2. Moves Like Jagger

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"But when you're with me, I'll make you believe That I've got the key." - Maroon 5

Pukul tujuh pagi, jalanan di Jakarta penuh dengan kendaraan. Sebagai Ibukota yang diperkirakan berpenduduk nyaris mencapai 14 juta jiwa pada siang hari, kemacetan tentu menjadi pemandangan sehari-hari yang wajar. Padahal apartemen kami tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi kami tetap harus berangkat pagi supaya bisa sampai tepat waktu.

"Jakarta seperti ini, Na. Kamu harus mulai terbiasa dengan ini." Ayah menoleh dan menatapku yang tersenyum.

"Maaf ya, Na. Kamu jadi terpaksa menggantikan Ayah."

Aku paling tidak suka kalau Ayah mengucapkan hal ini. Meskipun aku juga mencintai pekerjaan sebelumnya sebagai Digital Engagement System Director Greenpeace South East Asia, sedari dulu aku selalu tahu bahwa akan menjadi pewaris perusahaan kami. Itu sebabnya aku kuliah di manajemen bisnis. Selain itu, menurutku mendapat warisan berupa perusahaan yang memproduksi pakaian siap pakai, sangat menyenangkan. Beberapa kali aku sempat menemani Ayah pada acara atau momen penting perusahaan.

Bekerja di Greenpeace memang momen yang mungkin tidak terlupakan. Dulu Bunda sering mengajakku ke yayasan sosial milik keluarga Tranggana. Bersentuhan dengan dunia sosial membuatku terus ingin berbuat kebaikan. Ayah sendiri tidak menentang saat aku berkata akan bekerja di Greenpeace beberapa tahun silam.

"Ayah, aku nggak pernah terpaksa. Aku selalu tahu kalau akan menggantikan Ayah. Cuma, aku agak khawatir saja. Apa yang lain akan menerimaku?"

Pemikiran itu terus muncul di benakku tanpa bisa dikendalikan. Ayah sudah ikut membangun PT Tranggana Lotus Rayon sampai menjadi perusahaan baju siap pakai besar. Rasanya sedikit mengerikan saat membayangkan ada di posisi tertinggi yang bisa membuat dua hal, perusahaan semakin maju atau malah tenggelam.

Memikirkan hal kedua yang terjadi saja, sudah membuatku mulas. Ayah tertawa melihat wajahku yang pucat lalu mengulurkan tangannya yang sekarang terlihat kurus seraya mengucapkan bahwa semua akan baik-baik saja. Genggaman tangan Ayah mampu membuatku tenang.

Kami turun di lobi perusahaan dan langsung disambut oleh Om Danar, Chief Technology Officer yang menangani inovasi, teknologi, dan digital di perusahaan kami. Aku pernah bertemu dengan Om Danar beberapa kali.

"Halo, Zana. Senang bertemu dengan kamu." Om Danar langsung mengulurkan tangan untuk menyalamiku. Melihat sambutannya yang ramah, hatiku yang tadi gelisah sedikit tenang.

"Halo, Pak Danar." Kupikir lebih baik menyapa Om Danar dengan panggilan resmi supaya tetap terlihat profesional.

"Kalau berdua, kamu boleh tetap panggil Om Danar," ucap Om Danar sambil terkekeh lalu mengalihkan perhatian pada Ayah yang tersenyum lebar di sampingku. Mereka berdua bersalaman dan saling menepuk bahu.

Hatiku menghangat ketika melihat kedekatan Ayah dengan salah satu tim inti perusahaan. Setelah itu, kami langsung menuju lantai tujuh, tempat para petinggi perusahaan berada. Perusahaan kami dikelola secara profesional dengan tujuh orang C-Levels.

Ayah mengajakku ke ruangannya yang bernuansa cokelat dengan sofa putih. Sudah ada lima orang di sana yang duduk sambil mengobrol. Seorang wanita yang kuperkirakan adalah sekretaris, menyiapkan tempat duduk tambahan.

Dalam menjalankan perusahaan, Ayah dibantu oleh Chief Operation Officer, Chief Marketing Officer, Chief Finance Officer, Chief Technology Officer, Chief Human Resource Officer dan yang terbaru ada di perusahaan kami adalah Chief Information Officer. Posisi CIO ini baru ada sekitar tiga tahun terakhir sebagai bentuk pendekatan kami yang memadukan antara teknologi dan sistem informasi dalam mengembangkan perusahaan.

Ketika Ayah memperkenalkan pada C-Levels lain yang baru kulihat, ada getaran aneh yang terjadi. Aku melihat bahwa mereka tidak tersenyum sampai ke mata. Ada kepura-puraan yang sangat kental di sana. Bisa dibilang, selain Om Danar tidak ada yang ramah dengan tulus.

"Jadi, Zana sebelumnya bekerja di Greenpeace?" tanya Sadina Yasa, perempuan yang menjabat sebagai COO. Aku bisa merasakan kalau perempuan ini galak dan judes, mungkin akan sedikit cerewet. Bisa kuperhatikan kalau Sadina ini sangat meremehkanku apalagi dari segi bentuk tubuh. Dia bahkan secara terang-terangan melihatku dari atas sampai bawah hanya untuk tersenyum sinis.

"Iya, Bu. Saya sebelumnya adalah Digital Engagement System Director Greenpeace South East Asia," jawabku mencoba ramah tetapi tidak berlebihan. Persis seperti dugaan, Sadina menarik sudut bibirnya seperti mencemooh.

"Bagus, sih cuma itu kan perusahaan non-profit, ya? Apa kamu ada pengalaman?" tanya Sadina lagi.

"Saya kuliah S-1 di manajemen bisnis dan S-2 di magister manajemen. Secara ilmu, mungkin cukup. Secara pengalaman, tentu saya akan belajar banyak dari Bapak dan Ibu semua." Aku menjawab dengan tenang.

"Ya ya. Betul sekali. Itu sebabnya selama aku pergi, Zana akan belajar dari kalian semua. Dia akan berkeliling dan mempelajari setiap divisi dengan baik." Ayah mengatakan hal tersebut dengan wajah ceria. Sepertinya beliau tidak menyadari bahwa bawahannya jelas-jelas menunjukkan aura permusuhan padaku.

"Endra, kami semua sibuk. Bagaimana mungkin kamu menitipkan Zana pada kami untuk diajari?" Ini adalah ucapan dari bibir Amista Bora, CFO di perusahaan kami yang menangani divisi keuangan. Ami merupakan perempuan pintar lulusan Harvard. Karyawan kebanggaan Ayah yang lebih memilih bekerja di perusahaan kami daripada perusahaan lain.

Kuperhatikan bibir tipis yang dibalut dengan lipstik merah menyala. Orang ini jelas memiliki kepercayaan diri yang sangat baik. Ditambah lagi dia merupakan lulusan Harvard, pasti memiliki harga diri tinggi.

"Itu sebabnya aku berpikir kalau Varen yang akan membantu Zana." Ayah menjawab pertanyaan Ami.

Dahiku mengernyit mendengar informasi baru ini. Sepertinya tidak ada C-Levels lainnya. Ayah juga tidak memiliki sekretaris khusus. Hanya ada sekretaris direksi dan itu adalah perempuan. Apa mungkin sekretarisnya bernama Varen?

Tepat saat itu pintu diketuk. Sebagai orang yang duduk dekat dengan pintu, secara otomatis aku bangkit dan membukanya. Hal pertama yang kulihat adalah alis tebal yang menaungi bola mata gelap seorang laki-laki bertubuh tinggi. Aku yang hanya memakai flat shoes Tory Burch Fruit Espadrilles, terpaksa mendongak.

Laki-laki itu juga sedikit kaget saat melihatku mendongak. Namun dia segera mengubah raut wajah terkejut dengan senyuman bisnis. Kurasa orang ini pandai menghadapi orang lain. Belum sempat menganalisa lebih lanjut, terdengar suara Ayah.

"Ah, Varen! Silakan masuk."

Mendengar ucapan Ayah, aku sedikit menyingkir dari pintu agar laki-laki tinggi besar itu bisa masuk. Ruangan ini langsung terasa sempit begitu laki-laki itu masuk. Ayah mengenalkannya sebagai Manajer Marketing yang akan membantuku mempelajari bisnis dalam pekerjaan sehari-hari.

Varen menatapku beberapa detik sebelum tersenyum. Rasanya ini adalah senyum kedua yang tulus dan ramah selain Om Danar. Sementara itu Ayah meneruskan pengumuman bahwa Om Danar akan menjadi waliku dalam pengambilan keputusan. Aku sungguh lega mendengar keputusan Ayah tersebut. Tidak terbayang jika berada di bawah pengawasan langsung Sadina dan Ami.

Kelegaan itu mungkin terpancar begitu kuat sampai Varen menoleh ke arah kanan sambil tersenyum. Mungkin dia tahu kalau aku tidak nyaman dengan para C-Levels lainnya. Setelah berhasil menguasai diri, laki-laki itu beranjak dan berjabat tangan denganku.

"Selamat datang di kantor ini, Zana. Semoga saya bisa membantu Anda dalam pekerjaan sehari-hari."

Kusambut uluran tangan itu dengan senyuman lebar. Tidak peduli dengan pandangan dan perilaku para C-Levels, aku akan membuktikan pada mereka bahwa seorang Zana Auristela Tranggana tidak akan pernah bisa diremehkan. Lihat saja nanti!


Pagi... Aku mau tes ombak, nih. Sebanyak apa yang baca pagi dan malam. Jadi hari ini aku akan update pagi, lusa aku update malam, ya.

Eniwei, ada yang tahu siapa cast yang jadi Varen? Yep, itu aktor Thailand memang. Nyari cast sampai jauh-jauh amat, ya. 🤣🤣

Happy reading, ya.

Love,
Ayas

***

Cast:
Mario Maurer sebagai Varen Wirasana
Sumber foto: Google

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro