17. Intuisi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Galen rupanya tipe lelaki yang pantang menyerah usai satu dua kali cintanya ditolak oleh cewek yang sama.

Untuk mendapatkan hati Yumna, Galen mencoba jalan alternatif lain agar berhasil menaklukkan pujaan hati. Dia menggunakan metode pendekatan dengan mendekati keluarga Yumna.

Si Rambut Keriting itu mendekati dua saudara lelaki Yumna dengan bergabung Komunitas Retro Gaming yang berisi para penggemar permainan video klasik. Jikalau ada waktu senggang, tak segan dia berkunjung ke rumah besar keluarga Suprapto untuk bermain game. Kadangkala mereka bertiga bertukar koleksi atau saling membagi informasi seputar toko yang menjual perangkat keras jenis retro.

Setiap kunjungan, Galen tidaklah datang dengan tangan hampa, dia kerap membawa bingkisan untuk Nyonya Rumah.

Sebagai emak-emak sosialita, Maemunah berjiwa konsumtif dan menyukai hal-hal mewah. Galen yang jugalah sudah berasal dari keluarga kaya raya di kota Jakat, ayahnya memiliki usaha waralaba Ayam Pingit yang go international, tak segan menenteng barang mewah dari produk Lilis Vouiton, Gaccu, hingga Pradi untuk Nyonya Calon Pacar.

"Bandana ini limited edition loh, Tan. Hanya ada 5 di dunia."

"Astaga, Galen. Makasih banget loh, bujang gantengnya Nyonya Ella."

Dengan wajah berpendar pancarona, Maemunah mencoba menggunakan bandana mewah Lilis Vouiton warna cappucino yang dilapisi bulu cerpelai. Sebelah tangannya terulur meraih ponsel di meja, segera melakukan selfie. Pertama-tama, dia selfie sendirian, lantas menyeret Galen untuk selfie bersama.

"Cantik banget deh pakai bandana itu, Tan. Terlihat 10 tahun lebih muda, Tan," komentar Galen kala melihat hasil selfie. Membawa-bawa sanjungan 10 tahun lebih muda yang hanyalah modus--modal dusta.

Maemunah tersipu malu layaknya anak ABG seraya kembali menyampaikan terima kasih untuk kemudian sibuk bermain medsos, gercep posting selfie barusan.

Yumna yang baru saja kembali dari menyambut kedatangan Miss Julia, rona mukanya tertekuk.

"Sapa Kak Galen dong, Sayang," ujar Maemunah begitu atensinya mendapati anak perempuan satu-satunya ini melintasi mereka berdua begitu saja di ruang tamu, hanya Miss Julia yang menyapa ramah.

Bibir tebal Yumna tersenyum kecut.

"Hai, Kak," sapanya dengan keterpaksaan.

"Hai, Yum. Gimana kabarnya?" Roman muka Galen berlipat-lipat cerah.

"Sehat, Kak. Kakak gimana?" Yumna basa-basi karena mendapatkan dua kedipan dari Maemunah.

"Aku juga sehat, Yum. Cuman ya ... beberapa hari ini kerasa sedikit lebih berat dari biasanya karena rindu kamu, Yum."

Bukan baper, Yumna jadi tak berselera lagi bercakap dengan Galen.  Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Maemunah berdehem meledek. Bibir warna berry Miss Julia tersenyum jail.

Atas ketidaknyamanan yang ada, Yumna buru-buru pamit ke studio melukisnya. Ekor matanya sempat melirik kotakan hitam cukup mungil di atas meja tamu dengan logo warna emas yang khas. Tak lain adalah jam tangan Rulex untuk pedekate kepada Suprapto. Sebelahnya terdapat kotakan lebih besar warna merah yang Yumna tak tahu isinya apa, tapi terkanya, yang itu adalah spesial untuknya.

"Kamu pacaran sama Galen, Yum?" selidik Miss Julia begitu sampai studio.

"Hanya teman, Miss."

"Kelihatannya kamu suka ya ke Galen. Tadi baper saat digombalin. Kalian cocok kok. Miss dukung buat kalian pacaran. Pastinya nanti tambah semangat ngelukisnya."

Kedua mata Yumna melebar mendapat respon tak terduga dari Miss Julia.

"Oke. Untuk praktek melukis di sesi ini, kamu coba lukis wajah Galen, ya?"

"Hah?!" pekik Yumna, kelepasan menjawab tak sopan.

Tidak marah, tawa tenyah Miss Julia terdengar memenuhi studio.

Mencoba tak acuh atas perasaan kesalnya, usai meminta maaf kepada Miss Julia, Yumna segera menyiapkan kanvas, mengeluarkan berbagai macam cat akrilik dari paletnya, termasuk warna kulit, mata, dan rambut Galen. Mempersiapkan kuas-kuas ukuran berbeda untuk detail yang diperlukan. Lantas mau tak mau membayangkan Galen dengan rona muka terbaik untuk lukisannya.

Mencoba profesional tanpa melibatkan rasa kacau yang mendera, Yumna mulai menciptakan keajaiban melalui sentuhan kuasnya. Memadukan warna-warna akrilik dengan teliti untuk menggambarkan potret Galen sebaik mungkin.

Aih, sejujurnya Yumna justru ingin melukis wajah Ren.

***

Ada benteng tak kasat mata yang menjadikan Yumna tak bisa klik secara sempurna pada Galen. Selalu ada rasa tak nyaman kala berada di dekat Galen, baik secara offline maupun online.

Ini bukan perkara tak nyaman karena dirinya tidaklah mencintai Galen atau perihal lelaki itu yang berlebihan berusaha memilikinya hingga mendekati semua keluarga Suprapto, atau sebab kerap kali melontarkan gombalan yang gagal membuatnya baper. Bukan. Lebih ke hal tak nyaman yang Yumna sendiri belum tahu alasannya. Aneh memang.

Di Dunia Nyata, Yumna pernah bertanya kepada Paduka Google yang serba tahu untuk menggali perasaan aneh satu ini. Dan menemukan kata kunci bahwa hal demikian adalah biasa disebut dengan intuisi. Sebuah firasat yang kadang datang secara alami dan tak bisa dijelaskan secara logis.

Intuisi memang tak selamanya tepat, tetapi Yumna sudah mengalami beberapa itu pada seseorang dan hasilnya berpola sama; yaitu tentang adanya energi negatif kala seseorang itu bersamanya.

Salah satunya adalah Siti. Dari awal bertemu Siti, entah kenapa Yumna tidak bisa klik seutuhnya dengan gadis itu. Secara fisik, mereka berdua akrab dan menjadi sahabat karib, tetapi jauh di lubuk hati, Yumna kurang nyaman dengan Siti. Kurang nyaman dalam keadaan yang sesungguhnya Yumna belum tahu kurang nyaman karena apa.

Hingga waktu menjawabnya bahwa Siti rupanya kurang tulus berteman dengannya. Siti berteman dengannya adalah karena kasihan melihatnya yang terlampau pendiam dan tak pandai bergaul. Siti berteman dengannya, tetapi jahat sekali melakukan body shaming kepadanya.

Yum, ternyata hidung sama bibir kamu, mancungan bibir kamu, ya?

Sederet kalimat itu begitu membekas menyakitkan. Barangkali Siti memang tak bermaksud menyinggung perasaan dengan ucapan demikian. Bagi Siti, pemilihan kata jenis itu, mungkin dianggap lumrah dan tak menyakiti hati. Namun, entah maksud Siti sekedar berkata jujur tanpa cemooh atau sebaliknya, tetapi bagi Yumna, ujaran tersebut tetaplah tindak body shaming yang berimbas menjadikan kepercayaan dirinya kian berkurang.

Kamu ternyata telmi ya, Sit? Andai saja Yumna membalasnya dengan menyinggung salah satu kelemahan itu, apakah Siti jugalah akan menanggung sakit hati yang sama dengannya?

Bibir Yumna tersenyum masam. Sudah beberapa menit lalu dirinya selesai melukis wajah Galen. Pikirannya melamun tak menentu. Dadanya sesak mengenang serpihan masa lampau body shaming-nya Siti, debaran sesak yang ada terasa sama persis dengan kini, perihnya masih senyata dulu.

Angin berembus di menjelang sore kota Jakat. Di tempat yang berbeda. Ren sibuk mengejar seseorang menggunakan motor bututnya setelah selesai mengantarkan pesanan dessert.

"Kali ini kamu nggak bisa lolos dariku, Nenek Cerewet!" pekiknya, tersenyum miring, menambahkan kecepatan laju motornya.

"Nenek macam apa jalan-jalannya pakai sepatu roda," decaknya kemudian, kian mengikis jarak dengan Nenek Tua Bangka yang bergaya otot kawat tulang besi menggunakan sepatu roda, bukannya kursi roda. Pakaiannyapun aneh dengan mode flamboyan.

"Akhirnya, aku bisa mengunci pergerakanmu, Nek!" seru Ren begitu sesaat ke depan berhasil menyalip Nenek Tua Bangka dan menghalangi jalan depan Si Nenek dengan menyilangkan motor. Beringsut turun, menghampiri dengan bergaya melepas topi hitamnya.

"Jangan pura-pura amnesia. Kamu pasti mengenalku kan, Nek?"

Si Nenek melepas kaca mata hitam besarnya. Menyipitkan mata.

"Barangkali Nenek terkena alzheimer. Baiklah, kuperkenalkan kembali." Ren menepuk-nepuk bahu jaket bombernya yang tampak sedikit berdebu.

"Ren Austin. Lelaki 27 tahun yang diculik olehmu."

Ren menjabat tangan Si Nenek yang keriput dengan tenaga penuh. Bibirnya menyeringai. Sama persis dengan seringaian kesal saat mendapati kenyataan dirinya kembali menjadi anak SMA.

__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro