16. Kulit Hitam & Kulit Putih

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada banyak sekali contoh kasus kesenjangan, rasisme ras, warna kulit--bahwa kulit hitam adalah rendahan, sedangkan kulit putih adalah superior. Dampaknya, sebagian dari mereka yang berkulit hitam akan melakukan code switching agar terhindar dari rasisme, berusaha lebih tampak seperti orang kulit putih.

Code switching adalah upaya menyesuaikan bahasa, perilaku, atau penampilan, agar sesuai dengan budaya yang dominan, baik dilakukan secara sadar atau tidak. 

Rela menjadi bunglon agar sesuai dengan apa-apa yang dominan kulit putih; meluruskan rambut kritingnya, memutihkan kulit, berpakaian kebaratan, menyemir rambut, memakai lensa kontak, agar diakui menjadi bagian dari masyarakat setempat yang berkulit putih, agar sekedar mendapatkan promosi di dunia kerjanya atau mendapatkan teman di sekolah, walau nahas, kadang malah berujung diolok-olok dan kian terkedilkan.

Di Afrika Selatan, pada tahun 1948, Partai Nasional Afrika secara resmi mengenalkan politik apartheid. Partai ini berisi orang-orang Afrikaner (etnis kulit putih di Afrika dengan keturunan Belanda). Membuat kebijakan apartheid yang memisahkan hak dan kewajiban kulit putih dan kulit hitam yang disahkan secara hukum dan sosial. Masyarakat kulit putih mendapatkan hak istimewa, berujung diskriminasi pada masyarakat kulit hitam.

Hingga muncullah salah satu tokoh berani, Nelson Mandela yang berhasil menumbangkan politik apartheid, mendapatkan Nobel Perdamaian pada tahun 1993. Lantas menjadi presiden Afrika pertama berkulit hitam di tahun 1994.

Jadi di sini ada Donald Trump, batin Yumna kala dirinya selesai mendengar cerita Iris yang mengisahkan tentang kesenjangan serupa di Dunia Nyata yang ada di Dunia Loka.

Terjadi di salah satu belahan benua ras kulit putih seratus tahun lalu. Kulit putih adalah ras rendahan, kulit hitam adalah ras superior. Kaum kulit hitam yang berkuasa, membentuk rezim mengerikan dengan mengesahkan hak dan kewajiban kulit hitam dan kulit putih secara tak seimbang. Kulit hitam mendapatkan hak istimewa secara hukum dan sosial, berujung kaum kulit putih mendapatkan diskriminasi secara verbal dan non verbal.

Hingga muncullah Donald Trump, pria berambut pirang yang berjiwa ksatria, menumbangkan rezim tersebut, menjadi presiden pertama berkulit putih di negara itu secara demokrasi, juga mendapatkan Nobel Perdamaian.

"Kamu mau pinjam buku sejarahnya? Seru tahu, Yum," tawar Iris. Tiga hari lalu, dia meminjam buku sejarah tersebut di perpustakaan central. Tebal sekali buku sejarahnya, tapi tidak membosankan dibaca, apalagi membaca bagian perjuangan Donald Trum untuk menyetarakan hak dan kewajiban kulit hitam dengan kulit putih, berhasil membuatnya menangis.

"Iya, kapan-kapan, Ris. Tapi untuk akhir-akhir ini kayaknya waktu luangku bakalan dihabiskan buat belajar lukis." Yumna nyengir yang langsung mendapatkan anggukan Iris.

"Kalo mau pinjem, tinggal pinjem di perpustakaan central aja, Yum. Jugaan hari ini harus dikembalikan bukunya."

"Oke."

"Kapan-kapan, lukis wajah aku loh." Iris mengacungkan jari telunjuk ke wajah Yumna, tanda memaksa.

"Siap, Ris. Nanti kalo aku udah mahir." Sebelah tangan Yumna terulur, menggenggam jari telunjuk Iris yang masih mengarah ke arahnya.

"Hei, aku juga dong mau dilukis sama kamu, Yum." Diam-diam ada yang mendengarkan percakapan mereka berdua.

Gisel, teman sekelas mereka yang rambutnya berkepang poni, mendekat ke arah Yumna dan Iris.

Yumna mengulum senyum untuk mengiyakan.

Yang lain, Vivi ikut membuat permintaan sama. Berakhir Gisel dan Vivi mengajak mereka berdua ke kantin sekalipun sebenar lagi waktu istirahat bakalan selesai.

"Jajan yuk, katanya di warungnya Bang Sambo lagi promo. Khusus beli seblak ceker, gratis es teh."

"Di warung nasi uduk Bu Luhut juga lagi ada diskon dalam rangka hari ini ultah anak bontotnya."

"Wuih, rejeki anak solehah ini mah. Buruan kita serbu."

Mereka berempat tertawa. Beranjak keluar kelas, meluncur menyerbu jajan.

***

Waktu bagai berlari.

Menguntal Pil Keselarasan menjadikan Yumna merasakan hidupnya kian ajaib saja. Merasakan menjadi Si Cantik yang sesungguhnya, jelaslah tak perlu ditanyakan lagi. Lain dari hal itu, dia semakin percaya diri, lebih bisa keluar dari zona nyaman dengan bergaul lebih luas, memiliki banyak teman, banyak yang menyukai, serta bejibun yang memuji.

Selain giat belajar pelajaran sekolah, Yumna lebih serius mengasah bakat melukisnya dengan Miss Julia. Dia juga sibuk dengan aktivitas ambassador produk kecantikan milik Papanya yang sedang meluncurkan produk variasi baru.

Dia tidak lagi gagap berekspresi di depan kamera, melainkan sudah amat mahir dalam hal pose berpose. Tawaran untuk menjadi muse dari produk kecantikan lain atau produk pakaianpun berdatangan. Sebagian dirinya ambil, sebagian ditolaknya. Di tengah padat jadwal yang ada, Papanya mempekerjakan seseorang untuk menjadi manajer pribadi Yumna. Follower di setiap akun media sosialnya naik pesat, penggemarnya semakin bertambah dari waktu ke waktu.

Belum lama ini, Yumna masuk 100 Top Beauty World untuk para perempuan influencer.

Hidung pesek Yumna pun membawa anugerah, menjadi salah satu acuan hidung ideal bagi para Dokter Bedah Plastik.

"Kamu nggak ada niatan buat pacaran, Nona?" tanya Naomi, manajer pribadi Yumna, wanita berusia 32 tahun. Menyesap kopi liberika.

Bukan menjawab, Yumna menggeleng pelan sembari menggigit cromboloni rasa pistachio.

"Padahal, jika kamu nerima cinta Galen, Tante yakin popularitasmu akan semakin melejit. Tante selalu mengikuti arus gosip tentangmu, sejauh ini, lebih banyak shipper di pihak GaYum--Galen-Yumna."

Galen adalah aktor pendatang baru yang sedang naik daun. Usianya dua tahun di atas Yumna. Wajahnya amat tampan dengan hidung pendek, bibir tebal penuh, tinggi kerempeng, rambut cokelat keriting, tentunya berkulit eksotis.

"Dia orangnya narsis. Bukan tipeku, Tan."

"Abaikan soal dia yang narsis. Yang terpenting adalah popularitasmu."

Hela napas Yumna terdengar sampai gendang telinga Naomi.

"Buat apa juga kalo nggak suka dia. Dan pacaran bukan prinsip hidupku."

Kedua mata belo Naomi melebar mendengar jawaban Yumna.

"Hei, cinta bisa datang karena kita terbiasa. Terbiasa bertemu, jalan bareng, misalnya. Lagian Galen ganteng, kamu pasti bakalan mudah jatuh hati ke dia." Jari telunjuk ber-nail art gel milik Naomi teracung ke arah Yumna.

"Dan ya, pacaran bukan prinsip hidupmu? Kuno sekali." Naomi tak habis pikir akan prinsip tak bermutu Yumna. Justru karena terlalu awet jomblo, orang-orang akan mengira yang tidak-tidak. Setidaknya jika saja gadis ber-dress putih berlengan balon ini mau menerima Galen, dia bisa panjat sosial, lebih terkenal, menambah relasi. Ah, tapi Yumna masihlah bocah kemarin sore, hubungan cinta sama cinta adalah segalanya--terlepas dari prinsip hidupnya yang enggan pacaran, konyol.

"Kak Ren," sebut Yumna begitu melirik ke luar jendela Cipika Cipiku Cafe, menemukan sosok Ren yang melintasi halaman cafe, tampak lari seperti tengah mengejar seseorang.

Ekor mata Naomi mengikuti atensi Yumna. Dia tahu benar, di antara begitu banyak cowok tampan yang mendekati Yumna, justru sosok Ren yang ditaksir gadis itu, padahal parasnya jauh dari kata ganteng. Entah apa yang merasuki Yumna, hanya sosok Ren, satu-satunya cowok yang bisa mengalihkan seluruh dunia Yumna.

"Mari bergegas, kita harus ke tempat pemotretan sekarang," ajak Naomi setelah melihat arloji sejenak, lantas menarik sebelah tangan Yumna agar segera bangun dari tempat duduk, tak peduli dengan cromboloni lezat yang baru disantap separuh.

Kalau sudah menyangkut masalah pekerjaan, apa pun itu, Yumna langsung sigap mengikuti intruksi Manajer Naomi.

Mereka berdua beranjak pergi dari Cipika Cipiku Cafe.

Siang kian terik. Angin berembus cukup kuat, berhasil menakali anak rambut Ren. Jidatnya berpeluh. Napasnya masih ngos-ngosan.

"Sial!" umpat Ren yang sudah berada di trotoar yang sepi. Sebelah tangannya mengepal, meninju udara.

"Sudah setahun lebih aku ingin bertemu kamu, Nenek Cerewet! Kenapa kamu selalu menghindar saat aku melihatmu?!"

Ren menyeka peluh di jidatnya dengan punggung tangan. Kaos putih yang dikenakannyapun lembab oleh keringatnya. Bukan main, dia telah mengejar mobil convertible yang dikendarai Nenek Cerewet sejauh 5 km.

"Aish! Sepertinya aku dehidrasi."

__________________


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro