia setelah konferensi Hari Lingkungan Hidup Dunia.

Rolls Royce yang dikendarai supir kami sudah memasuki basement apartemen dan langsung mengarah pada lift mobil. Setiap pemilik atau penyewa apartemen di sini memang bisa memarkir mobil tepat di depan unit mereka.

Setelah membantu mengeluarkan koper dari mobil, sopir kami pamit untuk kembali pulang. Aku mengucapkan terima kasih sebelum masuk ke dalam apartemen. Tempat keluarga kami tinggal sebenarnya adalah apartemen dua unit dengan masing-masing tiga kamar tidur. Namun, sebagai salah satu pemilik saham terbesar di apartemen ini, Ayah bisa mengatur adanya tangga yang menyambungkan dua unit serta mengubah susunan desain interior.

"Halo, sayang." Bunda menyambutku di ruang depan.

Kusambut uluran tangan Bunda dan mencium punggung tangannya. Ritual dalam keluarga yang tidak boleh terlupakan. Bunda memeluk tubuhku dengan hangat. Rasanya aku langsung tenggelam dalam kasih sayang dari orang yang telah melahirkanku 28 tahun lampau.

"Kamu pasti capek banget ya, sayang? Mandi dan istirahat dulu baru nanti kita makan malam. Masih ada waktu lima jam lagi. Kamu bisa tidur supaya nggak jetlag."

Penerbangan yang memakan waktu 18 jam itu memang membuatku sedikit jetlag. Mendengar ucapan Bunda, aku langsung mengangguk dan menyeret koper ke dalam kamar. Kuperhatikan kamar yang bersih dan tertata rapi tepat seperti sebelum kutinggalkan seminggu yang lalu. Kuputuskan untuk mandi terlebih dulu sebelum beristirahat.

Matahari sudah condong ke arah barat saat aku terbangun. Rasanya tubuh ini lebih segar dan bertenaga. Aku meregangkan tubuh dan bangkit dari tempat tidur setelah mengecek ponsel untuk melihat siapa tahu ada pesan dari Sena, sahabatku.

Aku keluar dari kamar setelah kembali membersihkan diri dan memakai pakaian yang lebih rapi daripada pakaian tidur. Kupilih atasan putih polos yang dipadu dengan celana highwaist kulot berwarna abu-abu.

Bunda masih sibuk menghidangkan masakan sementara Ayah dan Vita belum muncul. Senyum terbit di wajah Bunda yang masih terlihat cantik itu. Kucium pipinya dan menawarkan bantuan yang langsung diterima dengan senang hati.

Tepat ketika kami selesai menata meja, Ayah dan Vita datang. Seperti biasa, adikku itu terlihat luar biasa. Terkadang aku merasa kalau kami seperti saudara jauh. Tidak ada bagian dari diriku yang mirip dengannya terutama di bagian ukuran tubuh.

Vita memiliki bentuk tubuh ideal. Dia rajin merawatnya dengan berolahraga teratur dan terutama mengatur pola makan. Meskipun terlihat judes dan galak, sebenarnya adikku itu baik hati. Di samping Vita, aku persis seperti bola yoga.

"Halo, sayang! Kamu sehat, Nak?" Ayah terlihat ceria meskipun wajahnya sedikit tirus. Dahiku mengernyit saat melihat Ayah.

"Sehat, Yah. Ayah sehat? Zana lihat sepertinya Ayah kurusan, deh," kujawab pertanyaan Ayah setelah mencium punggung tangannya dengan takzim. Ayah hanya tertawa mendengar ucapanku, lalu duduk.

Ayahku adalah Endraswara Tranggana, pemimpin tertinggi dari PT Tranggana Lotus Rayon, sebuah perusahaan produksi pakaian siap pakai yang cukup besar. Kekayaan keluarga kami boleh jadi tidak akan habis dalam empat keturunan, tetapi hal yang paling membuatku merasa bersyukur adalah kehangatan dalam keluarga kami. Seperti halnya hari ini. Di tengah kesibukan, kami menyempatkan diri untuk berkumpul.

Makan malam keluarga kami dipenuhi dengan obrolan hangat seputar kegiatan yang berlangsung selama aku pergi ke Stockholm. Meskipun tidak seperti fine dining, makan malam resmi keluarga kami juga memiliki urutan makanan pembuka, menu utama, dan penutup. Aku hanya tertawa saat Vita melotot melihatku menghabiskan semua menu sampai tandas.

"Sis, aku tahu kamu punya banyak kelebihan, tapi tolong, dong. Jangan kelebihan berat badan," sindir Vita saat melihat custard karamel yang menjadi makanan penutup kami, habis tidak bersisa.

"Biarlah, Vit. Santai saja. Pusing aku, tuh, kalau mesti mikirin diet segala macam," sahutku santai sambil meminum sparkling water yang disajikan. Vita bersikap seolah-olah putus asa dengan kesantaianku dengan berat badan berlebih. Padahal memang aku tidak masalah dengan bentuk tubuh. Buatku beauty come from inside. Percuma cantik dan langsing kalau hatinya busuk. Tentu saja ungkapan ini tidak kuucapkan pada Vita. Dia pasti akan langsung mengamuk dan berkata lebih baik lagi cantik, langsing, dan berhati baik.

Setelah makan malam, Ayah berdeham. Melihat dari cara tangan Ayah yang terulur untuk menggenggam jemari Bunda, firasatku mengatakan bahwa ada hal penting yang akan mereka sampaikan.

"Anak-anak, Ayah mau memberitahu sesuatu pada kalian." Ayah memulai lalu memandangi Bunda yang tersenyum dan mengangguk.

"Ayah memiliki masalah di kelenjar getah bening. Awalnya Ayah hanya merasa cepat lelah dan ada pembengkakan di bagian ketiak. Pemeriksaan dokter beberapa hari lalu memperlihatkan kalau ada masalah pada kelenjar getah bening Ayah."

Mataku mengerjap saat mendengar penuturan Ayah. Tiba-tiba timbul ketakutan dalam hatiku. Air mataku merebak dan jatuh bercucuran. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Ayah? Laki-laki yang menjadi cinta pertama dalam hidupku itu tersenyum menenangkan saat melihat raut wajahku.

"Nana, Ayah nggak akan pergi selamanya. Cuma ke Singapura untuk pengecekan. Mungkin juga biopsi." Ayah berdiri lalu melangkah menuju kamar. Saat keluar, bisa kulihat di tangan beliau ada berkas-berkas.

"Ini hasil lab dan pemeriksaan Ayah," kata Ayah seraya memberikan berkas-berkas itu padaku dan Vita. Kami berdua memeriksanya dengan seksama.

Hasil lab dan pemeriksaan memang mengatakan bahwa ini bukan berarti kanker kelenjar getah bening. Namun perlu ada penegakan diagnosa melalui biopsi dan pemeriksaan lebih lanjut.

"K-kapan perginya, Yah?" Susah payah kutahan tangisan ini.

Sepanjang hidupku, Ayah jarang sekali terlihat sakit. Beliau senang dan rutin berolahraga serta mengatur pola makan. Bahkan Ayah jarang sekali makan makanan yang kurang sehat seperti fast food. Kini tahulah aku kenapa Ayah terlihat kurus. Mungkin beberapa hari ini beliau juga memikirkan tentang masalah kesehatannya.

"Mungkin akhir bulan, Na," jawab Ayah pelan. Bunda perlahan menepuk punggung tangan Ayah. Mereka berdua berpandangan dan tersenyum saling menguatkan. Pemandangan ini membuatku berangan-angan bahwa kelak saat memiliki pasangan, aku bisa ada di momen tersebut. Cinta yang saling menguatkan.

"Bunda akan menemani Ayah selama pemeriksaan dan pengobatan nanti. Bisakah kalian berdua mengurus segala sesuatunya di rumah selama kami pergi?" Suara lembut Bunda bagaikan air sejuk yang membasahi kerongkongan.

Aku dan Vita mengangguk. Apalagi yang bisa kami katakan supaya mereka berdua bisa tenang selain menyetujuinya? Adikku itu masih terlihat kaget sampai tidak bisa bersuara.

"Singapura nggak jauh. Aku dan Vita bisa menjenguk Ayah Bunda di akhir pekan. Namun Ayah harus memberitahu kami berdua apa pun hasil dari pemeriksaannya. Nggak ada kebohongan, nggak ada yang ditutupi." Suaraku kembali mantap setelah pulih dari rasa kaget.

Wajar saja Ayah memilih Singapura sebagai tempat memeriksa kesehatan. Salah satu sahabat Ayah ada yang menjadi direktur di rumah sakit besar di sana. Selain itu, kami juga memiliki apartemen di kawasan Orchard Road.

"Ada satu hal, Zana."

Dahiku mengernyit saat mendengar Ayah memanggil nama asli dan bukannya nama kecil. Biasanya ini merupakan tanda kalau pembicaraan akan menjadi sangat serius. Kutegakkan punggung, bersiap untuk membantu Ayah supaya beliau tidak memiliki beban pikiran yang akan memperburuk kesehataan.

"Ayah mau minta tolong ...." Ucapan Ayah terdengar ragu-ragu.

"Apa, Ayah? Kalau aku bisa, pasti akan aku bantu sekuat tenaga." Sungguh, aku hanya ingin Ayah tidak memiliki beban pikiran yang berat.

"Ayah minta kamu untuk menggantikan Ayah sebagai CEO perusahaan kita. Lagipula ini sudah waktunya untuk lebih mengenal PT Tranggana Lotus Rayon, bukan?"

Benakku langsung kosong saat mendengar ucapan Ayah. Jika ini adalah sign of the times, maka sudah saatnya menentukan pilihan.

***

Menurut kalian apakah Zana akan mengambil kesempatan untuk menggantikan Ayah? Coba komen yaaa...

Eniwei, aku juga mau info kalau cerita ini akan update setiap tanggal ganjil. Kalau kalian lebih suka ceritanya update di pagi, siang, sore atau malam? Mungkin akan jadi pertimbanganku saat up. 😊

Terima kasih yaaaa.

Love,
Ayas

❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro